Pagar GWK Dibongkar, PR Besar Gubernur Koster Menegakkan Benang Basah Kembalikan Simbol Kesucian Bali
Admin - atnews
2025-10-01
Bagikan :
Jro Gde Sudibya (ist/Atnews)
Oleh Jro Gde Sudibya Jangan terlalu bersuka cita dengan rencana pembongkaran jalan di proyek GWK yang kontroversial itu. Nyatanya simbol kesucian telah ternodai. Apa langkah Gubernur Koster untuk mengoreksi kekeliruan masa lalu? .
Membangun Garuda Wisnu Kencana (GWK) sebagai simbol Sakti Tuhan Wisnu Sri Narayana, di kosmologi ruang yang dianggap benar, di Utara Bali, Bukit Tinga-Tinga, sebelah Barat Seririt?.
Pembangunan simbol yang diharapkan "metaksu", dengan kesucian pikiran dan hati, karma sukla, "tan kabhiyahparan" - tanpa kekotoran pikiran dan hati.
Mengembalikan kepemimpinan yang "lascarya", berempati pada derita rakyat seperti yang ditelandankan oleh raja Bali terdahulu. Jejak kepemimpinan Sri Aji Pangus sampai hari tetap jelas, sebagai "tetuek kayun" para perbekel di banyak desa Bali Pegunungan.
Kepemimpinan Ida Dalem Waturenggong, tetap dikenang dalam karya berkesenian tari sakral, tari wali dengan merujuk kepemimpinan Ida Dalem.
Kepemimpinan Sri Aji Jayapangus, Ida Dalem Waturenggong, telah melegenda, menjadi mitos (dalam artian positif), kearifan kepemimpinan masa lalu "ditarik" ke masa kini, bagian dari spirit kehidupan masa kini.
Kualitas kepemimpinan Sang Raja, menjadi tolok ukur dalam menilai kepemimpinan Bali berikutnya. Kembali ke masa lalu?. Ya tidak, jarum jam tidak bisa diputar ke belakang. Hukum besi waktu bergerak ke depan. Tetapi kearifan waktu kehidupan Tri Semaya, Atitha (masa lal), Nagatha (masa depan) Warthamana (masa kini), membuat perspektif kepemimpinan menjadi holistik, berorientasi ke masa depan dengan spirit keberlanjutan.
Sehingga "penyakit" kepemimpinan seperti: "nyapa kadi aku", menafikan sejarah, kepemimpinan dengan ilusi dan delusi dapat dihindari.
*) Jro Gde Sudibya, pengamat kebijakan publik dan kecenderungan masa depan.