Banner Bawah

Krisis Air; Ancaman dan Tantangan Peradaban Air Masyarakat Bali

Admin - atnews

2025-03-22
Bagikan :
Dokumentasi dari - Krisis Air; Ancaman dan Tantangan Peradaban Air Masyarakat Bali
Intelektual Bali Jro Gde Sudibya (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Intelektual Bali Jro Gde Sudibya yang juga anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 - 2004, Pengamat Ekonomi dan Kebudayaan Bali mengatakan, ciri melekat peradaban air masyarakat Bali dalam lontar tua Dharma Kelawasan ada tertulis "Gunung Ngewangun Urip Kaseloka Batu Karu, Munduk Lantang, Tulang Giing Jagat Bali". 

Bentang alam dari Pucak Penulisan sampai Gunung Batu Karu, "jejer kemiri" Bukit mengitari Danau Batur, Tulang Sumsumnya Pulau Bali.

Ekspresi dari agama alam yang memuliakan alam sebagai sumber kehidupan. Gambaran dasar dari Peradaban Air dari masyarakat Bali.

Selain itu, empat Danau: Batur, Beratan, Buyan dan Tamblingan, yang pasokan airnya datang dari empat hutan utama: Pengenjaran (Kintamani Barat), Penulisan (Kintamani Utara), Gunung Agung, Gunung Batu Karu, dan "jejer kemiri" Bukit dari Bon, Mangu, Beratan,"jejer kemiri" Bukit dari Tejakula di Timur sampai di Bantiran di Barat, yang menjadi "pertanda" Den Bukit (Kabupaten Buleleng), yang menjadi pemasok utama Air di Pulau Bali, menggambarkan pengelolaan holistik Alam, merupakan ciri melekat (inhaerent) dalam Peradaban Air masyarakat Bali.

Upakara "ngusaba gumi" di empat Danau, memberikan penggambaran Peradaban Air ini, menjadi melekat dalam sistem keyakinan masyarakat Bali.

Sistem keyakinan Agama Alam, Manusia tidak bisa semena-mena terhadap Alam, membangun relasi harmoni dan menjadi bagian dari Alam Raya. Sistem keyakinan, Manusia tidak punya otoritas mutlak terhadap Alam, kalau ingin selamat dalam kehidupan.

Peradaban Air yang diwujudkan dalam Sistem Subak yang telah melegenda: membangun harmoni dengan Alam, cerdas dalam manajemen Air, membangun organisasi dengan semangat solidaritas, kesejahteraan bersama sekala - biskala, dalam sistem ekonomi sosial Sosialime Relegius.


Peradaban Air Mengalami Ancaman, akibat, Sistem keyakinan monoteistik, yang menempatkan Manusia di atas Alam, sehingga boleh-boleh saja semena-mena pada Alam, yang melahirkan: modernisme, industrialisme dan kemudian kapitalisme pariwisata.

Terjadi penurunan kualitas hutan, alih fungsi lahan, penebangan liar, tidak adanya program reboisasi, proyek reboisasi yang setengah hati.

Terjadi pencemaran di lingkungan Danau, perusakan lingkungan dan penurunan kualitas lingkungan, di Danau: Batur, Beratan, Buyan dan Tamblingan dengan derajat keparahan yang berbeda. Akibat ganasnya kapitalisme pariwisata, dengan motif utama maksimalisasi laba, dominasi kekuatan modal, abai dan merusak lingkungan, dan meminggirkan masyarakat lokal secara ekonomi dan kultural.

Berdasarkan data Google, selama kurun waktu 70 tahun 1950 - 2020, suhu permukaan Bali naik, 1,9 derajat celsius, sedangkan menurut Kesepakatan Paris (2016), yang menghimpun para pakar lingkungan hidup PBB, kenaikan suhu bumi di atas 1,6 derajat celsius, membuat manusia akan mengalami kesulitan dalam melakukan adaptasi dari krisis iklim. Salah satunya, meningkatnya bencana alam hidrologi yang berdampak serius terhadap keberlanjutan Peradaban Air Masyarakat Bali.

Tantangan dalam Penyalamatan Peradaban Air Masyarakat Bali. Diperlukan program holistik penyelamatan Bali: Alam, Manusia dan Kebudayaannya.

Bahkan mendesak, Visi Sat Kerthi Loka Bali, yang memuat idealisme kesucian, kemulyaan Hutan, Danau, Laut, tidak sekadar cita-cita mengukir abstrak langit rokhani. Perlu dibumikan dengan program penyelamatan Alam yang tranparan, dengan target jelas, jadwal yang ketat dan indikator kinerja yang terukur.

Sementara itu, Alumnus UGM dan Cornell University Putu Suasta meminta Pemerintah Bali super serius mengurus air Pulau Dewata pada momentum Hari Air Sedunia atau World Water Day.

