Banner Bawah

Refleksi Raina Purnama Kesanga, Pembangkitan Nilai - Nilai Kultural Bali dalam Anomali Sosial di Zaman Kali Yuga

Admin - atnews

2025-03-14
Bagikan :
Dokumentasi dari - Refleksi Raina Purnama Kesanga, Pembangkitan Nilai - Nilai Kultural Bali dalam Anomali Sosial di Zaman Kali Yuga
Jro Gde Sudibya (ist/Atnews)

Oleh Jro Gde Sudibya
Hari ini, Jumat, 14 Maret 2025, raina Purnama Kesanga, Bulan Penuh di bulan ke sembilan dalam kalender Bali. Enam Belas hari menjelang Hari Raya Nyepi, dalam hiruk pikuk kekisruhan sosial yang melekat di Zaman Kali, Kali Yuga.

Dengan beberapa ciri pokoknya: banyak orang memuja benda dan kekuasaan, pelayan setia dari kesombongan dan keserakahan diri, memamerkan dengan rasa bangga dan banyak orang menjadi "pengikut" korupsi kekuasaan dan tali temalinya.

"Suryak siu" berlangsung di tengah arena Tajen yang semakin ramai, "milu-milu" tuung",  sikap "belog ajum" yang sebut saja nyaris telah menjadi tradisi, menjadi kebanggaan dan wahana untuk memperoleh pengakuan dan bahkan aktualisasi diri.

Wajah gelap dari peradaban Bali, yang merupakan dua sisi dari sebuah mata uang, yang menggunakan hukum Rwa Bhineda sebagai rujukan "ageman" kehidupan.

Dalam kekisruhan sosial yang merupakan ciri melekat dari Zaman Kali Yuga, kita dapat bercermin terhadap prilaku tetua Bali dalam merespons tantangan zaman, menjadi kesepakatan sosial, berlaku secara berkelanjutan dan kemudian menjadi tradisi. 

Menyebut beberapa nilai-nilai kultural Bali yang dimaksud. Pertama, hidup adalah keutamaan dan kemulyaan, laksanakan keutamaan dan kemulyaan itu dalam ke seharian kehidupan. Re.Prasasti tertua di Bali, Prasasti Sukawana  tahun 804: "Sakebda, Sira Wani, Murthi Ganita, Masa Tettha, Palguna". 

Kedua, kepemimpinan., dimulai dengan kepemimpinan diri, teguh menumbuh-kembangkan Dharma dalam diri, menumbuh-kembangkan kemaslahatan sosial -WISNU MURTHI-, untuk kesejahteraan bersama dalam kurun waktunya yang panjang. Re.Prasasti Buahan, di sisi Barat Danau Batur. Ketiga, kehidupan di dunia bersifat sementara,- MAYA-, tetapi bukan untuk diingkari, hidup dengan ketanggungan - serba boleh-, indiferent. 

Tetapi dijalani dengan tekun, kerja bermakna untuk membayar hutang karma, dalam Jalan Tengah Kehidupan, DUMALADA, Sekala lan Niskala, Material - Spiriual. Yang digambarkan dengan apik dalam Geguritan Sucita - Subudi, kapipil antuk Ida Njoman Djelantik sakeng Griya Banjar, Seririt, Buleleng. " Ne sekala lan niskala, Atepang mangden mamesik,  Reh Jati palinggan tunggal, Hyang Wisesa ngeraganin, Da malasang di Hati, Tingkahe nibakang unduk, Kayanya patut jalanan, Ke Niskala mangden pasti, Mudra Iku, Tikasang parah ring Hyang".

Nilai sastra, yang merupakan kearifan lokal  budaya Bali yang amat kaya, yang perlu terus digali, dan membangkitkan kesadaran baru dalam metespons tantangan zaman.

*) Jro Gde Sudibya, intelektual Bali,  bermukim di Desa Tajun, di "Kaja Kangin" Bukit Sinunggal.
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : BPS Rilis Penurunan Desa Tertinggal

Terpopuler

Karma Sri Krishna: Belajar dari Siklus Kehidupan Lahir dan Mati, Pelajaran bagi Pemimpin

Karma Sri Krishna: Belajar dari Siklus Kehidupan Lahir dan Mati, Pelajaran bagi Pemimpin

Kemelut Menimpa Bali, Berempati kepada Kelompok Miskin dan Wong Cilik, Tidak Sekadar Pemimpin Produksi Surat Edaran

Kemelut Menimpa Bali, Berempati kepada Kelompok Miskin dan Wong Cilik, Tidak Sekadar Pemimpin Produksi Surat Edaran

Rektor dan Keluarga Besar ITB STIKOM Bali mengucapkan Hari Raya Idul Fitri 1446 H

Rektor dan Keluarga Besar ITB STIKOM Bali mengucapkan Hari Raya Idul Fitri 1446 H

Masuk WBTB, Tradisi Bukakak Simbol Kesuburan Desa Giri Emas

Masuk WBTB, Tradisi Bukakak Simbol Kesuburan Desa Giri Emas

Pesan Moral dan Perjuangan Keadilan dari Itihasa Mahabharata

Pesan Moral dan Perjuangan Keadilan dari Itihasa Mahabharata

Mi-Reng Festival Hadirkan Pembicara Kartawan, Bahas Kebaruan dalam Kekinian Musik Gamelan

Mi-Reng Festival Hadirkan Pembicara Kartawan, Bahas Kebaruan dalam Kekinian Musik Gamelan