Uang Rakyat untuk Kesejahteraan: Gus Adhi Minta Kembalikan Fungsi Dana Hibah, Bukan untuk Politisasi
Admin - atnews
2024-12-14
Bagikan :
Badung (Atnews) - Politisi, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra dikenal Gus Adhi (AMP) yang juga mantan Anggota DPR RI meminta pemberian dana hibah atau bansos bisa dikembalikan lagi ke jalur seharusnya sehingga memiliki manfaat optimal bagi masyarakat.
Sebagaimana fungsinya yang bersifat partisipasif dan dijauhkan dari segala bentuk politisasi, karena dana itu merupakan uang milik rakyat.
"Jadi saya berharap, pemberian hibah dan Bansos bisa kembali ke jalurnya. Jangan lagi ada politisasi, kembalikan sesuai peruntukannya di masyarakat," kata Gus Adhi kepada awak media beberapa waktu lalu.
Demikian ditegaskan karena maraknya dugaan politisasi hibah mengarah ke money politics, dilakukan para calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024 khususnya di Bali.
Menurutnya, haram hukumnya bagi calon kepala daerah memanfaatkan dana hibah atau Bansos (Bantuan Sosial) untuk kepentingan politik pribadi.
"Jelas (Politisasi Hibah, red) haram hukumnya. Karena dalam Undang-Undang Pemilu sudah diatur soal itu, seseorang yang akan maju menjadi calon (kepala daerah, red), apalagi incumbent, tidak boleh lagi menjalankan kebijakan penyaluran hibah. Karena hibah tersebut sifatnya menjadi berbeda, menguntungkan dan merugikan masing-masing pihak yang berkontestasi. Seharusnya Bawaslu jelang Pilkada sudah tahu soal aturan ini, jika benar ada faktanya calon incumbent masih menyalurkan hibah jelang kontestasi, atas nama hukum seharusnya yang bersangkutan batal sebagai calon," ujarnya.
Jika saat ini kabar yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa, Politisasi Hibah marak terjadi di Bali seharusnya sejak awal sebelum dimulainya perhelatan akbar, hal tersebut menjadi kewenangan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan upaya pencegahan adanya dugaan pelanggaran Pemilu berorientasi money politics alias politik hibah.
Sebagai tokoh politik yang gencar menyuarakan anti politik uang, ia juga menyayangkan apabila adanya dugaan politisasi hibah di Pilkada Bali 2024 masih dilakukan oknum-oknum calon kepala daerah, secara tidak langsung telah menciderai proses demokrasi di Bali.
"Ibarat ada asap pasti ada api. Jika di masyarakat sudah menjadi buah bibir, harusnya KPU dan Bawaslu itu yang berwewenang. Dari pra hingga pasca kontestasi seharusnya mereka tanggap soal masalah ini, kemana saja? Apa sudah lupa dengan aturannya? Jika ditemukan (politisasi hibah, red) faktanya, sudah barang tentu calon yang melakukan harusnya batal atas nama hukum," pungkasnya.
Secara terpisah, Ketua Umum (Ketum) DPP Advokat Indonesia Officium Nobile (AAI ON) Dr Palmer Situmorang SH MH meminta aparat penegak hukum (APH) di Bali lebih responsif mengimplementasikan program Presiden Prabowo bersih-bersih dari korupsi.
Agenda perang melawan korupsi sudah disampaikan berulang kali oleh Presiden Prabowo, bahkan sejak hari pertama menjadi Presiden. Prabowo sudah menegaskan tekadnya melawan korupsi sampai tuntas.
Untuk itu, gaung yang dilontarkan oleh Presiden Prabowo telah memberikan kebranian yang besar bagi APH baik kepolisian maupun kejaksaan mengambil tindakan dalam memberantas korupsi Pulau Dewata.
"Nah, bagaimana aparat penegak hukum (APH) di Bali, sudahkah Anda proaktif? Sikat semua korupsi tanpa pandang bulu. Presiden Anda telah mencanangkan perang melawan korupsi. Jangan biarkan Bapak Prabowo bicara jadi omon - omon," kata Palmer Situmorang.
Hal itu disampaikan usai pelaksanaan Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) Asosiasi Advokat Indonesia Officium Nobile (AAI ON) di Denpasar, Jumat (13/12).
Munaslub AAI ON 2024 berlangsung di Sanur, Denpasar Bali 11 - 13 Desember 2024 dengan tema: "Melalui Munaslub AAI ON 2024, Kita wujudkan kebersamaan dan Persatuan Asosiasi Advokat Indonesia".
Acara itu dihadiri Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya, Anggota Kehormatan AAI ON Dr Made Mangku Pastika yang juga Gubernur Bali dua periode 2008-2018 dan Anggota DPD RI Dapil Bali 2019-2024, Ketua Organizing Committee (OC) Munaslub, I Gede Wija Kusuma, S.H., M.H. yang juga Ketua AAI ON Denpasar.
Menurutnya, pemberantas korupsi tersebut sudah menjadi komitmen pemerintah pusat. Upaya itu agar semua lini pemerintah baik desa hingga provinsi tidak lagi melakukan korupsi.
Tanda-tanda zaman itu, diharapkan oleh semua pihak, khususnya bagi APH di Bali lebih proaktif.
Apalagi uang negara atau uang rakyat harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat bukan untuk golongan tertentu.
Ditegaskan, jangan uang negara, digunakan untuk kepentingan politik. Misalnya digunakan memenangkan Pemerintahan Desa (Perbekel), Pemerintah Provinsi (Gubernur) dan kabupaten(Bupati)/kota (Walikota).
