Banner Bawah

Pesan Moral dan Perjuangan Keadilan dari Itihasa Mahabharata

Admin - atnews

2025-04-01
Bagikan :
Dokumentasi dari - Pesan Moral dan Perjuangan Keadilan dari Itihasa Mahabharata
Putu Suasta di Kurukshetra (ist/Atnews)

India (Atnews) - Pengelana Global Putu Suasta yang Alumni UGM dan Cornell University kembali ziarah dan tirta yatra ke Kurukshetra, di negara bagian Haryana, India Utara. 
            
Tirta Yatra itu dalam rangka mengikuti acara yang spesial dan langka di planet bumi yakni Maha Kumbh Mela 2025 di Prayagraj.

Mahashivratri sebagai puncak Maha Kumbh Mela 2025 setiap 144 tahun sekali dilaksanakan selama 45 hari, para penyembah datang dari seluruh India dan dunia.

Selama 45 hari, diperkirakan melebihi 600 juta pengunjung selama festival dari 13 Januari 2025 hingga 26 Februari 2025. 

Acara Maha Kumbh Mela 2025 di Prayagraj telah mencetak rekor baru, dengan lebih dari 600 juta umat melakukan perendaman di Triveni Sangam, tempat bertemunya sungai Gangga, Yamuna, dan Saraswati. 

Suasta juga semakin merasa spesial karena di tengah Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menjadi undangan istimewa Perdana Menteri (PM) Narendra Modi untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia India.

Kunjungan kenegaraan itu merupakan yang pertama bagi Presiden Prabowo Subianto ke India sebagai Tamu Kehormatan pada perayaan Hari Republik India, dari tanggal 24 hingga 26 Januari 2025.

Hal itu juga menandai peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan India. Kunjungan ini diadakan untuk memperkuat Kemitraan Komprehensif Strategis yang telah dibangun kedua negara sejak tahun 2018.

Indonesia dan India memiliki hubungan kerja sama yang sudah terbangun sejak Presiden Soekarno.

Sebelumnya juga Presiden Joko Widodo menjadi tamu kehormatan peringatan Hari Republik Ke-69 di New Delhi, India pada Tahun 2018, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Tahun 2011 dan Presiden Sukarno kala itu jadi tamu untuk peringatan Hari Republik Pertama pada Tahun 1950.
           
Suasta mengaku hadir acara itu hadir bersama Pemerhati Kehidupan Dr Wayan Sayoga yang juga Ketua DPD Prajaniti Bali, Direktur Utama PT. Pak Oles Tockcer Dr Gede Ngurah Wididana, Ni Komang Dyah Setuti, dr. Putu Laksmi Anggari Putri Duarsa, Sp.KK, Dr Yoga.

Selain Tirta Yatra ke Triveni Sangam (Sungai Gangga, Yamuna dan Saraswati) Prayagraj, Budayawan Suasta juga datang Kurukshetra, Varanasi, Banaras Hindu University (BHU), Ram Temple Ayodhya, Swaminarayan Akshardham New Delhi, Lotus Temple New Dehli.

Suasta Tirta Yatra selama 12 hari, berangkat dari Bali tanggal 23 Januari 2025 hadir bersama Pemerhati Kehidupan Dr Wayan Sayoga yang juga Ketua DPD Prajaniti Bali, Direktur Utama PT. Pak Oles Tockcer Dr Gede Ngurah Wididana, Ni Komang Dyah Setuti, dr. Putu Laksmi Anggari Putri Duarsa, Sp.KK, Dr Yoga dan Ni Nyoman Ratna Widiasmini.

Ia pun menceritakan keagungan kesucian Sungai Gangga, diipuja dan disucikan penganut Hindu (Sanatana Dharma).

Sebelumnya juga pihaknya sudah datang ke Sungai Gangga Haridwar dan Rishikesh, India (Bharat). 

Untuk itu, pihaknya sudah 6 kali mengunjungi India. Ia pun mengaku banyak belajar dari India, tempat-tempat suci umat Hindu (Sanatana Dharma) dalam kurun waktu tiga dekade lebih. 

Bahkan tinggal di tempat-tempat suci bagi umat Hindu yakni Punjab, Varanasi disebut juga Benares, Banaras, atau Benaras, atau Kashi atau Kasi, adalah kota suci agama Hindu di tepi Sungai Gangga yang terletak di negara bagian Uttar Pradesh di India bagian utara. 

Kurukshetra menjadi bagian penting dalam kisah suci dari bagian Bhismaparwa, itihasa 1.400.000 sloka Mahābhārata.

Bagian itu merupakan bagian terpenting Mahabharata karena mengandung kitab Bhagawad Gita, wahyu Sri Krisna kepada muridnya Arjuna di tengah medan perang Kurukshetra.

Para pengunjung bisa melihatnya Jyotisar, tempat dimana Sri Krsna mewahyukan Bhagavad Gita kepada Arjuna. peristiwa itu terjadi lebih dari 5000 tahun yang lalu.

Tempat ziarah yang bisa ditemui Kurukshetra  yakni Brahma Sarovar biasa untuk perayaan "Somavati Amavasya" (gerhana matahari yang dianggap suci), Sannihit Sarovar, Museum Krsna (memiliki beberapa artifak bersejarah, dan lukisan tentang perang dalam Mahabharata), Museum Sains, Bhishma Kund di Naraktari (sebuah tempat di mana Arjuna memanah bumi agar memancarkan air untuk menghapus dahaga Bisma), Hutan Suaka Saraswati.          

