Oleh Jro Gde Sudibya
Sabtu, 22 Juni 2024, raina Tumpek Wayang, momentum untuk berefleksi dalam realitas sosial ANOMALI di zaman "susah" Kaliyuga. Anomali sosial yang bercirikan, umumnya manusia tidak memegang teguh Dharma dan Swadharmanya, akibatnya etika moral "ditekuk", hukum dijadikan alat penguasa untuk memperpanjang kekuasaan, dan mirisnya penegakan hukum "diperdagangkan".
Cirinya senyatanya dari zaman Kaliyuga, kesadaran murni manusia ditundukkan oleh keserakahan dan juga kebodohan plus kemalasan. Zaman menuju kegelapan peradaban dan juga kebudayaan.
Diperlukan insan-insan manusia berkarakter kuat STITHA PRAJNA, punya kecerdasan seimbang, terus berkarya di jalan DHARMA, tanpa terikat pada hasilnya VAIRAGYA.
Mereka yang mampu melawan arus (against the stream) dari kekuatan "perusak" kekuasaan di zaman Kali, yang antara lain bercirikan, pertama, mereka yang sedang berada di puncak kekuasaan, tidak haus kuasa, UPAWASA akan jebakan destruktif kekuasaan di zaman Kali.
Kedua, mampu menjadi pencerah (enlighting) dari "krumunan" manusia yang mengalami kebingungan, manusia yang pada dasarnya baik, tetapi "terjebak-terikat" oleh kekuatan MAYA (kesementaraan).
Ketiga, mampu menularkan (contagation effect) kemuliaan kehidupan dari keteladanan yang dipancarkan, dalam "lautan": keserakan, multiplikasi keinginan, kebanggaan (palsu) dari kekuasaan yang tidak amanah.
Dalam konteks ini, penyebaran sastra rohani yang mencerahkan, dalam karya berkesenian yang mudah dimengerti publik (yang mengalami pendangkalan kecerdasan dan juga rasa) menjadi semakin penting.
*) Jro Gde Sudibya, pendiri, sekretaris LSM Kuturan Dharma Budaya.