Banner Bawah

Kemelut Menimpa Bali, Berempati kepada Kelompok Miskin dan Wong Cilik, Tidak Sekadar Pemimpin Produksi Surat Edaran

Admin - atnews

2025-04-09
Bagikan :
Dokumentasi dari - Kemelut Menimpa Bali, Berempati kepada Kelompok Miskin dan Wong Cilik, Tidak Sekadar Pemimpin Produksi Surat Edaran
Intelektual Bali Jro Gde Sudibya (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Intelektual Bali Jro Gde Sudibya yang juga Pengamat Ekonomi, Kebudayaan  dan Kecenderungan Masa Depan mengatakan, penanggulan kemiskinan dengan pendekatan wajah, bukan dengan pendekatan angka statistik. 

Bupati atau Walikota mengenali wajah-wajah penduduk miskin, sehingga diharapkan lebih berempati kepada mereka, dan lahir kebijakan pro "wong cilik" yang otentik, tidak sekadar pencitraan dan atau sekadar instrumen elektabilitas.

Penduduk miskin, mereka yang terpinggirkan di perdesaan, daerah kumuh perkotaan, nyaris tidak ada kekuatan riil yang melindungi mereka. 

Sehingga sumber daya negara, berupa bansos dan sejenisnya, mereka hanya dapat "pipisan", remah-remah, tanpa mampu melakukan protes yang berarti. Lebih mengandalkan belas kasihan dari para elite perdesaan, yang sebut saja semacam "calo" dengan elite kekuasaan di atasnya.

Diperlukan kepemimpinan yang berempati kepada kelompok miskin, bisa merasakan beban kemiskinan itu, tidak sekadar pemimpin yang "memproduksikan" Surat Edaran dengan hukuman dan sangsi, cara gampangan  dalam memimpin, yang pada hakekat dasarnya menghindari tanggung jawab kepemimpinan.

Begitu juga berempati kepada mereka yang kalah dalam persaingan kehidupan, dicampakkan oleh lingkungan sosialnya, rentan mengalami stres, depresi dan bahkan punya risiko mengalami gangguan mental. 

Diperlukan politik anggaran yang berempati pada mereka: penyediaan tenaga kesehatan jiwa di setiap puskesmas, rumah singgah perawatan, lebih berempati dengan gerakan swadaya masyarakat yang peduli ke kelompok masyarakat pinggiran ini.

Kepemimpinan model KDM di Jawa Barat, bisa dijadikan model bisa ditiru untuk menyelamatkan masyarakat yang terpinggirkan, menjadi "pelengkap penderita" dari pembangunan yang kurang menetes ke bawah "trcikle down effect". 

Keputusan publik yang sekadar wacana, sarat himbauan, tetapi mengalami kegamangan dalam implementasi di lapangan, sudah semestinya dikaji ulang. Keputusan kontroversial, yang direncanakan tidak matang, hanya melihat simpton persoalan di permukaan, tanpa kedalaman subsantasi, semestinya dikaji ulang. 

Pembenahan "sirkuit kemelut" persoalan, memerlukan ketenangan, jauh dari hiruk pikuk "suryak siu", dengan kecerdasan akal budi yang tercerahkan. Kepemimpinan cerdik nan cerdas, di semua lapisan kepemimpinan dalam mengelola Bali.

Sementara itu, Guru Besar pada Fakultas Bisnis, Pariwisata, Pendidikan, dan Humaniora Universitas Dhyana PuraProf. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama menyoroti gubernur penerbit Surat Edaran terbanyak.

Akhir-akhir ini, masyarakat, terutama warganet, sering memplesetkan istilah resmi. Contohnya, SE diubah menjadi Surat Elit, Surat Enteng, Surat Emosi, Surat Ejekan, dan bahkan Surat Enggak Jelas. 

Plesetan ini mungkin terjadi karena Surat Edaran tidak selalu berkorelasi langsung dengan perubahan perilaku masyarakat.
Namun sebenarnya, Surat edaran memiliki posisi yang unik dalam tatanan masyarakat Indonesia, meskipun tidak memiliki kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan. 

Dalam hirarki peraturan di Indonesia, surat edaran tidak termasuk dalam kategori yang memiliki kekuatan hukum yang sama. 

Namun, surat ini sering digunakan oleh pejabat atau instansi untuk memberikan penjelasan atau interpretasi terhadap peraturan yang sudah ada, serta sebagai alat untuk mengarahkan pelaksanaan tugas di lingkungan internal.

Mengidentifikasi gubernur di Indonesia yang menerbitkan surat edaran terbanyak dapat melibatkan analisis data dari berbagai sumber. 

"Tersiar kabar, beberapa gubernur yang dikenal aktif dalam menerbitkan surat edaran, yang terbanyak adalah Gubernur Wayan Koster dari Bali secara konsisten menerbitkan surat edaran, termasuk yang terbaru mengenai pembatasan penggunaan plastik sekali pakai dan kebijakan terkait pengendalian Covid-19," ujarnya. 

Gubernur Koster telah mengeluarkan beberapa regulasi untuk mendukung kebersihan dan kesehatan masyarakat. 

Gubernur Maluku: Gubernur Maluku juga aktif dalam menerbitkan surat edaran, termasuk yang berkaitan dengan konsumsi pangan beragam dan bergizi. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi seimbang di masyarakat. Gubernur Sulawesi Tengah: Gubernur Rusdy Mastura mengeluarkan surat edaran terkait penyelenggaraan Pilkada serentak, menunjukkan keterlibatan dalam memastikan proses demokrasi berjalan dengan baik. 

Gubernur DKI Jakarta: Meskipun tidak disebutkan dalam hasil pencarian, Gubernur DKI Jakarta biasanya juga aktif menerbitkan surat edaran terkait berbagai kebijakan publik, termasuk kesehatan dan lingkungan. Gubernur Jawa Barat: Gubernur Ridwan Kamil dikenal karena sering menerbitkan surat edaran mengenai inovasi dan kebijakan pembangunan daerah. 

Gubernur Jawa Timur: Gubernur Khofifah Indar Parawansa juga aktif dalam menerbitkan surat edaran terkait kebijakan sosial dan kesehatan. Gubernur Sumatera Utara: Gubernur Edy Rahmayadi telah mengeluarkan beberapa surat edaran terkait penanganan bencana dan kesehatan masyarakat. 

Gubernur Banten: Gubernur Wahidin Halim juga terlibat dalam penerbitan surat edaran untuk mendukung program-program daerah. Gubernur Kalimantan Selatan: Gubernur Sahbirin Noor dikenal dengan inisiatifnya dalam menerbitkan surat edaran terkait pengembangan ekonomi lokal. 

Gubernur Nusa Tenggara Barat: Gubernur Zulkieflimansyah juga aktif dalam mengeluarkan surat edaran untuk mendukung sektor pariwisata dan pertanian. Penelitian lebih lanjut atau akses ke database resmi pemerintah daerah mungkin diperlukan untuk mendapatkan angka yang lebih akurat.
 
Fungsi Surat Edaran dalam tatanan masyarakat Indonesia. Surat edaran (SE), meski tak mengikat secara hukum seperti undang-undang, berperan penting dalam administrasi pemerintahan sebagai sarana sosialisasi kebijakan, petunjuk pelaksanaan, koordinasi internal, dan arahan teknis. 

Kepatuhan terhadap SE, terutama dari pegawai, mencerminkan disiplin. Namun, SE memiliki batasan; tidak dapat mengubah peraturan perundang-undangan dan hanya berlaku internal. 

Selama pandemi Covid-19, SE menjadi panduan pelaksanaan protokol kesehatan, diikuti masyarakat meski tak bersifat memaksa secara hukum. SE membantu sosialisasi kebijakan dan pelaksanaan tugas pemerintah, sehingga pemahaman yang baik tentang kedudukan dan fungsinya penting bagi pembuat kebijakan untuk menjaga konsistensi dengan peraturan yang berlaku.
 
"Surat edaran bagaikan macan ompong," bebernya. Surat edaran (SE) memiliki keterbatasan karena bukan peraturan perundang-undangan yang mengikat. Ahli hukum, seperti Maria Farida Indrati, menyatakan SE seharusnya hanya menjelaskan peraturan yang ada, tidak bertentangan dengan hukum lebih tinggi. 

Seringkali, SE dikeluarkan tanpa pemahaman memadai, menimbulkan kebingungan. Meski memberi arahan internal, penerapannya tak konsisten, bahkan terkadang lebih dipatuhi dari undang-undang. 

Menantang SE secara hukum sulit karena tak dianggap produk hukum formal, menyulitkan masyarakat menuntut kejelasan jika dirugikan. Efektivitas SE perlu dievaluasi mengingat keterbatasan dan tantangannya.
 
Dampak dan harapan atas terbitnya surat edaran gubernur sangat beragam, tergantung pada konteks dan isi dari surat edaran tersebut. Secara umum, surat edaran berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan kebijakan atau instruksi yang cepat dan efisien kepada masyarakat atau instansi terkait. 

Dari segi dampak sosial, surat edaran dapat memicu reaksi masyarakat yang beragam. Dalam beberapa kasus, masyarakat dapat merespons dengan positif dan mematuhi arahan yang diberikan, terutama jika surat edaran tersebut dianggap relevan dan mendesak. 

Namun, ada juga potensi timbulnya kebingungan atau penafsiran yang salah di kalangan masyarakat, terutama jika isi surat edaran tidak jelas atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
 
Harapan terhadap surat edaran gubernur biasanya mencakup peningkatan kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah serta tercapainya tujuan yang diinginkan, seperti pengendalian penyakit, peningkatan layanan publik, atau pengaturan sosial. 

Namun, untuk mencapai harapan tersebut, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa surat edaran disusun dengan jelas, tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, dan disosialisasikan secara efektif kepada masyarakat.
Secara keseluruhan, meskipun surat edaran memiliki potensi untuk menjadi instrumen kebijakan yang efektif dalam situasi tertentu, keberhasilannya sangat bergantung pada cara penyampaian dan penerimaan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus mengevaluasi dampak dari setiap surat edaran yang diterbitkan dan melakukan penyesuaian jika diperlukan agar tujuan kebijakan dapat tercapai dengan baik.

Surat edaran (SE) memegang posisi unik dalam sistem hukum Indonesia, berfungsi menyampaikan kebijakan dan petunjuk teknis meski tak mengikat secara hukum. Ahli hukum menekankan SE seharusnya selaras dengan peraturan lebih tinggi, namun seringkali terjadi ketidaksesuaian karena kurangnya pemahaman. Penerapan SE pun tak konsisten, bahkan terkadang lebih dipatuhi dari undang-undang. 

Menantang SE secara hukum sulit karena tak dianggap produk hukum formal. Meski memiliki fungsi penting dalam administrasi, efektivitas SE dipertanyakan. 

Perlu peningkatan pemahaman hukum pejabat publik dan pengawasan untuk memastikan SE tak bertentangan dengan norma hukum. 

Tetap optimis namun perlu melakukan PDCA (Plan-Do-Check-Act) yang merupakan siklus manajemen empat langkah yang digunakan untuk pengendalian dan perbaikan proses berkelanjutan. Plan (Rencanakan): Identifikasi masalah atau peluang, kumpulkan data, dan rencanakan solusi atau perbaikan. Do (Kerjakan): Implementasikan rencana tersebut dalam skala kecil atau uji coba. Check (Periksa): Evaluasi hasil dari implementasi, ukur keberhasilan, dan identifikasi masalah baru. Act (Tindak): Standarisasi solusi yang berhasil, atau modifikasi rencana jika tidak berhasil, dan ulangi siklus PDCA.

"Jika PDCA tidak dilakukan, maka dapat dipastikan Surat Edaran hanya menjadi Macan Ompong yang tak ditakuti dan pasti tidak dapat dilaksanakan dengan baik di masyarakat," pungkasnya. (Gab/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Gubernur Koster Lantik Suryawan Jadi Direktur Utama Perusda Bali 

Terpopuler

Nasib Buruh di Tengah Gempuran Omnibus Law: Antara Harapan dan Ketidakpastian

Nasib Buruh di Tengah Gempuran Omnibus Law: Antara Harapan dan Ketidakpastian

KDM Kepemimpinan Pemberi Harapan, Tidak Sekadar Omon-Omon

KDM Kepemimpinan Pemberi Harapan, Tidak Sekadar Omon-Omon

DPRD Bali, Hari Raya Suci Galungan dan Kuningan

DPRD Bali, Hari Raya Suci Galungan dan Kuningan

Presiden Prabowo Bertemu Bill Gates, Kuatkan Kesehatan dan Pertanian 

Presiden Prabowo Bertemu Bill Gates, Kuatkan Kesehatan dan Pertanian 

Kembalikan Pecalang ke Jati Dirinya, Melindungi Desa Pakraman dari Risiko Keamanan - Jaga Baya

Kembalikan Pecalang ke Jati Dirinya, Melindungi Desa Pakraman dari Risiko Keamanan - Jaga Baya

Rezim Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Pasca UU BUMN

Rezim Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Pasca UU BUMN