Tempat itu sebagai tempat perang terbesar di dunia dalam menegakan dharma antara Pandawa dengan Korawa.

Perang berlangsung selama 18 hari. Total seluruh pasukan yang terlibat dalam perang adalah 3.936.600 orang. Jumlah pasukan yang terlibat dalam perang sangat banyak, sebab divisi pasukan kedua belah pihak merupakan gabungan dari divisi pasukan kerajaan lain di seluruh daratan India.

Pasukan tersebut dibagi ke dalam aksohini (divisi). Pasukan Pandawa memiliki 7 divisi, dengan total pasukan 1.530.900 prajurit. Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, dengan total pasukan 2.405.700 prajurit. 

Keseluruhan pasukan terdiri dari 18 akshauhini, 7 di pihak Pandawa dan 11 di pihak Kurawa (1 akshauhini = 21.870 kereta perang 21.870 ekor gajah 65.610 kuda 109.350 prajurit berjalan kaki).

Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru India dan berkumpul di markasnya masing-masing. 

Beberapa kerajaan pada zaman India kuno seperti Kerajaan Dwaraka, Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya,  Chedi, Pandya dan wangsa Yadu dari  Mandura bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa terdiri dari Raja Pragjyotisha, Raja Angga, Raja Kekaya, Raja Sindhu, kerajaan Kosala, Kerajaan Awanti, Kerajaan Madra, Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja, dan masih banyak lagi.

Pasukan Pandawa dibagi menjadi tujuh aksohini  (divisi). Setiap aksohini dipimpin oleh Raja  Drupada  dan kedua putranya Drestadyumna  dan Srikandi dari Panchala, Raja Wirata dari Matsya, Satyaki,  Cekitana dan Bima. Setelah berunding dengan para pemimpin mereka, para Pandawa menunjuk Drestadyumna sebagai panglima perang pasukan Pandawa.

Dalam Kitab Mahabharata menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di daratan India utara bersekutu dengan Pandawa dan memberikannya pasukan yang jumlahnya besar. 

Beberapa di antara mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, dan masih banyak lagi.

Sedangkan Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa. Pasukan dibagi menjadi sebelas divisi. Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri bersama dengan adiknya Dursasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam pertempuran tersebut Korawa dibantu oleh Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa yakni Jayadrata, serta guru mereka Krepa. 

Selain itu, turut pula Kertawarma  dari Wangsa Yadawa, Salya dari Madra, Sudaksina dari  Kamboja, Burisrawa putra Somadatta, Raja Bahlika, Sangkuni  dari Gandhara, Wrehadbala Raja Kosala, Winda dan Anuwinda dari Awanti, dan masih banyak lagi para ksatria dan raja yang memihak Korawa demi Hastinapura  maupun Dretarastra.

Dalam peperangan itu, ada pula pihak netral yakni Kerajaan Widarbha dan rajanya, Raja Rukmi, seperti kakak Krsna, Balarama. Serta Raja Udupi yang tidak mau bergabung dengan salah satu pihak yang berperang, tetapi dia berjanji dia dan rombongannya akan memberi makan pasukan kedua belah pihak.

Raja Udupi bertanggung jawab untuk memastikan pasukan Pandawa dan Kurawa tetap terjamin makanan, dengan pendekatan yang tepat dan penuh dedikasi.

Sebelum perang diumumkan, para Pandawa  berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat permohonan kepada para raja di daratan India Kuno agar mau mengirimkan pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang tidak batal dilakukan. 

Begitu juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu membuat para raja di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak Korawa.

Sementara itu, Krisna mencoba untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke  Hastinapura  untuk mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak usul Kremisna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk menangkap Krisna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Krisna bukanlah manusia biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan Widura.

Untuk itu, pertempuran berlangsung selama 18 hari. Pertempuran berlangsung pada saat matahari muncul dan harus segera diakhiri pada saat matahari terbenam. Kedua belah pihak bertarung di dataran Kurukshetra dan setiap hari terjadi pertempuran yang berlangsung sengit dan mengesankan. Dalam setiap pertarungan yang terjadi dalam 18 hari tersebut, ksatria yang tidak terbunuh dan berhasil mempertahankan nyawanya adalah pemenang karena pertempuran tersebut adalah pertempuran menuju kematian. Siapa yang bertahan hidup dan berhasil memusnahkan lawan-lawannya, dialah pemenangnya.

Formasi militer yang disebutkan dalam Mahabharata, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Beberapa macam formasi militer tersebut sebagai berikut; 1) Krauncabyuha (formasi bangau), 2) Cakrabyuha (formasi cakram/melingkar), 3) Kurmabyuha (formasi kura-kura), 4) Makarabyuha (formasi buaya), 5) Trisulabyuha (formasi trisula), 6) Sarpabyuha (formasi ular) dan 7) Kamalabyuha atau Padmabyuha (formasi teratai).

Hanya sebelas kesatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Krisna, Yuyutsu, Satyaki,  Aswatama,  Krepa  dan Kertawarma.

Duryodhana dan semua Kurawa tewas, begitu juga dengan laki-laki dari keluarga Drupadi, termasuk seluruh putra Pandawa. Begitu juga Karna, yang juga gugur, adalah putra Kunti sebelum menikah dengan Pandu, dengan demikian, Karna adalah Pandawa tertua dan pewaris sah takhta. Kakek Bisma, sedang sekarat; Drona, guru mereka, tewas bersama dengan para kerabat entah dari hubungan darah atau pernikahan. 

Dalam 18 hari, seluruh negeri kehilangan hampir tiga generasi pria. Ini adalah perang dalam skala yang tidak pernah terkihat sebelumnya, ini adalah perang Besar India, Maha-bharat.

Ketika Bisma akan meninggalkan bumi Sri Krisna dan Pandawa menemuinya. Bahkan dalam Srimad Bhagavatam 1.9.6-7. 

parvato nārado dhaumyo 
bhagavān bādarāyaṇaḥ 
bṛhadaśvo bharadvājaḥ 
saśiṣyo reṇukā-sutaḥ
vasiṣṭha indrapramadas 
trito gṛtsamado 'sitaḥ 
kakṣīvān gautamo 'triś ca 
kauśiko 'tha sudarśanaḥ

Artinya

Semua orang bijak seperti Parvata Muni, Nārada, Dhaumya, Vyāsa inkarnasi Tuhan, Bṛhadaśva, Bharadvāja dan Paraśurāma serta para murid, Vasiṣṭha, Indrapramada, Trita, Gṛtsamada, Asita, Kakṣīvān, Gautama, Atri, Kauśika dan Sudarśana hadir.

Parvata Muni dianggap sebagai salah satu resi tertua. Ia hampir selalu menjadi pendamping tetap Nārada Muni. Mereka juga merupakan manusia angkasa yang mampu melakukan perjalanan di udara tanpa bantuan kendaraan material apa pun. Parvata Muni juga merupakan seorang devarṣi, atau resi agung di antara para dewa, seperti Nārada. Ia hadir bersama Nārada pada upacara pengorbanan Mahārāja Janamejaya, putra Mahārāja Parīkṣit. Dalam pengorbanan ini semua ular di dunia harus dibunuh. 

Parvata Muni dan Nārada Muni disebut Gandharva juga karena mereka dapat melakukan perjalanan di udara sambil menyanyikan keagungan Tuhan. Karena mereka dapat melakukan perjalanan di udara, mereka mengamati upacara svayaṁvara Draupadī (memilih suaminya sendiri) dari udara. Seperti Nārada Muni, Parvata Muni juga biasa mengunjungi majelis kerajaan di kayangan Raja Indra. Sebagai seorang Gandharva, terkadang dia mengunjungi majelis kerajaan Kuvera, salah satu dewa penting. Baik Nārada maupun Parvata pernah bermasalah dengan putri Mahārāja Sṛñjaya. Mahārāja Sṛñjaya mendapat berkah seorang putra dari Parvata Muni.

Nārada Muni tidak dapat dielakkan dikaitkan dengan kisah-kisah Purāṇa . Ia dideskripsikan dalam Bhāgavatam . Dalam kehidupan sebelumnya, ia adalah putra seorang pembantu, tetapi melalui pergaulan baik dengan para penyembah yang murni, ia menjadi tercerahkan dalam pelayanan bhakti, dan dalam kehidupan berikutnya, ia menjadi manusia sempurna yang hanya sebanding dengan dirinya sendiri. Dalam Mahābhārata, namanya disebutkan di banyak tempat. Ia adalah devarṣi utama, atau kepala resi di antara para dewa. Ia adalah putra dan murid Brahmājī, dan darinya garis keturunan Brahmā telah menyebar. Ia menginisiasi Prahlāda Mahārāja, Dhruva Mahārāja, dan banyak penyembah Tuhan yang terkenal. Ia bahkan menginisiasi Vyāsadeva, penulis literatur Weda, dan dari Vyāsadeva, Madhvācārya diinisiasi, dan dengan demikian sampradāya Madhva, yang di dalamnya juga termasuk sampradāya Gauḍīya , telah menyebar ke seluruh alam semesta. Śrī Caitanya Mahāprabhu termasuk dalam sampradāya Madhva ini; oleh karena itu, Brahmājī, Nārada, Vyāsa, hingga Madhva, Caitanya, dan para Gosvāmī semuanya termasuk dalam garis suksesi murid yang sama. Nāradajī telah mengajar banyak raja sejak dahulu kala. Dalam Bhāgavatam kita dapat melihat bahwa ia memberi pelajaran kepada Prahlāda Mahārāja saat ia berada dalam kandungan ibunya, dan ia memberi pelajaran kepada Vasudeva, ayah Kṛṣṇa, demikian pula Mahārāja Yudhiṣṭhira.

Dhaumya: Seorang resi agung yang mempraktikkan penebusan dosa berat di Utkocaka Tīrtha dan diangkat menjadi pendeta kerajaan bagi raja-raja Pāṇḍava. Ia bertindak sebagai pendeta dalam banyak upacara keagamaan Pāṇḍava ( saṁskāra ), dan juga setiap Pāṇḍava dihadiri olehnya pada pertunangan Draupadī. Ia hadir bahkan selama pengasingan Pāṇḍava dan biasa menasihati mereka dalam situasi ketika mereka bingung. Ia mengajari mereka cara hidup dalam penyamaran selama satu tahun, dan petunjuknya diikuti dengan ketat oleh Pāṇḍava selama waktu itu. Namanya juga disebutkan ketika upacara pemakaman umum dilakukan setelah Pertempuran Kurukṣetra. Dalam Anuṣāsana-parva karya Mahābhārata (127.15-16), ia memberikan petunjuk agama yang sangat terperinci kepada Mahārāja Yudhiṣṭhira. Ia sebenarnya adalah pendeta yang tepat bagi seorang kepala keluarga, karena ia dapat membimbing para Pāṇḍava di jalan agama yang benar. Seorang pendeta dimaksudkan untuk membimbing kepala keluarga secara progresif di jalan āśrama-dharma yang benar, atau tugas pekerjaan dari kasta tertentu. Secara praktis tidak ada perbedaan antara pendeta keluarga dan guru spiritual. Para resi, orang suci, dan brāhmaṇa secara khusus dimaksudkan untuk fungsi-fungsi tersebut.

