Banner Bawah

Budaya China di Bali, Akulturasi dan Transformasi Selama 1000 Tahun

Admin - atnews

2023-01-22
Bagikan :
Dokumentasi dari - Budaya China di Bali, Akulturasi dan Transformasi Selama 1000 Tahun
Slider 1

Oleh Putu Suasta
Pada momentum Tahun Baru Imlek 2023 (2574), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) bersama stakeholder pariwisata di Bali  menyambut kedatangan kembali wisatawan mancanegara (wisman) asal Tiongkok setelah keputusan pemerintah negara itu yang mencabut pembatasan perjalanan ketat internasional pada 8 Januari 2023. 

Penerbangan langsung wisman Tiongkok ke Bali perdana pada 22 Januari 2023 dengan penerbangan maskapai Lion Air dari Shenzhen yang membawa sebanyak 210 pax disambut oleh Gubernur Bali Wayan Koster didampingi Wagub Cok Ace di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.

Kedatangan kembali wisatawan Tiongkok ini diharapkan dapat mendukung target kunjungan wisatawan mancanegara yang tahun ini mencapai 3,5 juta-7,4 juta kunjungan. Tiongkok sendiri merupakan salah satu negara pasar terbesar untuk pariwisata di Indonesia. 

Menparekraf Sandiaga menekankan pihaknya bersama pihak-pihak terkait akan berkolaborasi memastikan pelaksanaan kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif, khususnya terhadap wisatawan asal Tiongkok, dijalankan dengan memperhatikan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin. 

Hubungan Indonesia (Bali) dengan Tiongkok (China) yang berlangsung sejak 1000 tahun yg lalu sehingga warisan kebudayaan   bisa ditemui hingga saat ini.

Kebudayaan Bali tak berjalan sendiri. Ada beberapa pengaruh unsur budaya lain dalam perjalanan historinya. Pengaruh kaum penjajah tentu memiliki andil yang tak kecil dalam ‘akulturasi ’ kebudayaan Bali. Jejak itu misalnya terdapat dalam aspek bahasa, arsitektur, perabotan rumah tangga, ​kesenian dan sebagainya. Akulturasi sesungguhnya telah terjadi dari abad ke 9. Peristiwa persenyawaan  ini bukan saja berlangsung dalam konteks kolonisasi, namun juga dalam pergaulan yang lebih luas, misalnya dalam pergaulan perdagangan, lawatan kultural dan spiritual.

Menilik dari perjalanan sejarah keberadaan orang China dan budayanya di Bali, bahkan juga di seluruh nusantara , jelaslah kehadiran budaya China di Bali  telah ada sejak berabad-abad silam dan mengalami proses tingkat akhir dari tahapan akulturasi, yaitu asimilasi. 

Meleburnya produk budaya China yang telah  memudahkan terbangunnya kerja sama apa pun, apalagi di bidang budaya, terutama kesenian. Kesenian adalah aktivitas manusia yang hanya mempunyai kecenderungan estetik dan humanisme, oleh karena itu, memulai mewujudkan kebersamaan melalui kesenian adalah suatu permulaan humanisme yang baik.
 
Yang menarik dari akultursi kebudayaan Bali ialah kuatnya pengaruh China di Bali. Pengaruh ini justru tidak melalui peristiwa kolonisasi, yaitu penguasan China atas Bali, melainkan melalui berbagai peristiwa pergaulan, di antaranya ialah perdagangan, perlawatan, juga bukan tak mungkin serdadu China yang tak kembali ke negerinya ketika mencoba menaklukkan kerajaan—kerajaan di Nusantara. Namun berdasarkan beberapa catatan, kunjungan China ke Bali lebih banyak karena lawatan dan perdagangan. Bahkan disebutkan juga sejumlah warga China (Tionghoa) bermukim di Bali, pertama kali diketahui di Singaraja.
 
