Banner Bawah

Hentikan Polemik Terminal LNG Sidakarya, LMND Rekomendasikan Tiga Skema Lokasi

Admin - atnews

2025-07-03
Bagikan :
Dokumentasi dari - Hentikan Polemik Terminal LNG Sidakarya, LMND Rekomendasikan Tiga Skema Lokasi
LMND Eksekutif Bali (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) atau Terminal LNG di perairan Sidakarya, Denpasar menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat. 

Rencana ini dinilai tidak hanya mengancam ekosistem pesisir dan laut yang menjadi sumber kehidupan bagi nelayan dan masyarakat adat setempat, tetapi juga berpotensi merusak situs-situs sakral yang selama ini dijaga dan dihormati sebagai bagian dari identitas kultural Bali.

Ditengah wacana transisi energi yang mestinya berkeadilan dan berbasis kerakyatan, proyek FSRU ini justru mencerminkan pendekatan top-down yang abai terhadap suara rakyat, keberlanjutan lingkungan, dan hak-hak komunitas lokal. 

Oleh karena itu, penolakan terhadap proyek ini bukan semata-mata sikap emosional, melainkan bentuk tanggung jawab kolektif dalam menjaga ruang hidup, warisan budaya, dan arah pembangunan Bali yang adil serta berdaulat.

Demikian disampaikan Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Wilayah Bali I Made Dirgayusa dan Sekretaris Ida Bagus Agung Ari Putra Suryawangsa di Denpasar, Rabu, 2 Juli 2025.

Untuk itu, Made Dirgayusa 
merekomendasikan 3 skema terbaik untuk menyelesaikan polemik yang ada terkait rencana pembangunan FSRU LNG, yaitu Pertama, menggeser lokasi FSRU Sidakarya 10 KM dari Daratan

Dari analisis LMND Bali terhadap Rencana Pembangunan FSRU LNG di lepas pantai Sidakarya, setidaknya akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat. Diantara beberapa dampak yang pihaknya analisis setidaknya ada dua dampak yang harus menjadi perhatian serius, yakni Keamanan & Kenyamanan serta Sosial Ekonomi.

Dari sisi Keamanan & Kenyamanan, perlu menjadi perhatian khusus. Lokasi FSRU yang direncanakan hanya berjarak kurang lebih 500 Meter dari daratan (TAHURA NGURAH RAI) dan sekitar kurang lebih 500-700 meter dari pemukiman padat penduduk di Desa Adat Serangan. 

"Melalui ANDAL yang kami dapat dan analisa, ANDAL proyek tidak memenuhi standar internasional (COMAH no. 16) dalam mengantisipasi risiko domino effect (Faktor Eksternal). Apabila skema terburuk kecelakaan terjadi karena faktor eksternal di luar sistem keamanan FSRU, maka penduduk yang tidak bersalah akan menjadi korban pun dalam kehidupan sehari-hari akan dihantui rasa khawatir oleh karena FSRU sangat dekat dengan ruang hidup penduduk, terutama warga Desa Adat Serangan," paparnya.

 Dari sisi Sosial Ekonomi, kehadiran FSRU di lokasi yang direncanakan akan memberi pukulan hebat bagi masyarakat dalam sisi mata pencaharian hidup. Mulai dari proses pembangunan yang memerlukan pengerukan (Dredging) akan memberi dampak sedimentasi dan mempengaruhi tingkat kekeruhan perairan sekitar. 

"Tentunya akan mempengaruhi habitat fauna laut, yang akan berdampak kepada hasil tangkap nelayan," terangnya. 

Mengingat, pemukiman terdekat adalah Desa Serangan yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan pesisir yang umumnya melaut di perairan pesisir, maka akan memaksa mereka lebih jauh untuk mendapat tangkapan atau bahkan memaksa mereka untuk tidak melaut kembali. 

Selain itu, lokasi FSRU yang direncanakan juga akan memberikan dampak terhadap industri pariwisata yang ada di sekitar lokasi. 