Bādarāyaṇa ( Vyāsadeva ): Ia dikenal sebagai Kṛṣṇa, Kṛṣṇa-dvaipāyana, Dvaipāyana, Satyavatī-suta, Pārāśarya, Parāśarātmaja, Bādarāyaṇa, Vedavyāsa, dll. Ia adalah putra Mahāmuni Parāśara di dalam rahim Satyavatī sebelum pertunangannya dengan Mahārāja Śantanu, ayah dari Jenderal Agung Kakek Bhīṣmadeva. Dia adalah inkarnasi Nārāyaṇa yang kuat, dan dia menyebarkan kebijaksanaan Veda ke dunia. Karena itu, Vyāsadeva dipersembahkan penghormatan sebelum seseorang melantunkan literatur Weda, khususnya Purāṇa. Śukadeva Gosvāmī adalah putranya, dan para ṛṣi seperti Vaiśampāyana adalah murid-muridnya untuk berbagai cabang Weda . Ia adalah penulis epik agung Mahābhārata dan Sastra transendental Bhāgavatam . Brahma -sūtra — Vedānta -sūtra, atau Bādarāyaṇa-sūtra — disusun olehnya. Di antara para resi, ia adalah penulis yang paling dihormati karena melakukan penebusan dosa yang berat. Ketika ia ingin mencatat epos agung Mahābhārata untuk kesejahteraan dari semua orang di Zaman Kali, dia merasakan perlunya seorang penulis hebat yang dapat meneruskan dikte-nya. Atas perintah Brahmājī, Śrī Gaṇeśajī mengambil alih tugas mencatat dikte tersebut dengan syarat Vyāsadeva tidak akan menghentikan dikte tersebut barang sedetik pun. Dengan demikian, Mahābhārata disusun melalui usaha bersama Vyāsa dan Gaṇeśa.

Atas perintah ibunya, Satyavatī, yang kemudian dinikahkan dengan Mahārāja Śantanu, dan atas permintaan Bhīṣmadeva, putra sulung Mahārāja Śantanu dari istri pertamanya, Sungai Gangga, ia memperanakkan tiga putra cemerlang, yang bernama Dhṛtarāṣṭra, Pāṇḍu dan Widura. Mahābhārata disusun oleh Vyāsadeva setelah Pertempuran Kurukṣetra dan setelah kematian semua pahlawan Mahābhārata. Kata ini pertama kali diucapkan di majelis kerajaan Mahārāja Janamejaya, putra Mahārāja Parīkṣit.

Bṛhadaśva: Seorang resi kuno yang dulunya sering bertemu dengan Mahārāja Yudhiṣṭhira. Pertama-tama, ia bertemu dengan Mahārāja Yudhiṣṭhira di Kāmyavana. Resi ini menceritakan kisah Mahārāja Nala. Ada pula Bṛhadaśva lainnya, yang merupakan putra dari dinasti Ikṣvāku ( Mahābhārata, Vana-parva 209.4-5).

Bharadvāja: Ia adalah salah satu dari tujuh ṛṣi agung dan hadir pada saat upacara kelahiran Arjuna. ṛṣi yang sakti itu terkadang melakukan tapa berat di tepi Sungai Gangga, dan āśrama -nya masih dirayakan di Prayāgadhāma. Diceritakan bahwa ṛṣi ini, ketika sedang mandi di Sungai Gangga, kebetulan bertemu dengan Ghṛtacī, salah satu gadis bangsawan yang cantik dari surga, dan dengan demikian ia mengeluarkan air mani, yang disimpan dan diawetkan dalam sebuah pot tanah liat dan dari situlah Droṇa lahir. Jadi Droṇācārya adalah putra Bharadvāja Muni. Yang lain mengatakan bahwa Bharadvāja, ayah Droṇa, adalah orang yang berbeda dari Maharṣi Bharadvāja. Ia adalah seorang penyembah Brahmā yang agung. Suatu ketika ia menemui Droṇācārya dan memintanya untuk menghentikan Pertempuran Kurukṣetra.

Paraśurāma, atau Reṇukāsuta: Ia adalah putra Maharṣi Jamadagni dan Śrīmatī Reṇukā. Oleh karena itu, ia juga dikenal sebagai Reṇukāsuta. Ia adalah salah satu inkarnasi Tuhan yang kuat, dan ia membunuh seluruh komunitas kṣatriya sebanyak dua puluh satu kali. Dengan darah para kṣatriya, ia menyenangkan jiwa para leluhurnya. Kemudian, ia menjalani penebusan dosa yang berat di Mahendra Parvata. Setelah mengambil seluruh bumi dari para kṣatriya, ia memberikannya sebagai sedekah kepada Kaśyapa Muni. Paraśurāma mengajarkan Dhanur-veda, atau ilmu pertempuran, kepada Droṇācārya karena ia adalah seorang brāhmaṇa. Ia hadir pada penobatan Mahārāja Yudhiṣṭhira dan merayakan upacara tersebut bersama para ṛṣi besar lainnya.

