Denpasar (Atnews) - Asosiasi Advokat Indonesia Officium Nobile (AAI ON) Denpasar kembali melakukan audensi dengan Kejaksaan Tinggi Bali, DPRD Bali dan Pengadilan Tinggi Bali untuk meminta restu agar rencana Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) pada 11-12 Desember 2024.
Munaslub AAI ON 2024 akan berlangsung di Sanur, Denpasar Bali 11 - 13 Desember 2024 dengan tema: "Melalui Munaslub AAI ON 2024, Kita wujudkan kebersamaan dan Persatuan Asosiasi Advokat Indonesia".
Silaturahmi ketiga ke institusi hukum di Bali tersebut yang menjadi mitra penting AAI ON di Denpasar, Senin (9/12).
"Munaslub kali bertujuan untuk konsolidasi internal dan membenahi kinerja serta menyatukan visi dan misi organisasi," kata Gede Wija Kusuma, S.H., M.H. (GWK), Ketua Panitia Munaslub AAI ON yang juga Ketua AAI ON Denpasar.
Hal itu disampaikan usai diterima Kejati Bali Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H yang didampingi Koordinator Intelijen Ketut Sudiarta, S.H.,M.H dan Asisten Intelijen Candra Purnama. Termasuk diterima oleh Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya yang dikenal Dewa Jack.
Sementara Gede Wija Kusuma didampingi Koordinator Publikasi dan Media, Drs I Ketut Ngastawa, SH, MH, I Dewa Agus Satriya Wibawa, S.H., M.H., Arindi Ayudia, S.H., MH., Kadek Miartha, S.H., M.H., Kadek Ary Primayanti, S.H., M.H. dan Narsis, S.H., M.H.
Namun pada prinsipnya pihaknya memberikan dukungan terhadap ketentuan yang diisyaratkan untuk penerapan "single bar", sebagai AAI sangatlah patuh terhadap konstitusi, artinya taat terhadap ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Namun kenyataannya setelah diterapkan banyak sekali organisasi advokat yang justru tidak mematuhi atau tidak sejalan sebagaimana diamanatkan undang-undang tersebut.
"Dalam pikiran kami tentu sangatlah menjadi suatu pekerjaan besar karena jumlah organisasi advokat (OA) sudah hampir mencapai 58 organisasi.
Maksudnya pemerintah justru sangatlah baik, artinya OA dapat disatukan dalam suatu wadah yang memiliki satu kesatuan kode etik dan pengawasan," ujar GWK.
Sementara itu, Drs. I Ketut Ngastawan S.H., M.H. menegaskan bahwa profesi advokat sebagai salah satu "Catur Wangsa" penegakan hukum di samping Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan, Jadi bagaimana mungkin advokat sebagai bagian dari itu masih terdapat oknum-oknum yang cenderung berpotensi melanggar hukum atau abai terhadap kode etik profesi advikat.
Hal ini mungkin disebabkan karena begitu banyaknya OA yang tidak melakukan sistem perekrutan anggota yang benar sehingga tidak memiliki kapasitas dan integritas dalam menjalankan profesinya ssbagai advokat yabg nota bene sebagai profesi mulia (officium nobile).
Ke depan, dimungkinkan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Prof. Yusril Ihza Mahendra sebaiknya mengkoordinasikan kepada seluruh OA terkait polemik dikotomi apakah hendak bersatu untuk penerapan "single bar" dengan segala plus dan minusnya atau "multi bar" tetap seperti yang berkembang belakangan ini
"Terpenting adalah bagaimana kesungguhan pemerintah dengan hal tersebut, apakah serius atau sekedar "lips service" saja. Saya berharap pemerintan lebib serius untuk.mequjudkan komitmen tersebut dengan mengundang berbagai OA", pungkas Ngastawa (GAB/ART/001)