Secara tidak langsung akan mempengaruhi preferensi wisatawan untuk menghindari lokasi wisata yang berdekatan dengan sebuah FSRU berukuran kurang lebih 300 Meter.

"Maka dari itu, apabila Pengembang tetap memaksakan lokasi FSRU tetap tidak jauh dari lokasi yang direncanakan, akan lebih bijak menggesernya 10 KM ke tengah laut," bebernya.

Menimbang dampak-dampak yang akan ditimbulkan kepada masyarakat sekitar, maka dilakukan dengan menggeser Lokasi FSRU ke Perbatasan Denpasar-Gianyar. 

Dalam Rapat Paripurna Ke-20 DPRD Provinsi Bali 30 Juni 2025, Gubernur Bali, I Wayan Koster menyampaikan rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengungkapkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di tiga lokasi secara bertahap.

Tiga lokasi tersebut adalah Pesanggaran Denpasar pada tahun 2026, selanjutnya pada tahun berikutnya di Kabupaten Gianyar berbatasan dengan Denpasar, kemudian di Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng.

Melihat rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di lokasi perbatasan Denpasar- Gianyar, maka akan lebih tepat pembangunan FSRU LNG didorong dilokasi yang berdekatan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) agar suply kebutuhan LNG-nya dapat segera terpenuhi, karena untuk PLTG Pesanggaran, selama ini telah disuplai oleh FSRU Karunia Dewata yang berada di Pelabuhan Benoa sejak 2016 dan mampu untuk mencukupi kebutuhan pembangkit di Pesanggaran.

Jikapun ada kebutuhan tambahan akibat dibangunnya pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Denpasar pada tahun 2026 bisa dibuatkan jaringan pipa gas baru jika suply LNG dari FSRU Karunia Dewata yang berada di Pelabuhan Benoa tidak mencukupi.

Selain itu, lanjutnya dengan menggeser Lokasi FSRU ke Celukan Bawang, lantaran pemindahan lokasi FSRU LNG dari perairan Sidakarya ke Celukan Bawang merupakan langkah logis dan strategis yang mengedepankan prinsip efisiensi, keamanan lingkungan, dan integrasi sistem kelistrikan jangka panjang.
 
Celukan Bawang telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan PLTG 2×450 MW berbasis gas alam (LNG) yang akan beroperasi mulai 2029-2030 (RUPTL PLN). Artinya, kebutuhan akan pasokan LNG yang stabil dan infrastruktur pendukung sudah menjadi bagian integral dari skema pembangunan energi nasional dan regional di kawasan tersebut.

Secara infrastruktur, Celukan Bawang memiliki keunggulan signifikan dengan tersedia lahan ±40 hektare, jetty eksisting yang dapat dioptimalkan untuk kapal LNG, serta rencana pembangunan fasilitas penyimpanan dan regasifikasi LNG di darat. 

"Hal ini menjadikan sebagai hub LNG potensial untuk Bali Utara, sekaligus memungkinkan efisiensi distribusi gas ke PLTG baru tanpa harus membuat fasilitas terpisah di Sidakarya yang padat, sensitif secara budaya, dan rentan konflik sosial," urainya. 

Dari sisi teknis kelistrikan, penempatan FSRU di dekat pusat konsumsi bukanlah keharusan transmisi listrik 150 kV dari Celukan Bawang ke pusat beban di Bali Selatan sudah tersedia dan akan ditingkatkan kapasitasnya. 

Dengan memusatkan pembangkit dan infrastruktur LNG di satu kawasan industri yang telah terencana seperti Celukan Bawang, proyek menjadi lebih terintegrasi, biaya pembangunan dapat ditekan, dan risiko sosial-lingkungan diminimalisir.

"Kami berharap masukan ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemangku kebijakan untuk masa depan Bali yang lebih baik, dengan membangun kemandirian energi tanpa mengorbankan keselamatan, keadilan, ekonomi dan kehidupan adat dan budaya masyarakat," pungkasnya. (WIG/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Kerajinan Ketak Desa Darmaji, Diekspor Sampai ke Negeri Tetangga

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Undangan

Undangan

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif