Sense of Crisis Presiden Prabowo Ditunggu Publik, Untuk Merespons Risiko Ekonomi Perang Tarif Presiden Trump
Admin - atnews
2025-04-10
Bagikan :
Presiden Trump (ist/Atnews)
Oleh Jro Gde Sudibya Folatilitas ekonomi akibat kenaikan tarif oleh Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump ke seluruh negara di dunia, sudah tampak. Indonesia yang dikenakan tambahan tarif sebesar 32 persen untuk produk yang masuk AS, sudah tampak.
Meskipun Presiden Trump kembali menggemparkan panggung global dengan kebijakan tarif dagangnya. Trump mengumumkan bahwa ia menaikkan tarif impor terhadap seluruh produk asal Tiongkok menjadi 125%, sementara negara-negara lain tertunda selama 90 hari dan penurunan tarif menjadi 10 persen Kebijakan ini akan segera berlaku. Langkah ini menandai perbedaan sikap yang sangat tegas terhadap Tiongkok dibandingkan dengan lebih dari 75 negara lainnya yang disebut Trump memilih untuk tidak membalas kebijakan dagang AS sebelumnya.
Nilai Tukar rupiah terhadap AS terus turun, melewati ambang batas psikologis Rp.16,500 per 1 dolar AS.
Sekarang setelah libur lebaran, terus turun, sampai sedikit di atas Rp.17,000,--. Memberikan beban berat bagi dunia industri, yang komponen impornya tinggi, seperti: industri permesinan dan juga industri pharmasi. Semakin beratnya pembayaran hutang luar negeri, sebelum fluktuasi rupiah, diperkirakan berjumlah Rp.800 T, tahun 2025 ini. Risiko ekonomi, akibat perang tarif yang akan berlangsung dalam hitungan hari, publik menunggu "emergency program" dari Presiden Prabowo dalam mengelola risiko ekonomi yang diperkirakan akan segera hadir.
"Task Force" dalam mengelola dan menanggulangi risiko ekonomi akibat perang tarif ditunggu publik, menyangkut: a) Komposisi personalia, ketua tim, tim delegasi yang akan melakukan negosiasi dengan pemerintahanTrump. b) Penunjukan duta besar Indonesia di AS yang sekarang kosong, yang punya peran strategis dari hari ke hari, melakukan lobi, negosiasi dengan pemerintahan Trump. Sangat diharapkan, mereka yang kompeten melakukan negosiasi, dengan penguasaan yang memadai tentang isu ekonomi dan politik global. Seleksi berbasis meritokrasi, bukan sekadar balas budi politik, yang punya risiko kinerjanya bisa memalukan.
Kemampuan komunikasi: "Task Force", Kantor Komunikasi Presiden, Kementerian Luar Negeri dan ring satu Istana, terus menerus ditingkatkan, untuk menghindarkan terjadinya blunder komunikasi, yang mengganggu kinerja "Task Force", dan juga kinerja pemerintah dalam mengelola risiko krisis akibat perang tarif.
"Task Force" ini, akan menentukan tingkat "sense of crisis" kepemimpinan Presiden Prabowo yang ditunggu publik, di tengah daya beli masyarakat yang merosot, "hantu" PHK di mana-mana.