Oleh Jro Gde Sudibya
Ekonomi Bali telah terpuruk begitu dalam 18 bulan terakhir, tetapi belum ada tanda-tanda akan mengalami kebangkitan, walaupun curve pandemi terus mengalami penurunan menuju ke tingkat landai.
Data statistik ekonomi nasional yang dipublikasikan oleh BPS , pertumbuhan ekonomi di triwulan ke dua naik cukup tinggi, mengkompensasi pertumbuhan negatif triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Harga komoditas primer seperti: Minyak Sawit naik, demikian juga Batubara harganya naik berlipat-lipat. Tarif cargo untuk ekspor naik luar biasa tinggi, yang memberikan indikasi kegiatan ekonomi ekspor terus bertumbuh.
Kompas, Jumat 29 Oktober 2021 melaporkan, kinerja industri perbankan selama Januari - September 2021 membaik dan terus bertumbuh, pertumbuhan kredit dan laba usaha, yang memberikan indikasi ekonomi nasional terus bertumbuh.
Ironinya, aktivitas dalam perekonomian Bali nyaris stagnan, akibat industri pariwisata yang menggeliatnya sangat lamban.
Dalam konteks ini, terobosan kebijakan pariwisata untuk membangkitkan kembali ekonomi Bali dari " kubangan " krisis menjadi tuntutan kebutuhan yang sangat mendesak.
Trobosan kebijakan yang dimaksud dalam kebijakan dasar menciptakan keseimbangan, equilibrium point, antara pertimbangan kesehatan dan pemulihan ekonomi, khususnya untuk kebijakan penarikan wisatawan manca negara, semestinya bercirikan, pertama, kebijakan yang diambil, tidak kalah menarik dibandingkan negara pesaing kita, sebut Thailand. Kedua, faktor penentu kritis, critical factors yang menentukan wisman memilih Bali seperti: lamanya karantina, perlu dan tidaknya test PCR dan tarifnya yang layak dan bersaing, dan kemudahan visa on arrival, semestinya direncanakan dengan matang. Karena faktor ini begitu penting, menjadi pengungkit ekonomi Bali, Pemda Bali semestinya bergerak aktif responsif, menggambarkan sense of crisis, yang berkali-kali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam banyak sidang kabinet dan dalam berbagai kesempatan.
Ketiga, hilangkan ilusi dan halusinasi semu, yang sebenarnya merupakan refleksi sikap malas, kebodohan, maunya bermain aman (play it safe) yang berupa: " toh turis pada akhirnya akan datang, karena kepopuleran yang dimiliki Bali ".
Tantangan yang harus segera dijawab oleh pengambil kebijakan di Bali, tamsilnya: orang-orang yang perutnya lapar dan atau punya potensi untuk itu, nyaris kehilangan harapan akan masa depan, ambang batas kesabaran sosialnya sangat pendek.
*) Jro Gde Sudibya, ekonom, berpengalaman sebagai konsultan ekonomi Bali, pengamat ekonomi