Denpasar (Atnews) - Bali sudah mengalami darurat sampah. Kemelut sampah tidak terselesaikan sejak 40 tahun lalu.
Gejolak persoalan sampah memuncak saat Gubernur Bali Wayan Koster menutup TPA (tempat pemrosesan akhir) Suwung pada 1 Agustus 2025. Rakyat Bali kesal dan jengkel atas pernyataan Gubernur Wayan Koster yang menyebutkan, "sampah mu sendiri maka urus sendiri".
Kemarahan rakyat Bali memuncak ketika mendapatkan isu bahwa lahan TPA Suwung seluas 32,4 ditutup kemudian akan dicaplok oleh investor diubah menjadi lapangan golf milik oligarki. Rakyat Bali menjadi korban atas kebijakan sampah karena lebih berpihak pada kepentingan investor dan oligarki.
Hal itu disampaikan Aktivis Peduli Lingkungan Gede Suardana yang juga Komunitas Biopori Warrior Bali di Denpasar, Senin (11/8).
Ia juga sebagai salah satu inisiator Petisi "Cegah Dicaplok Investor, Jadikan TPA Suwung sebagai Pabrik Energi Listrik".
Berikut solusi Bali darurat sampah: daripada lahan publik milik rakyat Bali dicaplok oleh investor maka lebih baik TPA Suwung didirikan pabrik skala besar untuk mengubah sampah menjadi energi listrik (waste to energy inceneraton). Puluhan ribu ton sampah yang menggunung dihabiskan menjadi energi listrik. Keberhasilan membersihkan gunung sampah ke wajah asli Suwung akan menjadi warisan (legacy) bahwa rakyat Bali berhasil mengatasi persoalan sampah.
Gunakan dana pungutan wisatawan asing (PWA) dan APBD Bali dengan optimal untuk mengolah sampah skala besar dan mensubsidi warga membuat alat olah sampah skala rumah tangga. Bentuk tim independen untuk mengawasi penggunaan anggarannya dan secara trasparan dilakukan audit sebagai pertanggujawaban publik.
Melakukan edukasi pilah olah sampah kepada seluruh lapisan rakyat Bali mulai dari rumah tangga, pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, dunia usaha, dll.
Dukungan rakyat Bali akan menjadikan petisi ini sebagai legacy (warisan) bahwa kita semua peduli dengan masa depan Bali. (Z/001)