Oleh Jro Gde Sudibya
Pasca terbitnya SK.MK No.90 yang kontroversial itu, terdapat potensi terjadinya "kekisruhan" dalam proses Pemilu. Ternyata prediksi tersebut benar adanya, menyebut beberapa: ketidakkosistenan Presiden antara ucapan dan tindakan, ngomongnya netral tetapi prilaku di lapangan dinilai publik menguntungkan paslon 02.
Pengerahan massa Apdesi (Asosiasi Pemerintahan Desa) yang terdiri dari sejumlah Kepala Desa di Istora Senayan Jakarta yang mendukung paslon 02, pencabutan atribut kampanye terutama paslon 03 di sejumlah daerah. Yang termutakhir tindakan kekerasan oleh oknum yang mengaku paspamres, terhadap simpatisan PDIP Gunung Kidul, ketika membentangkan spanduk yang menyatakan mereka akan memilih Ganjar Pranowo. Rakyat yang menyampaikan ekpresi politik, hanya "bersenjata" spanduk, dinilai membahayakan Presiden.
Beberapa kampus: UGM, UII, UI menyatakan keperihatinannya dan protesnya, dan mendeklarasikan demokrasi dalam bahaya. Peringatan keras buat Presiden dengan sistem kekuasaan yang melekat padanya, dengan kecendrungan kuat otoritarian. Menarik untuk disimak "kunjungan kerja" Presiden ke Jawa Tengah, yang didominasi dengan penyerahan bansos, publik menilai ini merupakan "kunjungan kerja" terselubung untuk promosi politik buat pasangan 02.
Publik Jawa Tengah paham monuver politik tsb., di tengah perjalanan di beberapa kota di Jawa Tengah, rakyat "menyambutnya" secara berbaris dengan mengacungkan tiga jari, sebagai ekpresi politik , mereka mendukung paslon 03 Ganjar - Machfud.
Pengamat menilai, ini bentuk pembangkangan sosial (social disobeydiance) publik terhadap monuver politik Presiden yang tidak lagi netral dalam Pemilu. Seorang guru besar ilmu komunikasi UGM mengingatkan, fenomena pembangkangan sosial ini seharusnya diwaspadai penguasa, jika prinsip "fairness" dalam Pemilu terus dilanggar, bisa terjadi perlawanan sosial dari rakyat. Pesan moral politik dari intelektual di tiga kampus di atas, sudah sepantasnya menjadi masukan penting buat Presiden dan perangkat kekuasaan di bawahnya.
*) I Gde Sudibya, pengamat politik.