Hari Air Sedunia diperingati pada tanggal 22 Maret setiap tahun di seluruh dunia. Peringatan Hari Air Sedunia ditetapkan jatuh tanggal 22 Maret oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). 

Fokus utama peringatan itu mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 6: Air dan sanitasi untuk semua pada tahun 2030.

Untuk itu, peringatan Hari Air Sedunia menjadi kesempatan melestarikan air dan menginspirasi tindakan untuk mengatasi krisis air global.

Apalagi Bali sebagai daerah pariwisata dunia, masih ada daerah krisis air khususnya Badung yang gemerlap gemerincing dollar.

Bahkan pada musim hujan PDAM Badung alami kendala, sisi lain ada daerah-daerah kelebihan air hingga banjir.

Suasta pun menyambut baik Talkshow; Bali dan Air Sinergi untuk Kelestarian Perdaban "Satu Mata Air, Satu Masa Depan, Satu Tindakan Menyelematkan Perdaban!" di Sari Gumitir Bali, Penebel Tabanan, Sabtu (22/3).

Dengan menghadirkan narasumber Penulis dan Aktivis Sosial-Spiritual Dr I Wayan Mustika S.Kep M.Kes, Budayawan, Pembaca/Peneliti Lontar Kuno dan Pendiri Hanacaraka Institut Sugi Lanus, Praktisi Lingkungan Putu Parta Liong dengan Moderator Anggota DPR RI I Nyoman Parta.

Semestinya Pemda Bali menjadi pemimpin pelopor dalam mewujudkan ekonomi hijau atau biru, khususnya pariwisata hijau/biru.

Hal itu telah menjadi trend dunia, apalagi Bali pernah menjadi tuan rumah World Water Forum (WWF) ke-10 diselenggarakan pada tanggal 18 hingga 25 Mei 2024. 

World Water Forum itu diharapkan dapat menghasilkan deklarasi yang memuat kepentingan Indonesia mengenai integrated water resources management on small Island. 

"Menjadi komitmen pemerintah Indonesia juga untuk membawa hasil forum ini ke PBB sebagai bagian dari Water Agenda PBB," kata Luhut Binsar Pandjaitan ketika menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia.
           
Sebelumnya, Bali telah sukses menjadi tuan rumah berbagai pertemuan pemimpin dunia baik KTT ASEAN 2023 dan KTT G20 2020 menekankan pada antisipasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

Untuk itu, pentingnya implementasi ekonomi hijau dan biru segera dilakukan sehingga kepercayaan dunia kepada Bali semakin meningkat.

WWF 2024 itu mengusung tema “Water for Shared Prosperity”, forum sektor air terbesar di dunia ini yang membahas berbagai tantangan dan solusi global terkait air.

Sebelum Bali menjadi tuan rumah, WWF telah sukses digelar di  Dakar, Senegal (21-26 Maret 2022). Pertama kali WWF digelar Marrakesh, Maroko (21-23 Maret 1997).

"Acara ini baru pertama kali di gelar di Bali, Indonesia merupakan negara Asia Tenggara pertama yang terpilih sebagai tuan rumah WWF," kata Suasta yang juga Budayawan kepada Atnews di Denpasar, Rabu (24/4/25).

Momen acara itu, diharapkan pemerintah lebih memperhatikan sumber daya air di Bali dan di seluruh tanah air. 

Upaya itu mampu memperkuat posisi Indonesia di bidang manajemen sumber daya air, sejak dahulu dikenal sebagai negara maritim, jalur rempah - rempah bahkan populer lagu "nenek moyangku seorang pelaut".

Indonesia sudah pernah mencapai puncak kejayaan Maritim ketika masa Kerjaaan Sriwijaya. Hubungan Bali dengan (Odhisa) India yang berkaitan dengan air juga dikenal dengan "Bali Jatra".

Bali Jatra pun diungkap oleh Perdana Menteri India Narendra Modi ketika melakukan kunjungan KTT G20 ke Pulau Dewata di hadapan diaspora India di Indonesia. Begitu juga PM Modi menyampaikan ketika kunjungan kenegaraan itu merupakan yang pertama bagi Presiden Prabowo Subianto ke India sebagai Tamu Kehormatan pada perayaan Hari Republik India, dari tanggal 24 hingga 26 Januari 2025.

Hal itu juga menandai peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan India. Kunjungan ini diadakan untuk memperkuat Kemitraan Komprehensif Strategis yang telah dibangun kedua negara sejak tahun 2018.
           
Biasanya Festival Bali Jatra atau Perjalanan Menuju Bali dirayakan setiap tahun diselenggarakan pada bulan Kartika, atau akhir Oktober atau menjelang November.

Maka dari itu, Bali Yatra menjadi spirit kebersamaan dan persaudaraan hidup kembali dengan berdirinya Padmasana Kalingga Bali di Maritime Museum Cuttuck Odisha. Bangunan itu tidak lepas dari peran tokoh Bali bersama Pemerintah India. Tokoh Bali yakni Made Mangku Pastika tengah sebagai Anggota DPD RI Dapil Bali dan Gubernur Bali dua periode 2008-2018 dan Peraih Padma Shri Award 2020 Ida Rsi Putra Manuaba (Indra Udayana).
            
Dengan demikian, WWF merupakan kegiatan pertemuan internasional terbesar di bidang air yang membahas pengelolaan sumber daya air melibatkan berbagai pemangku kepentingan. 

Ajang itu Diprakarsai oleh World Water Council (WWC), WWF diselenggarakan setiap tiga tahun dan telah berlangsung secara rutin sejak 1997.

Diharapkan, pemerintah bisa membangun relasi dengan berbagai pihak dalam membangun kebangkitan maritim Nusantara. 

Secara khusus ada tiga misi Indonesia untuk disepakati dalam pertemuan di Bali nanti. Poin-poin itu di antaranya Center of Excellence on Water and Climate Resilience, mainstream integrated water management in small islands, dan kegiatan rutin World Lake Days atau Hari Danau Sedunia.

Di antaranya adalah pembukaan World Water Forum dengan Balinese Water Purification Ceremony di Kura-Kura Bali. Acara ini akan dihadiri sekitar 1.500 orang dengan konsep kegiatan Rahina Tumpek Uye dan Upacara Segara Kerthi.

Gema pemuliaan air juga sudah dilakukan oleh Yayasan Puri Kauhan Ubud dengan Peluncuran Program Pemuliaan Air di Tukad Oos, Selasa (14/6/2022) dengan tema "Nyapuh Tirah Campuhan" dilakukan dengan enam program aksi mulai dari revitalisasi desa wisata, hingga parade anak-anak Mahardika. 

Dalam acara peluncuran program juga dilakukan penanaman pohon upakara di areal pura, serta penyerahan bibit secara simbolis kepada desa-desa yang ikut dalam program penanaman pohon.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Staf Khusus Presiden Sukardi Rinakit, Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud Bali AAGN Ari Dwipayana Koordinator Staf Khusus Presiden, Sekda Kabupaten Gianyar Made Gede Wisnu Wijaya serta VP CSR & SMEPP Management PT Pertamina (Persero) turut menghadiri acara peluncuran tersebut. 

Menurut Ari, acara yang juga disiarkan secara tunda melalui akun Youtube Puri Kauhan Ubud TV tersebut merupakan langkah konkret Yayasan Puri Kauhan Ubud dalam merawat dan melestarikan air. Menurutnya, baik disadari atau tidak, air merupakan sumber kehidupan umat manusia, khususnya warga Bali. 

Memuliakan air baik secara langsung maupun tidak langsung juga merupakan langkah memuliakan peradaban. 

Adapun enam program aksi yang akan diluncurkan, yaitu 1) Purwa Carita Campuhan, dengan kegiatan seminar pelestarian dan pengembangan cagar budaya di DAS Oos, serta lomba video cerita rakyat "Toya Uriping Bhuwana, Usadhaning Sangaskara", 2) Ngraksa Toya, Nyiwi Pertiwi dengan kegiatan konservasi air dan tanah, serta revitalisasi ekonomi subak-subak di Das Oos, 3) Tandur Taru Usadhaning Desa dengan kegiatan penanaman tanaman produktif, upakara, dan obat, 4) Mareresik Campuhan dengan kegiatan bersih-bersih patirtan, pancoran, Tukad Oos serta pelatihan pengelolaan sampah Pura, 5) Markandyayana Rasmi dengan kegiatan Revitalisasi desa-desa wisata di sepanjang DAS Oos, pementasan seni-ekologis Nyapuh Tirah Campuhan, Pameran lukisan ekologis (Gaya Batuan, Pengosekan, Panestanan, Ubud) dan Lelang lukisan Nuwur Kakuwung Ranu, 6) Janu Sadhu Mahardhika dengan kegiatan upacara kemerdekaan di Campuhan dan Parade anak-anak Mahardika. 

Saat ini upaya pelestarian air secara komprehensif dan integrated dari hulu, tengah, hingga hilir sangat dibutuhkan.  Pemerintah bertugas menjaga alam baik gunung, danau maupun sungai, serta mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga dan merawat sungai.

Pada catatan Ari Dwipayana  menekankan empat agenda yang perlu mendapatkan perhatian masyarakat Bali.  Pertama, eksplorasi, pengayaan dan konsolidasi dalam aspek Toya Tattwa (eco-teology);  kedua, pengembangan sains dan teknologi tentang air berbasis kearifan lokal;  ketiga, penguatan politik kebijakan yang berkesadaran ekologis dan efektif dijalankan agar delivered; dan ke-empat  pembangunan gerakan kesadaran melalui edukasi, dan awig-awig sehingga menjadi perilaku etik sehari-hari. Keempat agenda tersebut, harus menjadi agenda  yang kita perjuangkan bersama.
            