Paraśurāma sudah sangat tua sehingga ia bertemu dengan Rāma dan Kṛṣṇa di waktu yang berbeda. Ia bertarung dengan Rāma, tetapi ia menerima Kṛṣṇa sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Ia juga memuji Arjuna ketika ia melihatnya bersama Kṛṣṇa. Ketika Bhīṣma menolak menikahi Ambā, yang menginginkannya menjadi suaminya, Ambā bertemu dengan Paraśurāma, dan atas permintaannya saja, ia meminta Bhīṣmadeva untuk menerimanya sebagai istrinya. Bhīṣma menolak untuk mematuhi perintahnya, meskipun ia adalah salah satu guru spiritual Bhīṣmadeva. Paraśurāma bertarung dengan Bhīṣmadeva ketika Bhīṣma mengabaikan peringatannya. Keduanya bertarung dengan sangat sengit, dan akhirnya Paraśurāma merasa senang terhadap Bhīṣma dan memberinya berkah berupa menjadi petarung terhebat di dunia.

Vasiṣṭha: Orang bijak agung yang terkenal di antara para brāhmaṇa, yang dikenal sebagai Brahmarṣi Vasiṣṭhadeva. Ia merupakan tokoh terkemuka baik dalam periode Rāmāyaṇa maupun Mahābhārata . Ia memimpin upacara penobatan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Śrī Rāma. Ia juga hadir di Medan Perang Kurukṣetra. Ia dapat mendekati semua planet yang lebih tinggi dan lebih rendah, dan namanya juga terkait dengan sejarah Hiraṇyakaśipu. Ada ketegangan besar antara dirinya dan Viśvāmitra, yang menginginkan kāmadhenu-nya, sapi pemenuh keinginan. Vasiṣṭha Muni menolak untuk mengampuni kāmadhenu-nya, dan untuk ini Viśvāmitra membunuh seratus putranya. Sebagai seorang brahmana yang sempurna , ia menoleransi semua ejekan Viśvāmitra. Suatu kali ia mencoba bunuh diri karena siksaan Viśvāmitra, tetapi semua usahanya tidak berhasil. Ia melompat dari sebuah bukit, tetapi batu-batu yang menimpanya berubah menjadi tumpukan kapas, dan dengan demikian ia diselamatkan. Ia melompat ke laut, tetapi ombak menghanyutkannya ke pantai. Ia melompat ke sungai, tetapi sungai juga menghanyutkannya ke pantai. Dengan demikian semua usahanya bunuh diri tidak berhasil. Ia juga merupakan salah satu dari tujuh ṛṣi dan suami Arundhatī, bintang terkenal.

Indrapramada: ṛṣi terkenal lainnya .

Trita: Salah satu dari tiga putra Prajāpati Gautama. Ia adalah putra ketiga, dan dua saudaranya yang lain dikenal sebagai Ekat dan Dvita. Semua saudaranya adalah orang bijak yang agung dan pengikut prinsip-prinsip agama yang taat. Berkat penebusan dosa yang berat, mereka diangkat ke Brahmaloka (planet tempat tinggal Brahmaji). Suatu ketika Trita Muni jatuh ke dalam sumur. Ia adalah seorang pekerja yang mengorganisasi banyak pengorbanan, dan sebagai salah satu orang bijak yang agung, ia juga datang untuk menunjukkan rasa hormat kepada Bhīṣmaji di ranjang kematiannya. Ia adalah salah satu dari tujuh orang bijak dalam Varuṇaloka. Ia berasal dari negara-negara Barat di dunia. Dengan demikian, kemungkinan besar ia berasal dari negara-negara Eropa. Pada saat itu seluruh dunia berada di bawah satu budaya Weda.

Gṛtsamada: Salah satu orang bijak di kerajaan surga. Ia adalah sahabat karib Indra, Raja surga, dan sama agungnya dengan Bṛhaspati. Ia biasa mengunjungi majelis kerajaan Mahārāja Yudhiṣṭhira, dan ia juga mengunjungi tempat di mana Bhīṣmadeva menghembuskan nafas terakhirnya. Kadang-kadang ia menjelaskan keagungan Dewa Śiva di hadapan Mahārāja Yudhiṣṭhira. Ia adalah putra Vitahavya, dan ia memiliki kemiripan dengan tubuh Indra. Kadang-kadang musuh Indra mengira ia adalah Indra dan menangkapnya. Ia adalah seorang sarjana besar Ṛg -veda, dan karenanya ia sangat dihormati oleh komunitas brāhmaṇa . Ia menjalani hidup selibat dan sangat berkuasa dalam segala hal.

Asita: Dahulu ada seorang raja dengan nama yang sama, tetapi Asita yang disebutkan di sini adalah Asita Devala Ṛṣi, seorang resi yang sangat kuat pada masa itu. Ia menjelaskan kepada ayahnya 1.500.000 syair dari Mahābhārata. Ia adalah salah satu anggota dalam upacara pengorbanan ular Mahārāja Janamejaya. Ia juga hadir dalam upacara penobatan Mahārāja Yudhiṣṭhira bersama dengan para ṛṣi besar lainnya. Ia juga memberikan petunjuk kepada Mahārāja Yudhiṣṭhira saat ia berada di Bukit Añjana. Ia juga merupakan salah satu penyembah Dewa Śiva.

Kakṣīvān: Salah satu putra Gautama Muni dan ayah dari resi agung Candakausika. Ia adalah salah satu anggota Parlemen Mahārāja Yudhiṣṭhira.

