Buleleng (Atnews) - Jro Gde Sudibya, Pembelajar Warisan Budaya yang ditinggalkan Raja Bali Cri Aji Jayapangus mengatakan Desa Julah, Desa "kombinasi" Bukit dan Laut, Desa "terakhir" yang mampu bertahan secara relatif utuh, menjaga tradisi yang diwariskan oleh raja besar Bali Cri Aji Jayapangus.
Sebut saja untuk sederhananya, tetap ajeg melestarikan Agama Alam, mentransformasi Alam sebagai realitas rohani, memberikan inspirasi dan spirit bagi kesucian Alam Raya.
Tradisi yang nyaris "punah" di Bali Dwipa. Tradisi yang walaupun selalu "ramai" di tingkat wacana, tetapi secara de facto ramai-ramai ditinggalkan.
Jika kapitalisme pariwisata telah berlangsung selama 50 tahun, terutama di Selatan Bali, dengan "hiruk pikuk"nya dan "luka" sosialnya, semestinya krama Den Bukit yang dikenal cerdas, tidak "milu-milu tuwung" mengalami derita dan "luka" sosial dari "kebringasan" industri pariwisata.
Bagi krama Julah, tetaplah hidup bersahaja, karena banyak orang Bali kini, hidup gagap dan "kelimpungan" dari kekayaan pariwisata, tetapi jiwanya miskin, nyaris kehilangan pegangan. Di bawah sadarnya, sebetulnya mereka iri dengan semeton Julah yang "pageh" merawat tradisi.
Materialisme, individualisme, kapitalisme telah begitu banyak memakan "korban" dari perspektif: peradaban, budaya berbasis spiritualitas. Jangan sampai warga: Julah, Den Bukit, dan Bali (yang tersisa) menunggu "antrean" menjadi "korban" berikutnya.
Selain itu, cukup banyak Desa di Buleleng Timur dan Kecamatan Kintamani Bangli, dengan tradisi kepemimpinan Cri Aji Jayapangus yang kental tentang: sistem keyakinan, simbol upakara, relasi dengan Alam, ethos kerja, kepemimpinan, ekspresi berkesenian, pengaturan ruang kehidupan. Tradisi yang hidup ini, sebut saja "living monument" dalam pengertian konstruktif, semestinya direvitalisasi, dalam kerangka strategi kebudayaan Bali.
Menjadi Desa- Desa Kultural, berelasi dengan sejarah kebudayaan, kearifan kehidupan yang unik, khas, sekaligus mampu menjawab tantangan zaman.
"Dana APBD, CSR semestinya dialokasikan ke program kebudayaan yang membumi, berinteraksi dengan realitas sosial masyarakat," kata Sudibya di Buleleng, Kamis (5/12).
Sebelumnya, Desa Julah Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali, salah satu desa tertua di Bali, kembali menjadi sorotan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Buleleng, Selasa (3/12), di ruang pertemuan Kantor Desa Julah. Pada FGD yang dipimpin Kepala Dispar Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Askara, menghasilkan sejumlah strategi baru untuk mengembangkan potensi desa sebagai destinasi wisata unggulan.
Kadis Pariwisata Buleleng Dody mengungkapkan bahwa Desa Julah disebut memiliki berbagai potensi wisata yang luar biasa. Kekayaan budaya seperti seni tari tradisional, kerajinan lokal, dan ritual adat menjadi daya tarik utama. Selain itu, panorama alam berupa persawahan hijau, pegunungan asri, serta lanskap pedesaan yang tenang menawarkan pengalaman wisata alam yang autentik. Sebagai salah satu desa tertua, nilai sejarah Desa Julah juga menyimpan cerita unik yang dapat menarik minat wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Namun demikian beberapa kendala seperti infrastruktur yang kurang memadai, seperti akses jalan yang sulit dan minimnya fasilitas pendukung wisata, menjadi penghambat utama.
"Promosi Desa Julah yang masih terbatas juga membuat desa ini kurang dikenal luas. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata dinilai perlu ditingkatkan agar manfaat pariwisata dapat dirasakan secara merata," ujarnya.
Melalui diskusi yang intens, beberapa langkah strategis disepakati untuk menjadikan Desa Julah destinasi unggulan, seperti perbaikan infrastruktur, paket wisata kreatif, promosi digital, pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan.
Sebagai tindak lanjut, akan dibentuk tim kerja yang melibatkan masyarakat, pemerintah desa, dan pihak terkait. Tim ini akan merancang rencana pengembangan desa wisata yang dapat diajukan ke pemerintah dan pihak sponsor.
Mantan Camat Buleleng itu optimistis bahwa Desa Julah memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi destinasi wisata unggulan yang berkelanjutan.
“Desa Julah tidak hanya menyimpan kekayaan budaya dan alam, tetapi juga sejarah panjang yang dapat menarik wisatawan. Dengan strategi yang tepat, desa ini dapat menjadi ikon wisata baru di Bali,” ujarnya.
Dengan semangat dan kolaborasi yang terjalin, Desa Julah siap menata langkah menuju masa depan pariwisata yang lebih cerah, menjadikannya kebanggaan baru bagi Buleleng. (ART/WAN/001)