Banner Bawah

Krisis Keteladanan

Artaya - atnews

2022-01-07
Bagikan :
Dokumentasi dari - Krisis Keteladanan
Slider 1

Oleh Jro Gde Sudibya 
Dalam sejarah berdirinya negeri ini, kalangan terpelajar mempunyai peran sentral dalam proses perjuangan memerdekan negeri ini, melalui pembentukan organisasi perjuangan, melakukan pendidikan politik warga, penyiasatan politik untuk melawan hegemoni kekuasaan penjajah. Bapak- bapak pendiri Republik ini, menyebut di antaranya: Soekarno, Hatta, Sjahrir adalah tokohnya. Dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan, pada tahun-tahun genting dasa warsa 1940-an, melalui perjuangan grilya bersenjata, tampak peranan tentara rakyat, menyebut beberapa nama: Pak Dirman, Gatot Soebroto dan AH Nasution. Pemimpin bangsa di awal masa revolusi yang melekat dengan keteladanan.
Dalam bahasa sederhananya, pemimpin ya pemberi teladan.
Dalam realitas ke seharian dewasa ini, menarik disimak Tajuk Rencana Kompas, Rabu, 5 Januari 2022 bertema: MISKIN KETELADANAN.
Kompas menulis: " Bangsa ini tampaknya sedang mengalami krisis keteladan dari elite politiknya atau dari wakil rakyatnya. Kondisi ini diketahui publik. Apa yang dikatakan kadang berbeda dengan apa yang dilakukan. Jika pola komunikasi  seperti ini terus dibiarkan, kita khawatir bisa terjadi krisis kepercayaan. Semoga saja tidak terjadi ".
Pernyataan Kompas ini, tentang krisis keteladan yang berlangsung, dengan menyimak realitas ekonomi politik dewasa ini, bisa merupakan puncak gunung es dalam perpolitikan kita, yang pangkal penyebabnya, menyebut beberapa, pertama, pragmatisme politik yang luar biasa, yang kemudian melahirkan fenomena politik uang  yang begitu vulgar dan kasat mata, akan terjadinya apa yang disebut Pak Emil Salim sebagai demokrasi para cukong, atau tulisan Bivitri Susanti akan dominasi dalam proses legislasi dari para politisi pemodal dan pemodal politisi. Kalau prosesnya seperti ini, sudah tentu sulit kita berharap lahirnya pejabat pemberi teladan, dalam pengertian the founding fathers di atas. Kedua, fenomena ketakutan akan kehilangan kekuasaan dan atau tidak punya kesempatan untuk mengenyam nikmat kekuasaan, yang menjadi motif bawah sadar elite dalam kompetisi politik, sehinggga melahirkan prilaku politik yang cendrung menghalalkan semua cara. Ketiga, karena kondisi butir 1 dan 2 di atas, politik sebagai panggilan kehidupan, politik dengan keutamaan, political virtue, yang melahirkan keteladan, didorong ke belakang, oleh prilaku politik akal-akalan, politik sebatas pekerjaan mencari nafkah dan kemudian memperkaya diri, yang melahirkan prilaku tuna keteladan.
Problematik kebangsaan dan kemanusiaan yang kita hadapi  bersama-sama di hari-hari ini dan ke depan.
*) Jro Gde Sudibya, ekonom, berpengalaman sebagai pembicara publik tentang isu kepemimpinan.
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Ramia Kawal Usaha Industri Pariwisata Bali

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

POM MIGO KAORI

POM MIGO KAORI

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif