Oleh Ravindra, Ketua Umum Indonesia-India Youth Forum
Hubungan antara India dan Indonesia melampaui sekadar interaksi bilateral konvensional, ia merupakan sebuah simfoni peradaban yang telah terorkestrasi selama hampir dua milenium.
Narasi historis ini, yang terukir dalam struktur budaya, linguistik, dan bahkan identitas nasional kita, menuntut analisis yang cermat dan apresiasi yang mendalam.
Sebagai Ketua Umum Indonesia-India Youth Forum, saya memandang riset komprehensif mengenai jejak keturunan India di Indonesia sangat perlu ditelusuri sebagai sebuah landasan epistemologis yang esensial untuk mengartikulasikan masa lalu, mengontekstualisasikan masa kini, dan memformulasikan strategi kolaborasi di masa depan.
Genealogi Interaksi: Dari Jalur Niaga hingga Fusi Kultural
Akar kehadiran India di Nusantara dapat dilacak hingga permulaan Masehi, dipicu oleh dinamika ekonomi global, termasuk kebutuhan India akan sumber daya emas alternatif dan permintaan rempah-rempah dari Kekaisaran Romawi.
Ini mendorong ekspansi maritim pedagang India ke Asia Tenggara, mencakup wilayah Melayu, Jawa, Sumatra, Kamboja, dan Borneo. Bukti arkeologis, seperti temuan gerabah berpola hias rolet dari India di situs-situs kuno Bali Utara sejak abad ke-7 SM, serta prasasti beraksara Kharosthi dan Brahmi di berbagai lokasi Asia Tenggara, secara empiris mengonfirmasi intensitas kontak awal ini.
Interaksi ini bukan sekadar transaksi komoditas, melainkan saluran transmisi budaya yang fundamental, memungkinkan difusi ide, teknologi, dan sistem sosial.
Penyebaran agama Hindu dan Buddha menandai fase krusial dalam Indianisasi Nusantara. Indonesia memasuki era historisnya dengan adopsi aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, sebagaimana terekam dalam prasasti-prasasti tertua kerajaan seperti Kutai dan Tarumanagara.
Berbagai teori, mulai dari peran kaum intelektual yang diundang oleh penguasa lokal, migrasi bangsawan yang kalah perang, kontribusi pedagang, hingga agensi masyarakat Nusantara dalam mempelajari dan menyebarkan ajaran, semuanya mengindikasikan kompleksitas proses ini.
Namun, esensinya terletak pada kemampuan budaya India untuk berfusi dengan kearifan lokal, menciptakan sintesis unik seperti istilah "Hindu-Jawa". Ini bukan imposisi, melainkan akulturasi adaptif yang memperkaya tanpa menghilangkan identitas asli.
Dampak kultural India meresap ke dalam setiap aspek peradaban awal Indonesia, dari revolusi sistem aksara dan bahasa, dengan ribuan kosakata Sanskerta yang terintegrasi dalam Bahasa Indonesia modern seperti "agama", "surga", "neraka", "guru", "siswa", hingga kesusastraan, di mana epos Ramayana dan Mahabharata tetap menjadi bagian integral budaya.
Pengaruh ini juga terlihat dalam sistem pemerintahan yang memadukan konsep India dengan tradisi lokal, serta seni dan arsitektur yang menghasilkan mahakarya seperti Candi Borobudur dan Prambanan, di mana elemen India seperti stupa dan makara berpadu dengan punden berundak asli Nusantara.
Bahkan, arsitektur Islam di Sumatra menunjukkan pengaruh Mughal India. Seni pertunjukan seperti Gamelan dan Wayang juga mencerminkan percampuran budaya ini.
Dinamika Migrasi dan Adaptasi Komunitas Diaspora
Era kolonial Belanda menyaksikan gelombang migrasi India yang lebih terstruktur. Pemerintah kolonial secara sistematis mendatangkan buruh kontrak, khususnya suku Tamil, untuk dipekerjakan di perkebunan tembakau di Sumatra Utara sejak 1830-an, meskipun mereka menghadapi kondisi kerja yang keras.
Bersamaan dengan itu, suku Punjabi (Sikh) mulai menetap pada akhir 1870-an, awalnya terlibat dalam industri susu, keamanan, dan taksi, sebelum berekspansi ke bisnis, perdagangan, manufaktur peralatan olahraga, dan tekstil. Pedagang Sindhi tiba sekitar 1840-1850, mengukuhkan dominasi mereka di sektor tekstil.
Kebijakan "Open deur politiek" Belanda sejak 1913 semakin memfasilitasi masuknya imigran India. Sebuah fakta menarik adalah pembelotan sekitar 600 tentara India yang berjuang bersama pejuang kemerdekaan Indonesia pada 1945, menunjukkan ikatan yang melampaui loyalitas kolonial.
Pasca-kemerdekaan, komunitas India menunjukkan adaptasi sosio-ekonomi yang signifikan. Banyak orang Tamil beralih dari buruh perkebunan ke sektor transportasi, perdagangan rempah-rempah, bahkan menjadi kontraktor atau pejabat pemerintah. Komunitas Sikh dan Sindhi juga bergeser ke pusat-pusat ekonomi seperti Jakarta dan Surabaya, memperkuat dominasi mereka di bisnis keamanan, pinjaman uang, tekstil, dan industri film.
Perubahan profesi ini mencerminkan ketahanan dan kemampuan mereka dalam mengidentifikasi serta memanfaatkan peluang ekonomi di Indonesia yang merdeka.
Di era modern, pola migrasi juga mencakup kedatangan profesional India dengan visa kerja atau visa ahli, menandakan pergerakan tenaga terampil yang berkelanjutan.
Komunitas keturunan India di Indonesia sangat heterogen, dengan kelompok etnis utama seperti Tamil yang terkonsentrasi di Medan, Sindhi yang mayoritas di Jakarta dan menguasai sebagian besar pangsa pasar tekstil serta industri film, dan Punjabi (Sikh) yang tersebar di Sumatra Utara, Jakarta, dan Surabaya.
Pola pemukiman ini mencerminkan spesialisasi ekonomi dan jalur migrasi awal mereka. Meskipun demikian, mereka telah menunjukkan tingkat asimilasi dan integrasi yang tinggi dengan masyarakat Indonesia.
Proses ini didorong oleh faktor-faktor seperti toleransi masyarakat penerima, kesempatan ekonomi yang seimbang, sikap menghargai budaya asing, keterbukaan penguasa, persamaan unsur kebudayaan, dan yang paling signifikan adalah perkawinan campuran (amalgamasi).
Perkawinan campur yang meluas, terutama dalam dua generasi terakhir, telah mempercepat peleburan budaya.
Banyak keturunan India kini fasih berbahasa Indonesia, bahkan ada yang tidak lagi menguasai bahasa India. Ini menegaskan bahwa komunitas "keturunan India" di Indonesia bukanlah entitas yang terisolasi, melainkan telah secara organik menyatu, menciptakan identitas hibrida yang dinamis dan memperkaya keberagaman nasional.
Kontribusi Berkelanjutan dan Peran Strategis dalam Hubungan Bilateral
Pengaruh budaya India tetap terasa dan berkelanjutan dalam berbagai aspek kehidupan di Indonesia, berfungsi sebagai jembatan abadi yang memperkuat hubungan bilateral.
Selain warisan linguistik dan kesusastraan, seni pertunjukan seperti musik Dangdut Indonesia sangat dipengaruhi oleh ritme India, khususnya elemen tabla-beat, dan sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia.
Film dan musik Bollywood juga memiliki basis penggemar yang besar. Unsur-unsur arsitektur India terlihat dalam bangunan candi dan masjid-masjid Islam di Sumatra yang dipengaruhi arsitektur Mughal India. Kehadiran komunitas India yang beragam juga memperkaya khazanah kuliner Indonesia, seperti terlihat dari makanan vegetarian yang disajikan dalam perayaan Hindu India di Surabaya.
Hubungan diplomatik resmi antara India dan Indonesia telah terjalin sejak 1949, dengan India menjadi salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1946.
Kedua negara telah meningkatkan hubungan ke tingkat Kemitraan Strategis Komprehensif pada 2018.
Perdagangan bilateral mencatat pertumbuhan substansial, mencapai USD 21 miliar pada 2022, menjadikan India mitra dagang ketujuh terbesar bagi ASEAN. Investasi India di Indonesia juga signifikan. Diaspora India di Indonesia, meskipun cenderung non-politik karena jumlahnya yang relatif kecil, berkontribusi pada penguatan hubungan bilateral melalui diplomasi budaya dan ekonomi.
Mereka berperan sebagai "aktor non-negara" yang mempromosikan budaya dan memperkuat jaringan bisnis, secara efektif menjalankan fungsi diplomasi publik dan ekonomi.
Berbagai organisasi komunitas India di Indonesia, seperti India Club Jakarta yang didirikan pada 1981 sebagai platform pemersatu, Indonesia Tamil Sangam (ITS) yang fokus pada kesejahteraan komunitas Tamil, serta pusat komunitas Sindhi yang aktif dalam filantropi dan mengelola sekolah seperti Gandhi Memorial Intercontinental School (GMIS), memainkan peran vital.
Mereka melestarikan budaya, memberikan dukungan sosial, dan mempromosikan pemahaman budaya antara India dan Indonesia.
Keberadaan dan aktivitas organisasi-organisasi ini menunjukkan upaya aktif diaspora dalam menjaga warisan budaya dan agama mereka di tengah proses asimilasi, sekaligus berfungsi sebagai "jendela" bagi masyarakat Indonesia untuk memahami budaya India, memfasilitasi pertukaran budaya, dan memperkuat ikatan antar-komunitas.
Keturunan India di Indonesia adalah manifestasi nyata bahwa perbedaan dapat bersinergi menjadi kekuatan. Mereka adalah benang emas yang terus merajut hubungan erat antara dua peradaban besar ini.
Dengan memahami dan menghargai jejak mereka, kita, sebagai generasi muda, memiliki tanggung jawab historis untuk memastikan bahwa jalinan persahabatan India-Indonesia akan terus bersinar terang di masa depan, menjadi model harmoni dalam keberagaman global. (*)