Banner Bawah

Hanya Beberapa Tembok GWK Dibongkar, Ketua DPRD Bali; Apakah Sudah Memuaskan Masyarakat di Sana?

Admin - atnews

2025-10-01
Bagikan :
Dokumentasi dari - Hanya Beberapa Tembok GWK Dibongkar, Ketua DPRD Bali; Apakah Sudah Memuaskan Masyarakat di Sana?
Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) hanya membongkar beberapa pagar untuk akses jalan Warga Banjar Adat Giri Dharma, Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, Rabu (1/10).

Aksi itu menyusul rekomendasi tegas DPRD Bali yang mendesak manajemen GWK membuka jalur publik tersebut demi kepentingan masyarakat.

DPRD Provinsi Bali telah mengirim surat rekomendasi bernomor B.08.500.5.7.15/27290/PSD/DPRD kepada Gubernur Bali dan bernomor B.08.500.5.7.15/27291/PSD/DPRD kepada Bupati Badung.

Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack, mengakui proses pembongkaran sudah berjalan dan bahkan videonya beredar luas. Namun, ia menekankan evaluasi belum tuntas karena pihaknya masih menunggu respons langsung masyarakat. 

“Sudah mulai itu, videonya sudah banyak. Tapi apakah sudah memuaskan masyarakat di sana? itu yang saya belum tahu. Saya mohon waktu untuk mengetahuinya 1-2 hari ini, karena (pembongkaran) sedang berlangsung. Saya tidak sempat hadir di situ jadi kita tunggu 1-2 hari nanti saya beritakan lagi,” ujarnya.

Pembongkaran ini menyusul rekomendasi hasil rapat pimpinan (Rapim) DPRD Bali yang dikeluarkan dan diserahkan secara resmi kepada Gubernur Bali, Wayan Koster dan Bupati Badung, Wayan Adi Arnawa, pada Selasa (30/9) kemarin.

Dewa Jack, menegaskan rekomendasi yang disampaikan ke Gubernur Bali itu memberikan kewenangan penuh kepada eksekutif dan Satpol PP untuk mengeksekusi pembongkaran jika pihak GWK tetap tidak merespons. “Rekomendasi sudah, sudah dipublikasi,” katanya.

Intinya, rekomendasi DPRD ini menyebut penutupan akses publik tersebut telah menimbulkan keresahan masyarakat, menghambat aktivitas sosial, hingga melanggar berbagai aturan hukum. DPRD menilai tindakan manajemen GWK yang menutup jalan tidak dapat dibenarkan karena jalan itu selama ini digunakan masyarakat sebagai jalur utama.

Dalam rekomendasi juga disebutkan, DPRD menegaskan penutupan jalan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selain itu, DPRD juga mengacu pada Pasal 43 huruf a PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan tanah, yang secara tegas melarang pemegang hak guna bangunan (HGB) menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, maupun jalan air. Tindakan GWK menutup jalan dengan tembok, menurut DPRD, jelas melanggar aturan tersebut.

Lebih jauh, Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria juga menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Menurut DPRD, menutup jalan yang sudah lama dipergunakan masyarakat sama artinya dengan mengabaikan fungsi sosial tanah.

Dewa Jack menerangkan penutupan jalan bisa dijerat dengan Pasal 192 KUHP tentang perbuatan merintangi jalan umum, Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum, serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memuat ancaman pidana bagi pihak yang menutup jalan umum. Bahkan, jika penutupan itu berdampak pada lingkungan, hal tersebut dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Politisi partai PDIP ini menegaskan kewajiban perusahaan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar. “Menutup akses jalan tanpa memperhitungkan dampak terhadap warga dinilai sebagai tindakan semena-mena yang bertentangan dengan prinsip tanggung jawab sosial perusahaan,” katanya.

Melalui rekomendasi itu, DPRD meminta Gubernur Bali segera menindaklanjuti langkah eksekusi pembukaan jalan dengan melibatkan Satpol PP maupun aparat berwenang lainnya. DPRD juga mengingatkan agar hak masyarakat dipulihkan, akses menuju tempat suci dijamin, dan prinsip fungsi sosial tanah tetap dijaga.

Lebih lanjut, DPRD Bali juga mendorong Pemerintah Kabupaten Badung dalam hal ini Bupati Adi Arnawa untuk tidak hanya membuka akses jalan tersebut, tetapi juga mengambil langkah pengamanan dan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang. “Dewan meminta agar seluruh proses dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keterbukaan, keadilan, dan kepastian hukum,” sebutnya.

Dewa Jack juga mengimbau organisasi perangkat daerah yang terkait agar memfasilitasi mediasi antara masyarakat dan pihak GWK, guna mencari solusi jangka panjang yang menjamin hak akses warga tetap terjaga. Jika tidak ditangani secara serius, persoalan ini dikhawatirkan akan terus memicu konflik horizontal dan ketegangan sosial di kawasan tersebut. 

Sementara itu, Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa berharap pembongkaran pemagaran yang sedang dilakukan manajemen GWK ini benar-benar sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Disel yang juga Wakil Ketua I DPRD Bali ini menegaskan posisi tembok yang akan dibongkar hingga kini masih belum jelas. 

“Pergeseran tembok belum diketahui secara detail sejauh mana akan dibongkar. Karena kami tidak dilibatkan atau diajak koordinasi dalam pertemuan manajemen GWK dengan Gubernur Bali dan Bupati Badung (kemarin Rabu (30/9) malam),” ujarnya.

Ia kembali menekankan agar pembongkaran dilakukan tepat pada titik yang diharapkan masyarakat. DPRD Bali bersama DPRD Badung sebelumnya juga sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi. 

