Oleh Jro Gde Sudibya 
Harian Nusa Bali (4/11/2022) di halaman pertamanya membuat head line:  Arak Bali Ditetapkan Jadi WBTb Indonesia, yang memberikan info: Kemendikbud Ristek menetapkan arak Bali menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTb), tanpa ada penjelasan lebih rinci apa kriterianya sehinagga produk ini memperoleh penetapan itu. Dengan penetapan ini, ada kemungkinan produk ini memasuki "panggung" dunia global.
Berdasarkan info yang beredar di.medsos produk ini dengan kandungan alkohol 35- 40 persen, yang menurut rekan-rekan dengan profesi kesehatan, kandungan 35 - 40 persen sangat berbahaya untuk kesehatan. Untuk diketahui minuman Tequila asal Meksiko yang kandungan alkoholnya 33 persen, risiko mabuk bagi peminumnya sangat tinggi.
Terhadap keberadaan produk ini, pantas untuk diberikan catatan: pertama, kalau kandungan alkoholnya di atas 12 persen, apakah akan memperoleh izin produksi dan izin edar dari BPOM?. 
Kedua, menyimak cerita tetua Bali tentang ekonomi perdesaan  di tahun tahun pertama pasca proklamasi kemerdekaan, beliau-beliau yang menjadi Perbekel di era itu bercerita  upaya untuk mengangkat warga desa dari "kubangan" kemiskinan mengalami banyak  hambatan pada masyarakat yang sudah kecanduan minuman keras - memunyah -. 
Ekonomi keluarganya umumnya didera  kemiskinan, kesempatan menyekolahkan anak, tamat SD, melanjutkan SMP dan SMA menjadi hilang. Realitas tersebut sudah berlangsung lebih dari 60 tahun, tetapi kalau menyimak realitas ekonomi perdesaan Bali, pengalaman masa lalu  yang pahit itu tetap relevan.
Ketiga, setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat perdesaan, melalui peningkatan produksi produk-produk lokal perdesaan, yang kemudian menjadi komoditas ekspor sudah tentu sangat dihargai dan  perlu didukung, hanya saja perlu dihitung secara cermat  analisa biaya - manfaat ( economic & social cost benefit ratio), sehingga keputusan yang diambil tidak terburu- buru, meminjam " sesenggak" tetua Bali: "gangsar tindak kuang daya" - keputusan  terlalu cepat kurang pertimbangan matang dan ada risiko gagal, ataupun kalau berhasil biaya sosialnya amat tinggi.
*) Jro Gde Sudibya, ekonom, berpengalaman sebagai konsultan ekonomi Bali dan pengamat kebudayaan.