Kebudayaan China memiliki keterkaitan erat dalam perjalanan kebudayaan Bali. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eve Tedja dan Dicky Lopulalan dalam proyek “Balichinesia” menemukan bukti-bukti akulturasi yang sangat kuat. Dalam penelitiannya, mereka menulis bahwa orang Bali menganggap orang China sebagai kakak tertua dan memasukkan unsur-unsur budaya China dalam kesenian dan ritual adat. Tari baris China, barong landung, hingga gong beri, adalah contoh-contoh pengaruh budaya China dalam seni tari Bali. Di wilayah sastra, oroang Bali sangat mengenal cerita Sampik Ingtai yang jelas-jelas berasa dari China.
 
Mereka juga menemukan cerita rakyat yang cukup terkenal dari perkawinan raja Bali Sri Raja Jaya Pangus dengan putri China bernama Kang Cing Wei pada abad ke-12 atau paangan beda budaya yang kemudian berakhir pada keberadaan Pura Balingkang di Kintamani. Selain itu, penggunaan uang kepeng atau koin China yang bagian tengahnya bolong sampai sekarang adalah bagian dari kelengkapan upacara yang harus ada. (BBC News Indonesia, "Balichinesia": Melihat Akulturasi Budaya dalam Identitas "Cina Bali", 16 Februari 2018). Beberapa peneliti yang lain, juga lembaga peneliti seperti LIPI, menemukan fakta yang kurang lebih sama.
 
Namun proses asimilasi dua budaya atau lebih bisa juga terjadi karena faktor kesamaan kultural. Seorang peneliti LIPI yang juga pakar Studi China Universitas Indonesia, Thung Ju Lan, mengakui bahwa benar, di satu sisi ada kesamaan antara identitas budaya orang Bali dengan Orang China, seperti kesamaan agama leluhur, namun itu bukan satu-satunya yang menentukan. Persamaan dengan orang Bali, menurutnya, lebih terkait dengan tradisi dan religi. Baik di kalangan orang China maupun orang Bali, religi sudah menyatu ke dalam klan melalui ritual di pura atau kelenteng (BBC News Indonesia, "Balichinesia": Melihat Akulturasi Budaya dalam Identitas Cina Bali’, 16 Februari 2018).
 
Orang China maupun beberapa budayanya yang kemudian menjadi satu dalam budaya Bali adalah suatu proses yang sangat panjang. Peristiwa itu sering kali melalui berbagai tahapan yang kadang tak mudah. Thung Ju Lan menyebutkan, akulturasi adalah proses yang panjang. Mulai dari kontak, interaksi, integrasi baru kemudian akulturasi. Tahap akhir barulah asimilasi. Dalam konteks sebagaimana yang dikatakan Thung Ju Lan, dan melihat juga betapa lekatnya produk budaya China di Bali. orang China di Bali dan sejumlah budayanya sesungguhnya telah mencapai tahapan asimilasi. Pengakuan Eve Tedja sebagai keturunan Tionghoa Bali mengungkapkan, ia lebih merasa sangat diterima sebagai warga keturunan di Bali ketimbang ketika ia berada di Jakarta.
 
Berdasarkan jejak sejarah, China datang ke Bali hampir tanpa konflik untuk mengatakan tidak sama sekali. Mereka masuk ke dalam pergaulan masyarakat dan budaya Bali melalui perkawinan, perlawatan dan perdagangan. Orang-orang China diterima di Bali karena, berdasarkan penelitian dan pendapat pakar, adalah banyaknya kesamaan di antara dua bangsa ini, terutama mereka memiliki kesamaan dalam religi dan tradisi. Inilah salah satu faktor mengapa budaya China gampang berasimilasi dalam budaya Bali. Selain itu, kedatangan China ke Bali juga tidak ada sedikit pun upaya penaklukan, mereka bahkan melebur dalam aktivitas masyarakat Bali.
 