Pendapat Menteri Bappenas Soeharso Monoarfa mendukung penuh upaya pelestarian air yang dilakukan oleh Puri Kauhan Ubud. Hal itu disebabkan karena saat ini di dunia berdasarkan Studi World Resources Institute (WRI) pada 2015 terdapat 36 negara dengan tingkat stres air yang tinggi, kondisi di mana cadangan air tidak mencukupi jumlah permintaan air di dalam negara tersebut. Di Indonesia, fenomena kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara diperkirakan akan terus meningkat hingga 2030. 
            
Disamping itu, Ari Dwipayana menggelar dialog virtual “Dharma Panuntun”. Kegiatan yang mendiskusikan pemuliaan air itu digelar melalui Zoom Meeting yang disiarkan di kanal YouTube Yayasan Puri Kauhan Ubud, dan dipandu langsung oleh Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, AAGN Ari Dwipayana. Hadir sebagai narasumber yaitu Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari yang didampingi pecinta lontar dan sastra Jawa Kuno, Sugi Lanus. 

Selain itu hadir  beberapa Wiku atau sulinggih mengikuti Webinar sampai berakhir, diantaranya Ida Pedanda Gede Putra Talikup. 

Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari mengatakan bahwa filosofi air sesungguhnya tidak sesederhana yang dipikirkan selama ini. Ada konsep yang sangat kompleks tentang air dalam berbagai lontar di Bali. Kebanyakan sumber lontar membahas air, yang dari  tutur menjadi purana, purana menjadi tatwa, dan tatwa itu menjadi pakem Gama Tirta.

Air yang dipadankan dengan toya dan tirta dalam lontar, menurut sulinggih asal Grya Wanasari Sanur itu, merupakan unsur yang sangat vital dalam upacara agama di Bali. 

Secara filosofis, tirta berasal dari kata, tir yang bermakna sruti, ret yang maknanya smreti, dan tha yang bermakna puja. Percampuran ketiganya itu juga menjadi simbol windu, nada, dan candra yang menjadi wujud tiga kehidupan suci dari tirta. “Membicarakan air adalah membicarakan dunia,” ungkap Ida Pedanda Wanasari.

Ida Pedanda melanjutkan, baik alam raya atau bhuwana agung maupun tubuh manusia atau bhuwana alit tersusun mayoritas oleh air. Air suci yang mengalir dan memberi kehidupan dunia terdiri atas Tirta Kamandalu, Sanjiwani, Kundalini, Pawitra, dan Mahamreta. “Jika air rusak apalagi teracuni, maka kehidupan Bali juga akan rusak,” tegasnya.

Secara spiritual, beliau menegaskan, bahwa keadaan air yang mengalir bagi umat Hindu sangatlah disucikan, sehingga orang tidak boleh membuang kotoran, buang air kecil, bahkan meludah di sungai.

Senada dengan itu, Sugi Lanus juga menekankan pentingnya menjaga air yang memiliki peran yang  luar biasa secara teologis, sosiologis maupun ekologis. Secara teologis, ia mengutip mantra yang menyebutkan air sebagai perwujudan Sang Hyang Siwa maha agung, sebagai realitas, kehidupan, dan perwujudan kehidupan itu sendiri.

Sugi Lanus juga menggarisbawahi bahwa di antara naskah warisan leluhur Nusantara, setidaknya ada 20 naskah yang secara spesifik membahas air. Disebutkan bahwa air terwujud sebagai konteks jalinan keindahan dan air sebagai variabel penting dalam inspirasi dan kedamaian yang memperteguh sang kawi. Salah satu wujud air, berupa danau ia katakan sebagai sentral air dan pusat peradaban untuk upacara, kelangsungan ekosistem dan persawahan.

“Koridor berpikir dan bertindak kita adalah pemuliaan air, orang harus tahu air adalah perwujudan Siwa yang maha agung,” katanya.

Menariknya lagi, Suasta menjelaskan, Agama Hindu di Bali secara resmi disebut oleh Kementerian Agama Indonesia sebagai Agama Hindu Dharma, tetapi secara tradisional agama itu disebut dengan banyak nama seperti Tirta, Trimurti, Hindu, Agama Tirta, Siwa, Buda, dan Siwa-Buda.

Istilah Tirta dan Trimurti berasal dari agama Hindu India, masing-masing sesuai dengan Tirta (ziarah ke spiritualitas di dekat air suci) dan Trimurti (Brahma, Wisnu, dan Siwa). 

