Banner Bawah

Renungan Ciwa Ratri, Di Tengah Krisis Diri dan Kemanusiaan

Artaya - atnews

2021-12-31
Bagikan :
Dokumentasi dari - Renungan Ciwa Ratri, Di Tengah Krisis Diri dan Kemanusiaan
Slider 1

Oleh Jro Gde Sudibya 
Tahun baru 1 Januari 2022, bersamaan penanggal ping 14 nuju Tilem Kepitu, malam " tergelap " dalam 1 tahun, raina Ciwa Ratri. Malam pemujaan Tuhan Ciwa, menurut karya sastra Ciwa Ratri Kalpa oleh Mpu Tanakung.
Malam tergelap, sekaligus sebagai malam terbaik memuja Tuhan Ciwa, sebagai upaya membebaskan diri dari kekotoran dunia yang melekat di pikiran, rasa dan batin manusia.
Upaya pembebasan diri yang tidak mudah, dalam realitas manusia dan kemanusiaan yang berciri umum, pikiran dan keinginan yang tidak dapat dikendalikan, tetapi dilipatgandakan untuk memenuhi keserakahan manusia yang tidak ada batasnya. Ego, ahamkara yang tidak dikendalikan, tidak ada upaya untuk purifikasi, dibiarkan liar, untuk memenuhi keinginannya. Keinginan yang tidak bisa dipenuhi, walaupun tamsilnya seluruh isi dunia menjadi miliknya.
Keinginan dan bahkan keserakahan yang dicarikan nalarnya, rasionalisasi, bila perlu dengan "bungkus" ajaran- ajaran agama.
Dalam realitas sosialnya, muncul ketimpangan ekonomi yang tajam, kekuasaan yang salah guna yang memerosotkan demokrasi, legitimasi agama untuk tujuan kekuasaan, dan atau penggunaan simbol-simbol agama  dalam perebutan kekuasaan, dengan cara- cara nir etika dan moral. Kesemarakan ritual agama berlangsung luar biasa, pada saat bersamaan kemerosotan moral, etika termasuk kesusilaan berlangsung dashyat, tanpa rasa malu. Mengambil satu contoh saja, lembaga pendidikan yang semestinya menjadi tempat terhormat untuk mendidik karakter dan mengasah intelektualitas, di sana - sini  oknumnya  melakukan pelanggaran susila akut dan memalukan.
Krisis diri dan krisis kemanusiaan, yang nyaris paripurna pada sebagian insan-insan manusia.
Timbul pertanyaan, bagaimana Ciwaratri dimaknai di tengah tukikan tajam krisis diri dan kemanusiaan di atas ?. 
Pertama, arti penting tapa, brata, upawasa untuk pengendalian diri, pengendalian yang terus dilatih, yang kemudian distimulasi oleh kekuatan dalam diri , yang kemudian melahirkan proses pembersihan diri: pikiran, perasaan dan juga hati. Ketiga, proses transformasi Tri Kaya Parisudha dari pengetahuan di luar diri, menjadi instrumen transformasi diri, dalam artian dorongan untuk: berpikir, berkata dan berbuat baik muncul dari dalam diri, setiap potensi penyimpangan mendapat perlawanan dari dalam. Diri, menuju apa yang disebut sebagai  Tri Guna Titha, keluar mengatasi (beyond) Tri Guna: Satvam, Rajas, Tamas.
Ketiga,  astangga yoga dari Rsi Patanjali, 8 tahapan yoga untuk menyatu dengan Tuhan, yama, niyama  (tuntunan etik kehidupan),  pranayama (penyucian nafas), asana (latihan postur tubuh menuju proses pendakian), praktyahara (menarik indra - indra ke dalam, mengurangi proses keterikan duniawi), dharana, dhyana, samadi (pemokusan pikiran, rasa dan hati - body, mind and soul) menjadi menyatu dalam realitas Tuhan. Samadhi = pembebasan dan kebebasan diri rokhani, di sini di dunia maya ini. 
*) Jro Gde Sudibya, Ketua FPD ( Forum Penyadaran Dharma ).
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Cok Ace: Bali Perlu Generasi Muda Kreatif

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

ADVERTISING JAGIR
Official Youtube Channel

#Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

ADVERTISING JAGIR Official Youtube Channel #Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif