Jakarta (Atnews) - Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) yang akrab disapa Gus Adhi getol mendorong pelestarian Subak meskipun tidak lagi bertugas di Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian.
Subak merupakan warisan budaya adi luhung, patut diberdayakan lebih optimal karena potensinya sangat tinggi sebagai penopang budaya dan pangan serta bonusnya pariwisata.
Pada tanggal 29 Juni 2012 dalam sidang ke-36 Komite Warisan Dunia UNESCO di kota Saint Peterburg, Federasi Rusia, pengusulan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia telah disetujui dan ditetapkan.
Sesuai dengan pengajuannya, Subak di Bali yang memiliki luas sekitar 20.000 ha terdiri atas Subak yang berada di lima kabupaten, yaitu kabupaten Bangli, Gianyar, Badung, Buleleng, dan Tabanan.
Dalam pandangan masyarakat Bali, Subak adalah cerminan langsung dari filosofi dalam agama Hindu Tri Hita Karana (tiga penyebab kebaikan), yang mempromosikan hubungan yang harmonis antara individu dengan alam semangat (parahyangan), dunia manusia (pawongan), dan alam (palemahan).
Subak Desa Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, Bali, menjadi kebanggan Pemerintah Indonesia. Jatiluwih yang terpilih menjadi salah satu lokasi yang akan dikunjungi delegasi World Water Forum (WWF) 2024 yang akan digelar pada 18-25 Mei 2024.
Dalam persiapan kedatangan delegasi WWF, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengunjungi telah mengunjungi Jatiluwih, Jumat (3/05/2024).
Menparekraf Sandiaga menyampaikan, pengelolaan air di Bali yang penuh dengan kearifan lokal dan sudah mendapatkan pengakuan dunia oleh UNESCO dinilai siap untuk ditampilkan sebagai site visit dalam WWF 2024.
Selain itu, Desa Jatiluwih juga memiliki beberapa aktivitas untuk ditawarkan kepada wisatawan, di antaranya trekking sambil menikmati keindahan rice terrace atau terasering persawahan dan lain sebagainya. Sehingga, hal ini sangat cocok untuk ditampilkan di hadapan delegasi WWF 2024.
Untuk itu, keberpihakan pemerintah agar totalitas melestarikan Subak untuk melindungi air Pulau Dewata pada momentum WWF 2024. Tanpa air, Subak akan hilang dan pertanian rusak, begitu pun budaya Bali akan pudar. Ketika budaya pudar, wisatawan pun enggan datang ke Bali.
Subak bukan semata-mata sistem pertanian, tetapi Subak mewakili budaya Bali yang berbasis pertanian. Pada Subak, tecermin budaya gotong-royong, pelestarian lingkungan, pengetahuan musim, angin, dan pengendalian hama.
Oleh karena, lanskap budaya Provinsi Bali merupakan budaya pertanian (agraris).
Maka dari itu, idealnya bantuan untuk Subak itu Rp100 juta minimal dan kalau digerakan sebagai sektor produksi pangan minimal diberikan diangka Rp500 juta.
Namun saat ini, pihaknya menilai perhatian terhadap desa adat sangat jauh, baru diberikan Rp300 juta, sedangkan Subak Rp10 juta, sebelumnya masa kepemimpinan Gubernur Bali Mangku Pastika Rp50 juta per tahun.
Upaya itu dalam memastikan Subak bisa abadi, petani Bali sejahtera dan dijadikan tempat lumbung pangan Indonesia Timur.
"Inilah yang patut dilakukan oleh pemerintah Provinsi Bali kalau mau mensejahterakan petani dan dalam mengantisipasi alih fungsi lahan yang sekaligus bisa juga menjadi lumbung pangan Indonesia Timur," kata Gus Adi di Denpasar, Rabu (15/5).
Gus Adhi juga telah meminta PJ Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya agar meningkatkan BKK Subak saat bertamu di Rumah Dinas Gubernur Bali, tanggal 16 Maret 2024.
"Beliau (Pj Gubernur Bali-red) saat itu sudah berkenan akan menaikan BKK Subak dari Rp10 juta menjadi Rp25 juta ditahun 2024 ini. Mudah-mudahan bisa direalisasikan oleh Beliau," ujarnya.
Diharapkan, pemimpin Bali benar-benar berorientasi pada pembangunan bangsa, mengedepankan kelangsungan budaya dan lingkungan.
Semangat itulah yang melahirkan pungutan WNA yang tersurat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali. Telah lahir pula Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali.
Program lingkungan dan budaya harus kongrit dilakukan. Upaya itu agar wisatawan datang ke Bali tetap merasa kagum dan lingkungan.
Gus Adhi pun mengaku mengawal ketika pembahasan RUU Provinsi Bali dan memperjuangkan masuknya karakteristik kearifan lokal Bali, tidak hanya desa adat tapi juga subak. Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini berhasil memperjuangkan desa adat dan subak masuk di pasal 6 dan pasal 8 draft RUU Provinsi Bali ini.
Intinya Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan pendanaan dalam rangka penguatan pemajuan kebudayaan, desa adat, dan subak melalui Pemerintah Daerah Provinsi Bali.
Selain sumber pendanaan tersebut dalam rangka perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali, Pemerintah Daerah Provinsi Bali dapat memperoleh sumber pendanaan yang berasal dari pungutan bagi wisatawan asing; dan kontribusi dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
"Ini adalah tanggungjawab dan PR pemimpin-pemimpin Bali ke depan," tegasnya.