"Pemeluk umat Hindu di Bali disebut Agama Tirta karena dalam setiap yadnya selalu menggunakan air sebagai media vital, di mana air adalah sumber kehidupan," ujarnya.

Dalam Bhagavadgita Sloka 9.26 juga disebutkan:
patraḿ puṣpaḿ phalaḿ toyaḿ
yo me bhaktyā prayacchati
tad ahaḿ bhakty-upahṛtam
aśnāmi prayatātmanaḥ
Artinya: 
Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bhakti, Aku akan menerimanya.

Dalam memuliakan air sudah ada dalam kitab suci Veda. Sloka Bhagavad Gita Sloka 7.8 dinyatakan "Aku adalah rasa di dalam air". Untuk itu, pentingnya menjaga sumber air, baik mata air, sungai dan lautan.

Dirinya baru saja menghadiri Maha Kumbh Mela di Triveni Sangam Prayagraj India yang berlangsung selama 45 hari. Sebanyak 600 juta lebih umat seluruh dunia memuliakan air Triveni Sangam (Sungai Gangga, Yamuan dan Saraswati).

Selama acara itu berlangsung, sungajmi tersebut tetap dijaga kebersihannya baik oleh pemerintah dan relawan.

Disamping itu, Gerakan Puri Kauahan Ubud mebawa isu air muncul ke permukaan membawa inspirasi sosial dan mendapatkan apresiasi oleh Alm. Prof Wayan Windia yang merupakan Guru Besar Subak dari Universitas Udayana.

Prof Windia sepakat Pemuliaan Terhadap Air Sebagai Sumber Kehidupan. Bahwa air sebagai sumber kehidupan, telah diterima logikanya secara universal. Tetapi bagaimana caranya untuk memuliakan air, hingga saat ini masih menjadi pertanyaan besar. Air yang maha penting bagi kehidupan, telah diperlakukan sebagai hal yang tidak penting. Air telah dikotori, di-polusi, dll. Demikian juga perlakuan kita terhadap udara, bumi, pertanian, dll.

Bahwa kerajaan-kerajaan besar di dunia, selalu membangun embrio kerajaannya di kawasan yang dekat dengan sungai (air). Termasuk Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dll. Lalu air dimuliakannya, sebagai sumber kehidupan, dengan menjaganya dari pengotoran. 

Kemudian muncullah kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Rsi Markandya ketika membangun sistem subak, memulainya di kawasan yang dekat dengan sumber air di Subak Puakan, kawasan Desa Taro-GIanyar.

Subak Bali, Indonesia dikenal sebagai metode pengairan sawah tradisional di Bali yang terkenal dan ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia (WBD) oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO).           

Selain itu, acara WWF itu sejalan pula dengan Hari Bumi yang rutin diperingati setiap tanggal 22 April.

Dilansir dari laman Earth Day, Hari Bumi 2024 mengusung tema "Planet vs Plastik". Tema itu sebagai bentuk seruan untuk mengakhiri penggunaan plastik dan menjaga kesehatan setiap makhluk hidup di bumi.

Diperlukan solusi oleh pemerintah dalam mengakhiri ketergantungan dari plastik. Oleh karena plastik bukan hanya sekedar masalah lingkungan hidup, tetapi dapat menimbulkan ancaman besar terhadap kesehatan manusia dan perubahan iklim.

Produksi plastik kini telah meningkat hingga lebih dari 380 juta ton per tahun. Bahkan setelah plastik hancur, plastik tetap menjadi mikroplastik, partikel kecil yang meresap ke setiap ruang kehidupan di bumi.

Namun, keberadaan Bali belakangan ini masih diterpa oleh isu sampah plastik yang belum dituntaskan. Bahkan dihebohkannya kebakaran TPA Suwung dan beberapa TPA di lainnya secara serentak di sejumlah tempat di Bali. Hampir setiap event internasional, pemerintah berwacana menutup TPA Suwung, termasuk saat ini dalam perhelatan WWF.

Dalam kesempatan Sadhguru, guru yoga dan spiritual termahsyur serta penulis asal India datang ke Bali yang disambut langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bersama Sugi Lanus, seorang pembaca manuskrip lontar Bali dan Jawa Kuno.

Sadhguru juga ikut mengharapkan menjaga bumi. Kunjungan Sadhguru ke Bali merupakan momentum untuk merefleksikan gerakan "Save Soil" yang telah dimulai Sadhguru 25 tahun lalu di India, hal itu bisa diterapkan di Bali.

Selain itu, Bali juga memiliki mantra untuk memuliakan Devī Pṛthivī  (The Mother Earth), diharapkan masyarakat Bali mampu melindungi bumi dan tanah Pulau Dewata.

Suasta juga menegaskan, Pemerintah diharapkan berpedoman pada data BPS sehingga kebijakan dilahirkan lebih tepat. Dirinya merasa sedih, adanya alih fungsi lahan di Bali setiap tahun berkisar 1200 hektar.