Atri: Atri Muni adalah seorang resi brāhmaṇa agung dan merupakan salah satu putra mental Brahmājī. Brahmājī begitu kuat sehingga hanya dengan memikirkan seorang putra, ia dapat memilikinya. Putra-putra ini dikenal sebagai mānasa-putra. Dari tujuh mānasa-putra Brahmājī dan dari tujuh resi brāhmaṇa agung , Atri adalah salah satunya. Dalam keluarganya, para Pracetā agung juga lahir. Atri Muni memiliki dua putra kṣatriya yang menjadi raja. Raja Arthama adalah salah satunya. Ia terhitung sebagai salah satu dari dua puluh satu prajāpati. Nama istrinya adalah Anasūyā, dan ia membantu Mahārāja Parīkṣit dalam pengorbanannya yang besar.

Kauśika: Salah satu anggota tetap ṛṣi dalam majelis kerajaan Mahārāja Yudhiṣṭhira. Ia terkadang bertemu dengan Dewa Kṛṣṇa. Ada beberapa orang bijak lain dengan nama yang sama.

Sudarśana: Roda ini yang diterima oleh Personalitas Tuhan Yang Maha Esa (Viṣṇu atau Kṛṣṇa) sebagai senjata pribadi-Nya adalah senjata yang paling kuat, lebih hebat daripada brahmāstra atau senjata-senjata bencana lainnya yang serupa. Dalam beberapa literatur Weda dikatakan bahwa Agnidewa, dewa api, mempersembahkan senjata ini kepada Tuhan Śrī Kṛṣṇa, tetapi sebenarnya senjata ini dibawa oleh Tuhan selamanya. Agnidewa mempersembahkan senjata ini kepada Kṛṣṇa dengan cara yang sama seperti Rukmiṇī yang diberikan oleh Mahārāja Rukma kepada Tuhan. Tuhan menerima persembahan seperti itu dari para penyembah-Nya, meskipun persembahan seperti itu adalah milik-Nya selamanya. Ada uraian yang terperinci tentang senjata ini dalam Ādi-parva dari Mahābhārata. Dewa Śrī Kṛṣṇa menggunakan senjata ini untuk membunuh Śiśupāla, seorang pesaing Dewa. Ia juga membunuh Śālva dengan senjata ini, dan terkadang Ia ingin sahabat-Nya Arjuna menggunakannya untuk membunuh musuh-musuhnya ( Mahābhārata, Virāṭa-parva 56.3).

Dalam ŚB 1.9.8
anye ca munayo brahman 
brahmarātādayo 'malāḥ 
śiṣyair upetā ājagmuḥ 
kaśyapāṅgirasādayaḥ

Artinya

Dan banyak lainnya seperti Śukadeva Gosvāmī dan jiwa-jiwa murni lainnya, Kaśyapa dan Āṅgirasa dan lainnya, semuanya disertai oleh murid-murid mereka masing-masing, tiba di sana.

Śukadeva Gosvāmī (Brahmarāta): Putra dan murid Śrī Vyāsadeva yang terkenal, yang pertama-tama mengajarkan kepadanya Mahābhārata dan kemudian Śrīmad-Bhāgavatam.

Śukadeva Gosvāmī membacakan 1.400.000 sloka Mahābhārata dalam dewan para Gandharva, Yakṣa, dan Rākṣasa, dan ia membacakan Śrīmad-Bhāgavatam untuk pertama kalinya di hadapan Mahārāja Parīkṣit. Ia mempelajari semua literatur Weda dari ayahnya yang agung secara menyeluruh. 

Dengan demikian, ia adalah jiwa yang sepenuhnya murni berkat pengetahuannya yang luas tentang prinsip-prinsip agama. Dari Mahābhārata, Sabhā-parva (4.11), dipahami bahwa ia juga hadir dalam pertemuan kerajaan Mahārāja Yudhiṣṭhira dan pada saat puasa Mahārāja Parīkṣit. Sebagai murid sejati Śrī Vyāsadeva, ia banyak bertanya kepada ayahnya tentang prinsip-prinsip keagamaan dan nilai-nilai spiritual, dan ayahnya yang agung juga memuaskannya dengan mengajarkan sistem yoga yang dengannya seseorang dapat mencapai kerajaan spiritual, perbedaan antara kerja yang membuahkan hasil dan pengetahuan empiris, cara dan sarana untuk mencapai realisasi spiritual, empat āśrama (yaitu kehidupan pelajar, kehidupan berumah tangga, kehidupan pensiun dan kehidupan meninggalkan keduniawian), kedudukan luhur Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, proses melihat-Nya secara langsung, calon yang bonafid untuk menerima pengetahuan, pertimbangan tentang lima unsur, kedudukan unik kecerdasan, kesadaran alam material dan entitas hidup, gejala-gejala jiwa yang telah menyadari diri, prinsip-prinsip kerja tubuh material, gejala-gejala sifat-sifat alam yang berpengaruh, pohon keinginan abadi, dan aktivitas-aktivitas psikis. Kadang-kadang ia pergi ke planet matahari dengan izin dari ayahnya dan Nāradajī. Uraian tentang perjalanannya di angkasa diberikan dalam Śānti-parva dari Mahābhārata (332). Akhirnya ia mencapai alam transendental. Ia dikenal dengan berbagai nama seperti Araṇeya, Aruṇisuta, Vaiyāsaki dan Vyāsātmaja.