Sekaligus pembangunan Bali sesuai visi dan misi bernegara berdasarkan Pancasila, UUD NRI 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Dengan visi "Menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur". Sedangkan misi "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".
Sementara itu, Putu Suasta mendukung penuh komitmen Gus Adhi dari kalangan anak milineal yang getol memperhatikan Subak dan pertanian.
Memang saat ini, Bali memerlukan anak muda yang berwawasan internasional dan pergaulan global ikut menjaga Bali. Mengingat Guru Besar Subak Prof Wayan Windia dari Sukawati Gianyar sudah berpulang, selama beliau masih aktif sebagai Dosen Universitas Udayana (Unud) getol menyoroti Subak, termasuk ikut memperjuangkan agar diakui UNESCO.
Suasta yang juga Alumni UGM dan Cornell University menyebut bahwa kerajaan-kerajaan besar di dunia, selalu membangun embrio kerajaannya di kawasan yang dekat dengan sungai (air).
Termasuk Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dll. Lalu air dimuliakannya, sebagai sumber kehidupan, dengan menjaganya dari pengotoran. Kemudian muncullah kebudayaan dan peradaban yang tinggi.
Rsi Markandya ketika membangun sistem subak, memulainya di kawasan yang dekat dengan sumber air di Subak Puakan, kawasan Desa Taro-GIanyar.
Memuliakan air, berarti memuliakan gunung, hutan, dan danau terlebih dahulu. Bila program ini sudah berjalan dengan baik, maka sawah dan subak di Bali akan baik dan ikut dimuliakan
Pejuang Subak agar lahir kembali, upaya itu supaya Subak di Bali tetap lestari, warisan Rsi Markandya yang disebut sebagai Bapak Pendiri Subak di wilayah: Tani, Wanua, Banua, Desa Pakraman, ring sawewengkon jagat Bali Dwipa.
Hanya dengan kesadaran seperti itu, maka kita menjadi respek pada sektor pertanian dan lembaga Subak, yang mulai dibangun oleh Ide Rsi Markandya, pada awal Abad ke-10.
Eksistensi Subak di ketahui dari prasasti Pandak Badung di Kabupaten Tabanan pada tahun 1971 dan Prasri Klungkung 1972.
Jika dilihat dari Prasasti 1971 mungkin, Subak telah ada jauh sebelumnya.Atau dapat dikatakan Subak telah ada seribu tahun lamanya.
Menurut Alm. Prof Windia, tujuan atau fungsi Subak mulai dari Mendistribusikan air irigasi ke para petani, Memelihara saluran irigasi, Menggelola sumber daya seperti, uang maupun tenaga kerja, Menangani konflik selanjutnya Mengadakan ritual.
Dipercaya bahwa Subak Puakan, terletak di Kawasan Desa Taro Kab. Gianyar, merupakan Subak yang pertama dibangun oleh Ide Rsi Markandya.
Luasnya sekitar 12 ha. Subak ini terletak di kaki perbukitan Bali Tengah. Mungkin Subak yang paling hulu di kawasan Bali Selatan.
Indikasinya terletak pada lokasi Pura Gunung Raung di Kawasan Desa Taro, yang memuja Ide Rsi Markandya. Lokasi pura, hanya sekitar dua kilometer dari kawasan Subak Puakan tersebut.
Saat ini kawasan Subak itu sudah mulai porak poranda. Banyak sudah terjadi alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan, peternakan dll. Kalau sawah di Subak itu habis, maka Bali akan kehilangan sejarah.
Sejarah tentang Subak pertama yang dibangun oleh Ide Rsi. Generasi yang akan datang akan kehilangan jejak. Hanya ada pura saja yang memuja Ide Rsi. Tapi hasil karyanya yang pertama, yakni berupa Subak Puakan, mungkin akan segera punah, kalau tidak ada tindakan strategis.
Berkait dengan terancamnya Subak Puakan (subak yang pertama dibuat oleh Rsi Markandya), Alm. Prof Windia meminta kepada pemda di Bali untuk memberikan atensinya. Jangan biarkan Subak Puakan hancur lebur. Subak itu sangat perlu diselamatkan sebagai bagian dari sejarah Pulau Bali. Sebab Pulau Bali banyak memiliki sejarah.
Selain itu, UNESCO juga sudah memberi peringatan pada ancaman kelestarian lansekap subak serta sumber-sumber air di Bali. Warisan Budaya Dunia (WBD) Lansekap Subak yang meliputi sumber air seperti hutan, danau, pura, sawah, dan daerah aliran sungai (DAS) jadi taruhan bagaimana Bali mengelola kawasan hijaunya.
Dengan demikian, Suasta meminta Pemerintah, khususnya Gubernur Bali dan Bupati melakukan segala usaha dalam melestarikan Subak tersebut.
Komitmen itu akan tercermin pada rancangan APBD-nya. Apabila tidak tercantum dalam APBD, diyakini pejabat tidak ada komitmen terhadap pelestarian budaya Bali yang sudah dikenal dunia.
"Jika mereka berbicara Subak, dinilai hanya sebatas lip service. Bali identik pertanian dari Subak warisan Rsi Markendnya," tutupnya. (GAB/ART/001)