Kemandirian pangan di Bali belum terwujud, suplai beras, sayur - sayuran dan buah buahan dan bahan upacara dari pulau Jawa. 

Selain itu, kendala pembangunan hijau (pertanian) pajak tanah sangat tinggi dan sewenang-wenang. "Hal itu sebagai orang Bali terus menerus jual lahan karena pajak bisa naik 1000 persen banyak kasus," ujarnya.

Untuk itu, APBD difokuskan untuk infrastruktur pertanian dan penyelamatan lingkungan, bukan pembangunan yang merusak ibu pertiwi. Bahkan pihaknya menilai universitas atau perguruan tinggi kontribusinya sangat minim.

Oleh karena, trend pembangunan dunia sudah mengarah pada ekonomi hijau yang memperhatikan lingkungan berkelanjutan di tengah ancaman  krisis pangan, energi dan perubahan iklim global.

Selain itu, Bali sebagai daerah pariwisata semestinya persoalan lingkungan sudah mesti menjadi program prioritas mulai perencanaan hingga pelaksanaan, bukan sebatas jargon atau lip service.

Hal itu agar tercermin mulai dari pintu masuk Bali baik pelabuhan Benoa, Padang Bai dan Gilimanuk, begitu pula pada Bandara I Gusti Ngurah Rai. Jalan-jalan jalur pariiwsata juga ditata agar hijau dan rindang, sehingga sepanjang perjalanan di Bali semua merasa nyaman.

Dengan demikian, pihaknya mendorong agar segera mensosialisasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) sehingga disahkan menjadi UU.

Sekaligus penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam mengembangkan investasi hijau di pasar modal Indonesia.

"Mari kita kontrol bersama, setiap pembangunan di Bali agar lingkungan lestari dan berkelanjutan," tegasnya. 

Perhatian dunia terhadap lingkungan semakin besar, beragam masalah bisa timbul bisa alam rusak. Budaya dan adat Bali sangat bergantung pada pelestarian alam dan lingkungannya. 

Menurut Suasta, leluhur orang Bali begitu besar memberikan penghormatan kepada alam malalui perayaan (Yadnya) kepada tumbuh-tumbuhan (Tumpek Wariga), hewan dan binatang (Tumpek Uye) maupun pelaksanaan Bhuta Yadnya. 

Selain itu, warisan kearifan lokal, Tri Hita Karana (THK) sesuai desa kala patra diharapkan benar - benar menjadi fondasi dalam setiap pembangunan Bali sehingga sumber daya manusia (SDM) bisa bersaing secara global.

THK Forum tahun ke-3 untuk pembangunan berkelanjutan yang bertema “Future Knowledge and Blended Finance for Better Business and Better World”. Konferensi selama dua hari ini diselenggarakan di bawah naungan Presidensi Indonesia untuk KTT G20 yang dihadiri oleh pemimpin dari bisnis, keuangan, pemerintah, filantropis, dan akademisi.

THK Forum akan berperan sebagai platform untuk menggalang dukungan dan merayakan komitmen, pengumuman, dan capaian untuk mendorong Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). 

Forum itu berorientasi pada hasil, tapi tetap membuka ruang interaksi dan diskusi dari perserta agar bisa mencari solusi untuk mendatangkan

Upaya itu dalam mendukung agenda pembangunan yang disepakati dalam Sidang Umum PBB pada September 2015, yaitu Agenda 2030 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs). 

SDGs bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Untuk itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Bali harus konsisten menjaga dan mengawasi alam, hutan lindung, kawasan konservasi, taman nasional, Tahura, gunung, bukit, sungai, danau, sawah, ladang, jalur hijau dengan perundangan dan payung hukum yang sudah baku.

Ia pun mengajak para pejuang lingkungan, Parpol, LSM, Akademisi, Tokoh Publik seharusnya konsisten mengkritisi segala bentuk pembangunan yang merusak lingkungan tanpa tebang pilih.

Banyak pembangunan Bali yang berdampak pada lingkungan hidup yakni PKB di Gunaksa  Klungkung, Tol Mengwi-Gilimanuk, rencana Tersus LNG di Sidakarya, maupun rencana Bandara Bali Utara.

Mengingat lingkungan Bali semakin memprihatinkan yang perlu mendapatkan perhatian serius, khususnya kondisi hutan - hutan yang ada di Bali. Diduga adanya illegal loging yang luput dari pantauan aparat. 

Padahal keberadaan hutan di pegunungan memiliki fungsi vital dalam menjaga sumber mata air. Begitu juga di pesisir ada Hutan Mangrove, selain menghasilkan berbagai komoditas perikanan dan kehutanan, juga berperan untuk mencegah abrasi pantai, menstabilkan daerah pesisir, menyaring limbah secara alami, mencegah intrusi air laut, sebagai habitat dan tempat pemijahan beberapa jenis satwa yang tinggal di wilayah mangrove.

