Buleleng (Atnews) - Kantor Imigrasi Singaraja, selama tahun 2024 mendeportasi sebanyak 30 orang Warga Begara Asing (WNA). Mereka sebagian besar dideportasi karena menyalahgunakan ijin tinggal dengan cara bekerja illegal di Bali.
Kepala Kantor Imigrasi Singaraja Hendra Setiawan mengatakan ada 21 orang WNA pemegang ijin tinggal kunjungan atau visa on arrival (VoA) yang menyalahgunakan ijin tinggal. Mereka bekerja di Bali tidak sesuai dengan ijin tinggal yang dimiliki. Beberapa pekerjaan yang dilakukan seperti menjadi instruktur yoga, instruktur diving, mempromosikan tur memancing, menjalankan bisnis spa hingga mengelola penginapan.
“Awalnya pasti dia coba dulu biasanya dia menyewa vila selama setahun, kemudian diiklankan ke sesame warga negaranya, kemudian instruktur yoga sampai menawarkan tur memancing sampai tahu sedetail itu dia pasti awalnya mencoba dulu,” tandas Hendra dalam "Press Release Capaian Kinerja dan Refleksi akhir tahun 2024" di Kantor Imigrasi Singaraja, Selasa (31/12/2024).
Selanjutnya Hendra Setiawan mengatakan puluhan WNA yang didiportasi berasal dari sejumlah negara. Di antaranya 4 orang warga negara (WN) Jerman, 4 china, 3 rusia, 2 australia, 2 Inggris, 2 Amerika Serikat, 2 Serbia, 2 Prancis. Sisanya berasal dari negara Argentina, Belgia, Ceko, Jepang, Malaysia, Rumania, Swiss, dan Taiwan yang masing-masing sebanyak 1 orang.
Selain karena bekerja illegal di Bali, sejumlah WNA juga dideportasi karena mengganggu ketertiban umum serta melebihi ijin tinggal. Ada 3 orang yang melakukan perbuatan mengggangu ketertiban umum yakni tidak membayar biaya salon, mabuk-mabukan dan tidur disembarang tempat serta karena sakit dan tidak memiliki sponsor penjamin untuk membayar tunggakan rumah sakit selama berobat. Sedangkan 6 orang sisanya dideportasi karena overstay selama lebih dari 60 hari. Selain deportasi mereka juga menerima sanksi keimigrasian berupa penangkalan.
Kini Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas II TPI Singaraja membentuk dua desa binaan keimigrasian, yakni di Desa Tamblang Jecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, dan Desa Pergung Kabupaten Jembrana. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana perdangangan orang (TPPO) di wilayah hukum Kanim Singaraja, yang meliputi Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Kabupaten Karangasem.
Menurut Kepala Kanim Singaraja, Hendra pembentukan desa binaan keimigrasian dilakukan untuk melindungi warga negara Indonesia yang ingin bekerja ke luar negeri agar terhindar dari TPPO. Program ini melibatkan Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa). Mereka bertugas untuk memberikan sosialisasi terkait bahaya TPPO kepada masyarakat.
“Sengaja kita bentuk di dua desa tersebut, berdasarkan kasus viral yang sempat terjadi. Kita berikan edukasi langsung, dan akses imigrasi semakin dekat di situ, karena kita menempatkan Pimpasa,” ujarnya.
Dengan adanya program ini, Pemerintah Desa (Pemdes) dalam hal ini Perbekel bisa berkoordinasi langsung dengan Pimpasa terkait dengan persyarakat bekerja di luar negeri untuk warga negara Indonesia (WNI). Sehingga mereka tidak harus langsung datang ke Kantor Imigrasi untuk menanyakan hal tersebut. Hal ini tentu memberikan akses informasi yang lebih mudah kepada masyarakat.
“Jadi perbekel-perbekel tidak harus jauh-jauh ke Imigrasi cukup koordinasi dengan Pimpasa,” tandasnya.
Ke-depan pada tahun 2025, Hendra menjelaskan, bahwa Imigrasi akan menambah desa binaan lagi. Selain itu pihaknya juga akan melantik seluruh pegawai Kanim Singaraja sebagai Pimpasa. Mereka akan bertugas di tempat tinggal masing-masing.
“Dia harus pasang mata pasang telinga untuk membaca situasi TPPO di daerahnya, ke depan saya akan menugaskan seluruh pegawai Imigrasi Singaraja sebagai Pimpasa, yang berperan seperti halnya Babinsa atau Bhabinkamtibmas,” tambahnya. (WAN)