Itu anggran milik rakyat, anggaran negara bukan untuk kepentingan golongan atau memenangkan satu partai atau satu kelompok tertenu. Itu uang rakyat untuk kesejahteraan.
"Kalau memenangkan seseorang, dua orang atau satu kelompok. Itu sudah jelas korupsi," tegasnya.
Sebelumnya, Pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Made Muliawan Arya (De Gadjah) dan Putu Agus Suradnyana (PAS) atau yang disingkat Mulia-PAS telah legawa menerima hasil penghitungan suara Pilkada khususnya untuk Pilgub hasil pleno KPU Bali di tingkat provinsi.
Namun ke depannya, Tim Mulia-PAS memberikan catatan khusus untuk melahirkan pemimpin yang benar-benar mewakili masyarakat Bali.
Paslon 01 ini juga tidak akan melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi maupun ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP). Hal itu disampaikan oleh Ketua Tim Pemenangan Mulia-PAS I Kadek "Rambo" Budi Prasetya didampingi Wakil Komandan Tim Pemenangan Mulia-PAS Kadek Cita Ardana Yudi, saat diwawancara, Rabu (11/12).
Meski tidak melakukan perlawanan, Tim Mulia-PAS memberikan catatan khusus dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.
”Terkait dengan hasil penetapan setelah pleno kemarin tingkat provinsi, kami dari Mulia-PAS tidak akan mengajukan gugatan ke MK karena di awal kami sudah menerima putusan. Namun, kami memberikan catatan yang sangat penting terkait evaluasi bersama dari elemen yang terkait agar Pemilu ke depan berjalan lebih baik,” jelasnya.
Salah satu yang disoroti oleh Paslon 01, tingginya angka golongan putih (golput). Angka partisipasi pemilih tidak ada peningkatan sehingga pemimpin yang dipilih tidak mewakili masyarakat.
"Tingkat partisipasi, dari sebelumnya masak sama, ya harus ditingkatkan. Angka per hari ini cukup tinggi pemilih yang tidak hadir. Sementara untuk memilih pemimpin harus bisa melegitimasi dari seluruh masyarakat,” beber Rambo.
Kadek Cita menambahkan, selain pelaksanaan teknis, penyelenggaraan pesta demokrasi ini yang patur menjadi perhatian adalah soal keterlibatan lembaga adat yang memenangkan salah satu paslon. Sebab, banyak rekaman yang beredar adanya dukungan lembaga adat. Seharusnya, kata dia, lembaga adat sebagai sebuah lembaga harus steril dari politik.
"Lembaga adat, lembaga bersifat netral. Lembaga adat banjar harus steril dari politik. Individu oke, tapi secara kelembagaan tidak boleh. Lembaga milik publik apapun milik publik tidak boleh dikooptasi harus netral, nol, dia bersifat netral. Ini bukan secara aturan, tapi kita bicara etika. Lembaga yang dimiliki banyak orang, isi banyak kepala yang berbeda-beda harus netral. Tidak harus ada aturan. kita sering terjebak dalam ada ini, itu malah kita melanggar,” ungkap Kadek Cita.
Pria yang juga seorang advokat ini menekankan, secara etika lembaga publik yang merupakan kelompok komunal harus netral. Hal itu dikarenakan dalam lembaga ada banyak macam pikiran sehingga pilihannya tidak boleh memihak.
”Secara etik, apapun yang menjadi sebuah kelompok komunal yang di dalamnya ada sebagai macam pikiran dan pilihan harus netral kalau memang sebagai lembaga. Secara etika harus netral,” tegasnya.
Belum lagi, lanjutnya, ditemukan politisasi bantuan sosial atau bansos Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang mengabaikan surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Berikut lengkapnya 5 catatan paslon 01 Mulia-PAS terhadap Pleno hasil rekapitulasi Pilkada Bali 2024:
1. Dalam Pilgub Bali 2024 angka Golput 30,13 persen. Hal ini menunjukkan rendahnya partisipasi pemilih masyarakat Bali sekaligus potret gagalnya penyelenggara pemilu dalam sosialisasi dan edukasi pemilih serta legitimasi pimpinan Bali yang dihasilkan perlu dipertanyakan.
2. Pendistribusian C6 sebagai bentuk undangan pemilih untuk menggunakan hak pilih ke TPS belum terdistribusi secara maksimal, terbukti masih banyaknya pemilih yang tidak mendapatkan C6, sehingga pemilih tidak datang ke TPS. Di samping itu, dalam undangan surat C6 yang ditentukan waktu datang ke TPS sehingga pemilih tidak bisa datang di waktu yang telah ditentukan oleh petugas KPPS.
3. Penyelenggara pemilu kurang optimal dalam sosialisasi, memberikan solusi atau alternatif jika pemilih tidak mendapat C6 dengan berbagai kondisi.
4. Bahwa ada indikasi pembiaran oleh penyelenggara pemilu terhadap intervensi, intimidasi serta ancaman terhadap pemilih oleh oknum aparat desa adat, desa dinas yang menciderai demokrasi. Di beberapa TPS, beberapa petugas menjabat sebagai prajuru adat, kelian adat dan kepala lingkungan, sehingga ada indikasi oleh oknum tersebut memobilisasi pemilih sangat terstruktur, sistematis, dan masif.
5. Bahwa dalam hal menuliskan formulir kejadian khusus atau keberatan yang merupakan hak dari saksi paslon tidak semua dipahami oleh penyelenggara pemilu di lapangan, terbukti dengan tidak mudahnya untuk mendapatkan formulir tersebut, tidak ditandatangani penyelenggaraan pemilu setempat hingga aksi perusakan. (GAB/001)