Pentingnya keberadaan Hutan Mangrove untuk perubahan Iklim. Jadi seluruh negara akan mempertahankan Hutan Mangrove. 

Apalagi KTT G20, Presiden Jokowi gencar mengajak masyarakat menjaga dan menanam Mangrove. Bahkan pemimpin G20 akan diajak berkunjung ke Tahura Ngurah Rai pada pancak KTT G20, 15-16 November 2022. 

Ada 17 negara yang menyatakan sanggup hadir, termasuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden tiba di Bali pada Minggu (13/11/2022) malam sekitar pukul 21.45 WITA di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.

Berdasarkan pantauan Tim Komunikasi dan Media G20, beberapa tamu negara dan kepala lembaga dunia yang hadir di antaranya Chairman World Economic Forum Prof Klaus Martin Schwab, Presiden Islamic Development Bank (IsDB) Dr. Muhammad Sulaiman Al Jasser, Director General International Labour Organization Gilbert F. Houngbo, Menteri Luar Negeri Mexico Marcelo Ebrard Casaubon, serta Menteri Urusan Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. 

Sehari sebelumnya, Presiden The Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa, juga tiba pada Sabtu (12/11) pukul 23.45 WITA. 

Indonesia sebagai negara maritim dengan dua per tiga luas wilayahnya adalah lautan, memiliki hutan mangrove terbesar di dunia. 

Luas hutan mangrove Indonesia sebesar 3,31 juta hektar merupakan 20% dari total luas mangrove di dunia. Namun teridentifikasi 600.000 hektar diantaranya kritis.

Pemerintah terus berupaya untuk merehabilitasi dan membangun pusat mangrove dunia di beberapa provinsi sebagai salah satu komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim.

Jokowi menargetkan pada akhir 2024, 600 ribu hektar lahan mangrove sudah harus terrehabilitasi. 

Disamping itu, pada tanggal 26 Juli 2022 sebagai Peringatan Hari Mangrove Sedunia/ World Mangrove Day .

Hari Mangrove Sedunia atau International Day for the Conservation of the Mangrove Ecosystem, diadopsi oleh Konferensi Umum UNESCO pada tahun 2015 dan dirayakan setiap tahun pada tanggal 26 Juli. Tujuan peringatan hari mangrove ini adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ekosistem mangrove dan memberikan solusi akan pengelolaan dan konservasi yang berkelanjutan.

"Untuk itu, apabila ada yang berani merusak hutan di Bali yang sakral (bertaksu) tentu melanggar baik sekala dan niskala," ujarnya. 

Termasuk melanggar UU No. 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan turunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Th. 2021 Pasal 58, bahwa kawasan hutan yang boleh di rubah peruntukannya hanya hutan produksi yang non produktif.

"Dengan kata lain bahwa Hutan konservasi dan hutan lindung tidak boleh dirubah,dengan alasan apapun " tegasnya. 

Maka dari itu, setiap pembangunan Bali tidak merusak lingkungan, tetapi diupayakan memperbaiki lingkungan yang rusak sehingga lebih produktif. Dengan mengembangkan pertanian produktif yg ber orientasi pasar sehingga bisa cegah inflasi maupun krisis pangan.

Dirinya justru meyayangkan dan prihatin adanya pembangunan PKB Gunaksa yg berindikasi  merusak alam dengan adanya galian yang diduga bodong di wilayah Klungkung yang telah jadi sorotan publik, termasuk atensi khusus dari BEM Universitas Udayana.
 
Rencana Pembangunan Tol Mengwi-Gilimanuk yang menggunakan hektaran lahan sawah, haruslah dilakukan sehemat se efisien mungkin, mengingat alih fungsi lahan sudah mencapai 1200 Ha tiap tahun. Publik harus ikut mengawasi supaya terang benderang terbuka dan akuntabel sehingga bermanfaat untuk seluruh lapisan masyarakat.

Maka dari itu, Bali sebagai pintu gerbang Indonesia agar menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat, khususnya kepemimpinan Prabowo - Gibran yang meneruskan kepemimpinan Presiden Jokowi menuju Indonesia Emas 2045.

Diharapkan, Bali dipilih atau dicarikan pemimpin yang berkelas internasional dan mampu berbahasa asing, minimal Bahasa Inggris. Masyarakat pun ikut cerdas memilih pemimpin Bali pada Pilkada Serentak 2024.

Sementara itu, Kemenparekraf/Baparekraf bekerja sama dengan International Labor Organization (ILO) menggelar pelatihan Training of Trainers (TOT) on Transitioning to a Green and Blue Economy di Yogyakarta.