Harmonisnya dua budaya itu pada akhirnya menyelaraskan kehidupan masyarakat China dan orang-orang Bali. Bahwa kemudian terjadi pemisahan peran profesi di mana orang-orang China kemudian lebih berfokus kepada tindakan ekonomi perdagangan dan masyarakt Bali lebih memilih kepada usaha agraris dan mendedikasikan kehidupannya pada aspek budaya, hal itu tidak menurunkan keselarasan yang telah terbangun sejak berabad-abad lampau. Berdasarkan jejak sejarah pula, hampir tak ditemui konflik ras pada orang China dan Bali di Pulau Dewata ini. Inilah representasi dari bentuk asimilasi dua budaya paling konkret yang pernah ada di dunia ini.
 
Dalam sosiologi kontemporer di mana suhu politik saat ini mengedepan sebagai pemicu konflik, persoalan ras pernah menjadi isu yang santer, tertuama di pusat-pusat kota besar di Jawa dan beberapa daerah lain, Bali tak terpancing oleh isu tersebut. Orang China tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa tanpa cemas oleh berhembusnya isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Ini karena keselarasan dan keharmonisan orang Bali dan Orang China di Bali telah melebur dalam asimilasi yang solid dan telah berumur berabad-abad. Sehingga sekuat apa pun rusuh ras sebagaimana yang terjadi pada 1998 silam di Jakarta, sama sekali tak berpenaruh di Bali.
 
Kuatnya kebersatuan orang China dan orang Bali di Bali lebih menyadarkan kedua pihak untuk menjaga dan mempererat keselarasan yang telah terbangun dan terbentuk dari sejak masa sejarah. Daya rekat asimilasi itu ialah dengan menjalin kerja sama budaya, terutama saat ini yang paling memungkinkan ialah kerja sama kesenian. 

Beberapa yang telah diwujudkan ialah dengan menyelenggarakan pameran lukisan antara seniman China dengan seniman Bali, work shop seni bersama, diskusi lintas budaya antara seniman Bali dan China sering kali menjalin komunikasi kreatif untuk mengedepankan masa depan kesenian bersama. Juga baru-baru ini sejumlah seniman dan budayawan Bali  diundang pemerintah China dalam rangka pertukaran budaya.
 
Beberapa seniman Bali mendapat undangan dari pemerintah China untuk mengunjungi China. Mereka itu Made Somadita, Polenk Rediasa, Chusin Setiadikara, Agung Rai ARMA,redika dan Putu Suasta . Konsul China di Bali  memiliki perhatian yang serius terhadap seni rupa dan kebudayaan  Bali . Mereka menyadari bahwa ada keterkaitan yang erat antara kebudayaan Bali dan China.
 
Itulah mengapa dalam beberapa even seni rupa, Konjen China di Bali memberi perhatian yang serius, men-support dan beberapa kali mengadakan kerja sama dalam bentuk pameran antara seniman Bali dan seniman China. Seperti yang dilakukan di musium ARMA dan di Sudakara Sudamala.Tentu saja kerja sama dan kepedulian budaya ini menemukan sinerginya yang pas mengingat Bali dan China memiliki kekayaan budaya satu sama lain.
Dimasa dean faktor kebidayaan ini akan menjadi diplomasi kebudayaan yang akan mempererat hubungan kebudayaan Bali dengan kebudayaan China dan hibungan megara Indonesia dan negara China.

*) Oleh Putu Suasta, Alumnus Fisipol UGM dan Universitas Cornell

Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Reklamasi Memperkosa Branding Pariwisata Makasar

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Sewa Pertokoan di Dalung

Sewa Pertokoan di Dalung

Desa Wisata Pemuteran, Mengenang Sang Perintis AA Prana (alm) Seorang Social Entrepreuner

Desa Wisata Pemuteran, Mengenang Sang Perintis AA Prana (alm) Seorang Social Entrepreuner

Kenapa Umat Hindu Etnis Indonesia Tak Merayakan Diwali?

Kenapa Umat Hindu Etnis Indonesia Tak Merayakan Diwali?

Festival Bahari di Laut Bondalem, Keren dan Menyejarah

Festival Bahari di Laut Bondalem, Keren dan Menyejarah