Kaśyapa: Salah satu prajāpati, putra Marīci dan salah satu menantu Prajāpati Dakṣa. Ia adalah ayah dari burung raksasa Garuḍa, yang diberi gajah dan kura-kura sebagai makanan. Ia menikahi tiga belas putri Prajāpati Dakṣa, dan nama-nama mereka adalah Aditi, Diti, Danu, Kāṣṭhā, Ariṣṭā, Surasā, Ilā, Muni, Krodhavaśā, Tāmrā, Surabhi, Saramā, dan Timi. Ia memperoleh banyak anak, baik dewa maupun setan, dari istri-istrinya tersebut. Dari istri pertamanya, Aditi, lahirlah kedua belas Āditya; salah satunya adalah Vāmana, inkarnasi Tuhan. Resi agung ini, Kasyapa, juga hadir pada saat kelahiran Arjuna. Ia menerima persembahan tentang seluruh dunia dari Paraśurāma, dan kemudian ia meminta Paraśurāma untuk meninggalkan dunia ini. Nama lainnya adalah Ariṣṭanemi. Ia tinggal di sisi utara alam semesta.

Āṅgirasa: Ia adalah putra Maharṣi Aṅgirā dan dikenal sebagai Bṛhaspati, pendeta para dewa. Konon, Droṇācārya adalah inkarnasi parsialnya. Śukrācārya adalah guru spiritual para raksasa, dan Bṛhaspati menantangnya. Putranya adalah Kaca, dan ia pertama kali memberikan senjata api itu kepada Bharadvāja Muni. Ia memperoleh enam putra (seperti dewa api) dari istrinya Candramāsī, salah satu bintang yang terkenal. Ia dapat melakukan perjalanan di angkasa, dan karena itu ia dapat hadir bahkan di planet Brahmaloka dan Indraloka. Ia menasihati Raja surga, Indra, tentang penaklukan para raksasa. Suatu kali ia mengutuk Indra, yang karenanya harus menjadi babi di bumi dan tidak mau kembali ke surga. Begitulah kekuatan daya tarik energi ilusi. Bahkan seekor babi pun tidak ingin menyerahkan harta bendanya di dunia ini demi kerajaan surgawi. Ia adalah guru agama bagi penduduk asli di berbagai planet.

Setelah perang, Yudistira menjadi raja Hastinapura dan Indraprastha. Pandawa memerintah selama 36 tahun, setelahnya mereka menyerahkan takhta pada putra Abimanyu, Parikesit. Bertahun-tahun kemudian, putra Parikesit menggantikan ayahnya sebagai Raja. 

Setelah itu, Resi Veda Vyasa sedang bermeditasi di Himalaya ketika dewa Brahma memintanya untuk menulis kisah itihasa Mahabharata. 

Karena Vyasa telah menyaksikan seluruh pertempuran dan mengenal semua tokohnya secara pribadi, dialah orang yang paling tepat untuk menulis kisah tersebut.

Ved Vyasa tahu bahwa Mahabharata bukanlah cerita biasa. Cerita itu rumit dan panjang, karena itu, Vyasa membutuhkan seseorang yang sangat kompeten untuk membantunya. 

Kemudian, Vyasa mulai mencari penulis terbaik dan tiba-tiba mendapat pencerahan bahwa dewa Ganesha dapat membantunya menulis kisah Mahabarata itu.

Resi Vyasa mendatangi Ganesha dan Ganesha menerima usulan tersebut tetapi dengan satu syarat. Dewa Ganesha berkata, dia akan menulis kisah epik tersebut hanya jika Vyasa dapat menceritakan keseluruhan cerita kepadanya tanpa henti tanpa jeda. 

Vyasa menyetujui syarat Ganesha, tetapi dia juga memiliki syarat balasan. Vyasa berkata bahwa Ganesha tidak boleh menulis tanpa memahami alur atau kalimatnya secara menyeluruh. Ganesha menyetujui syarat Vyasa dan penulisan Mahabharatapun dimulai.

Ganesha sangat cepat dalam menulis, dia menulis kisah epik itu dengan kecepatan tak henti-hentinya. Kebijaksanaan dan kecerdasan Resi Vyasa harus bisa mengatasinya. 

Vyasa sengaja memasukkan beberapa kalimat rumit yang akan memaksa Ganesha untuk berhenti sejenak dan meluangkan waktu untuk memahami sebelum melanjutkan menulis kisah itu. Jeda Ganesha berarti resi Vyasa juga dapat mengatur napas dan menyusun kalimat berikutnya dalam benaknya.

Dikatakan mengatakan bahwa Ganesha membutuhkan waktu tiga tahun untuk menulis Mahabharata, disebuah desa Mana, kira-kira 3 km dari Badrinatah, dikaki pegunungan Himalaya. 

Sekitar 3 kilometer dari kuil Badrinath terdapat Mana, sebuah desa kecil yang indah yang terletak dipegunungan Himalaya yang perkasa. Mana adalah karma-bhumi resi Vyasa. Dipercayai, disinilah beliau mendiktekan Mahabharata, juga menyusun kitab Veda menjadi empat bagian. Bahkan saat ini orang dapat mengunjungi tempat Vyasa muni bermeditasi dan menggubah Mahabharata. 

Tempat itu disebut Vyasa Gufa. Sekitar 100 meter dibawah Vyas Gufa terdapat gua lain yang dikenal sebagai Ganesha Gufa. Dahulu kala, sungai Saraswati mengalir melalui daerah ini, suaranya yang keras mengganggu konsentrasi Vyasa muni, kemudian beliau memintanya untuk mengalir dibawah tanah, dan dia menghilang ke Alaknanda setelah mengalir beberapa meter.

Dari desa Mana, Pandawa memulai pendakian mereka keswarga (swargarohan).