Pelatihan yang digelar pada 22 – 26 April 2024 di Yogyakarta ini,  bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang ekonomi hijau dan biru, dan bagaimana mengimplementasikan prinsip ekonomi hijau dan biru dalam sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Dalam sambutannya, Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan, Kemenparekraf/ Baparekraf, Diah Martini Paham, mengatakan bahwa Kemenparekraf/ Baparekraf dan ILO telah bekerja sama dalam pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Pada tahun 2012, Kementerian Pariwisata dan ILO bekerja sama dalam penyusunan Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan dan Green Jobs di Indonesia. Di Tahun 2023, Kemenparekraf dan ILO kembali bekerja sama untuk menyelenggarakan workshop Introduction to ILO Training Modules for Community-based Sustainable Coastal Tourism Development secara hybrid yang bertujuan untuk sharing knowledge terkait materi dan mekanisme program community development di desa wisata.

“Kerja sama dalam bidang pemberdayaan masyarakat di desa wisata ini inline dengan pilar productivity, inclusivity dan sustainability yang menjadi nilai-nilai yang ditekankan oleh Sandiaga Salahuddin Uno, Menparekraf/ Kepala Baparekraf dalam pengembangan kepariwisataan Indonesia. Saya harap kerja sama yang telah terjalin dengan baik ini dapat terus berkembang dan merambah ke subsektor ekonomi kreatif,” kata Diah Paham.

Green economy mendukung praktik berkelanjutan, efisiensi sumber daya, dan transisi ke arah sumber-sumber energi terbarukan. Sektor-sektor yang masuk dalam konsep green economy adalah energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, eco-tourism dan teknologi hijau. Sedangkan, Blue economy adalah aktivitas ekonomi yang terkait dengan pemanfaatan dan konservasi sumber daya laut. Industri yang terkait adalah pertanian, aquaculture, transportasi laut dan pariwisata bahari. 

Lebih lanjut, Diah menjelaskan bahwa konsep ekonomi hijau dan biru dapat mendukung capaian sektor pariwisata. Sampai dengan September 2023, sektor pariwisata menyerap 21,93 juta tenaga kerja dan menyumbang devisa sebesar 10,46 miliar dolar AS. Sedangkan sektor ekonomi kreatif menyumbang nilai tambah sebesar Rp1.050 triliun dan nilai ekspor ekraf sebesar 17.38 miliar dolar AS. Melalui penerapan konsep ekonomi hijau dan biru, Diah optimis Indonesia mampu mewujudkan keberlanjutan ekonomi sekaligus praktik pariwisata yang berkualitas.

"Kerja sama dengan ILO merupakan langkah konkrit Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam mewujudkan kebijakan yang mendukung pariwisata berkelanjutan. Kami berharap kerja sama dengan ILO masih terus berlanjut di masa depan. Masih banyak tantangan dalam pengembangan green dan blue economy di Indonesia, seperti pemetaan okupansi green jobs ataupun strategi transisi sektor pariwisata ke arah green and blue economy"

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata Kemenparekraf/Baparekraf, Ika Kusuma Permana Sari, menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan kegiatan TOT yang merupakan salah satu komitmen Kemenparekraf/Baparekraf dalam menyebarluaskan praktik pariwisata berkelanjutan. Ika berharap prinsip ekonomi hijau dan biru dapat diimplementasikan oleh semua pemangku kepentingan.

“Kami ingin pesan tentang pentingnya ekonomi hijau dan biru dapat tersampaikan secara masif dan diaplikasikan oleh para pemangku kepentingan di sektor pariwisata, mulai dari akademisi, pemerintah/ pemerintah daerah, masyarakat hingga para generasi muda. Kami ingin konsep ekonomi hijau dan biru tidak berhenti di level kebijakan"

Kegiatan TOT on Transitioning to a Green and Blue Economy ini diikuti oleh 30 peserta dari lingkungan Kemenparekaf/Baparekraf, akademisi pariwisata, dan pengelola desa wisata di DIY dan Jawa Tengah. (GAB/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : PLN Bali Serahkan 3000 Botol Tempat Tirta di Pura Besakih

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

ADVERTISING JAGIR
Official Youtube Channel

#Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

ADVERTISING JAGIR Official Youtube Channel #Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

Desa Wisata Pemuteran, Mengenang Sang Perintis AA Prana (alm) Seorang Social Entrepreuner

Desa Wisata Pemuteran, Mengenang Sang Perintis AA Prana (alm) Seorang Social Entrepreuner

Kenapa Umat Hindu Etnis Indonesia Tak Merayakan Diwali?

Kenapa Umat Hindu Etnis Indonesia Tak Merayakan Diwali?

Festival Bahari di Laut Bondalem, Keren dan Menyejarah

Festival Bahari di Laut Bondalem, Keren dan Menyejarah