Selain itu, ada kisah lain yang mendasari bahwa ketika Ganesha menulis Mahabharata dengan kecepatan yang luar biasa, dia mematahkan banyak alat tulisnya. Untuk tidak berhenti menulis, dia mematahkan salah satu gadingnya dan melanjutkannya. Oleh karena itu, Ganesha dikenal sebagai Ekadanta (yang memiliki gading tunggal.

Orang mengetahui makna kisah itu akan terbebas dari segala dosa yang telah dilakukan sebelumnya, karena itu disebut Mahabarata. 

Siapapun yang mempelajari ataupun mendengarkannya dengan keyakinan kuat dan suci, dia tidak akan mengalami kekalahan dan hidup panjang dan berbahagia.

Peran Mahabharata telah memberikan pengaruh besar dalam budaya dan tradisi, terutama di India. Di sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Bali.

Mahabharata juga menjadi elemen penting dalam seni pertunjukan wayang, patung, arsitektur, seni dan budaya Nusantara hingga Bali.

Disamping itu, ditemukan sejumlah bukti yang menunjukkan di India diduga pernah terjadi 2 perang besar yang menggunakan senjata pemusnah massal. 

Penelitian dilakukan oleh oleh Michael Cremo tahun 2003, arkeolog senior dari AS. Selama 8 tahun, penganut agama Hindu itu meneliti narasumber dari kitab suci Weda dan Jain, yang ditulis pendeta Walmiki, ribuan tahun lalu. 

Cremo tertarik menginvestigasi dan mendalami 2 kitab suci tersebut. Ia menemukan nama-nama yang tertera di kitab tersebut ada di India. 

Ditemani tim dan rekannya, Dr.Rao C.S, arkeolog terkemuka India, ia meneliti dengan perangkat canggih “penjejak waktu” ( thermoluminenscence dating method ) untuk setiap obyek. 

Dengan karbon radio isotop, keakuratan umur objek mampu dijejak hingga miliaran tahun ke belakang. Kitab Weda ternyata bisa menjadi nara sumber akurat, mengungkap kisah-kisah sebenarnya beribu tahun lalu. 

Mereka mencoba mengupas isi kisah Mahabarata, dari awal kejadian hingga perang Bharatayudha, ditandai berakhirnya perjalanan keluarga Bharata. 

Sedangkan Dr. Rao meneliti bukti-bukti sejarah di lautan, di teluk Gujarat, untuk mengungkap bukti keberadaan Kerajaan Dwaraka. Istana Sri Krisna. Kerajaan ity musnah ditelan gelombang laut tahun 1443 SM, setelah perang Bharatayudha tahun 1478 SM.

Keberadaan Dwaraka dilakukan selama 8 tahun, dan baru jelas setelah dibantu citra satelit NASA. Dari sana ditemukan jejak kerajaan tersebut di bawah Teluk Gujarat. 

Setelah ada petunjuk pasti, akhirnya Dwaraka berhasil ditemukan dalam keadaan hancur digulung gelombang Laut Arab yang cukup dahsyat. Dari hasil investigasi, banyak temuan berharga indikator kehidupan makhluk 15.000 tahun lalu.

Selain tembikar, ada bongkahan batu besar yang diduga benteng dan dinding istana. Batuan dipenuhi ornamen indah, lonceng kuil dari tembaga, jangkar kapal, pot bunga dari keramik, serta uang emas dan tembaga. Penemuan logam ini memperlihatkan kepada kita, peradaban 30.000 – 15.000 tahun lalu sudah tinggi. Tak heran temuan ini mengindikasikan penggunaan senjata pemusnah massal di perang itu. 

Dari penemuan-penemuan itu, Dr. Michael Creko membukukan laporan dalam 3 buku yang dicetak tahun 2006. Beberapa diantaranya ; Forbidden Archaelogis, The Hidden History of Human Race, dan Human Devolution, yang isinya menentang teori Darwin, tentang evolusi manusia. 

Dr. Rao dari hasil karyanya memperoleh penghargaan “The World Ship Trust Award” dari PBB atas penemuan siklus kehidupan manusia yang memutus teori Darwin.  (GAB/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Lusia Ineke: Perjuangkan Perempuan dan Anak demi Masa Depan

Terpopuler

Nasib Buruh di Tengah Gempuran Omnibus Law: Antara Harapan dan Ketidakpastian

Nasib Buruh di Tengah Gempuran Omnibus Law: Antara Harapan dan Ketidakpastian

KDM Kepemimpinan Pemberi Harapan, Tidak Sekadar Omon-Omon

KDM Kepemimpinan Pemberi Harapan, Tidak Sekadar Omon-Omon

ADVERTISING JAGIR
Official Youtube Channel

#Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

ADVERTISING JAGIR Official Youtube Channel #Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

Penerbangan Bandara Ngurah Rai Alami Keterlambatan, Dampak Gangguan Kabel Laut Transfer Jawa Bali

Penerbangan Bandara Ngurah Rai Alami Keterlambatan, Dampak Gangguan Kabel Laut Transfer Jawa Bali

Presiden Prabowo Bertemu Bill Gates, Kuatkan Kesehatan dan Pertanian 

Presiden Prabowo Bertemu Bill Gates, Kuatkan Kesehatan dan Pertanian 

Kembalikan Pecalang ke Jati Dirinya, Melindungi Desa Pakraman dari Risiko Keamanan - Jaga Baya

Kembalikan Pecalang ke Jati Dirinya, Melindungi Desa Pakraman dari Risiko Keamanan - Jaga Baya