Disel Astawa mengingatkan, untuk mencegah polemik berulang, Gubernur Koster dan Bupati Adi Arnawa disarankan membuat surat pernyataan bersama PT Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN) selaku pengelola GWK. “Surat pernyataan itu penting karena pejabat tidak selamanya menjabat, bahkan bisa meninggal. Jadi keputusan harus tertulis dan mengikat,” katanya.

Rujukan persoalan jalan di kawasan GWK ini sebenarnya sudah pernah dituangkan dalam Berita Acara Risalah Rapat Koordinasi tentang Jalan Menuju Pura Pengulapan pada 30 Oktober 2007. Rapat yang digelar di Balai Banjar Giri Dharma, dihadiri perwakilan PT Garuda Adhimatra Indonesia, pemilik tanah AA Ngurah Rai Riauadi bersama kuasa hukumnya, Perbekel Ungasan, Kelian Banjar Adat Giri Dharma, dan tokoh masyarakat.

Dalam musyawarah itu, disepakati pembangunan jalan menuju Pura Pengulapan dengan lebar sekitar lima meter tetap dibuka dan dilanjutkan kembali untuk kepentingan masyarakat Banjar Giri Dharma dan sekitarnya. PT Garuda Adhimatra Indonesia juga menyatakan sanggup membeli lahan milik warga sesuai bukti kepemilikan dalam batas waktu negosiasi satu minggu sejak rapat berlangsung.

Menurut Disel Astawa, bahkan jalan yang menuju SDN 8 Ungasan sudah ada sebelum GWK berdiri. Jalan tersebut pernah diaspal oleh Pemkab Badung, tetapi kemudian ditutup pihak GWK. Karena itu, ia mendesak agar pagar GWK digeser ke arah utara dan timur sehingga akses masyarakat berada di luar kawasan dan bisa digunakan kembali.

“Dengan begitu ke depan masyarakat Desa Adat Ungasan bisa hidup aman, tenteram, dan damai,” ujarnya. Pada kesempatan itu, Disel Astawa juga menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Bali dan Bupati Badung yang telah bertemu manajemen GWK untuk mencarikan solusi bersama antara Desa Adat Ungasan dan pengelola GWK. 

Sedangkan, Manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang dipimpin oleh Komisaris Utama PT. Garuda Adhimatra Indonesia (PT. GAIN), Sang Nyoman Suwisma telah melakukan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Bali Wayan Koster dan Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Senin malam (30/9).

Terkait dinamika permasalahan pagar pembatas perimeter yang didirikan di atas tanah dan jalan milik GWK yang menjadi permasalahan saat ini yang menjadi sorotan publik.

Maka PT GAIN selaku pengelola Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK), memutuskan untuk menggeser beberapa titik tembok atau pagar pembatas di sisi selatan pintu masuk kawasan GWK. 

Keputusan ini merupakan tindak lanjut atas pertemuan dengan Gubernur Bali, Wayan Koster, dan Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa, yang meminta agar akses jalan bagi masyarakat kembali dibuka untuk menghormati nilai-nilai kearifan lokal. 

Hal tersebut selaras dengan komitmen Taman Budaya GWK yang disampaikan oleh Sang Nyoman Suwisma. “Tanah yang berada dalam kawasan GWK secara sah adalah milik perusahaan. Namun demikian, GWK memahami adanya kebutuhan masyarakat terhadap akses jalan tersebut pada Hari Selasa (1/10).

Untuk itu, atas kebijaksanaan dari perusahaan, pihaknya membuka kembali pembatas perimeter tersebut. GWK berkomitmen menjaga keberlangsungan kawasan, namun harus selaras dan harmonis dengan masyarakat setempat,” ujar Suwisma. 

Sebagai destinasi budaya dan pariwisata berskala internasional, GWK menegaskan bahwa keberadaannya tidak hanya untuk mendukung pariwisata dan ekonomi, tetapi juga untuk membangun kebersamaan dengan masyarakat lokal, menjaga harmoni, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal Bali.

Sejak awal berdirinya, GWK Cultural Park tidak hanya menjadi ikon pariwisata, tetapi juga rumah bagi ratusan pekerja yang sebagian besar berasal dari lokal Bali. Saat ini ada ratusan pekerja yang berkontribusi dalam keberlangsungan operasional kawasan. 

Kehadiran mereka bukan sekadar bekerja, melainkan ikut menjaga kelestarian budaya Bali melalui peran sehari-hari, baik di panggung seni, operasional lapangan, hingga pelayanan kepada pengunjung.

Tidak hanya pekerja, dengan keberadaan Taman Budaya GWK saat ini membawa dampak ekonomi yang positif dan menjadi wadah tumbuhnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di area sekitar Taman Budaya GWK. 

Bahkan sejak tahun 2023, GWK konsisten melakukan program CSR bertajuk Literasi Budaya Anak Bangsa yang ditujukan untuk anak-anak sekolah dasar sekitar GWK. 

Sudah lebih dari 10.000 siswa usia Sekolah Dasar diundang untuk mempelajari budaya dan berwisata di Taman Budaya GWK. 

Program ini lahir dari komitmen GWK untuk mendukung literasi budaya sekaligus menanamkan rasa cinta terhadap warisan bangsa sejak usia dini. 

Berbagai program budaya seperti Festival Ogoh-Ogoh, Festival Penjor telah menjadi kegiatan tahunan GWK untuk mendukung Budaya.

GWK Cultural Park menjadi simbol dan kebanggaan bangsa Indonesia dalam mempromosikan kebudayaan Indonesia terutama Bali. Beberapa perhelatan Internasional telah dilaksanakan, antara lain terselenggaranya Welcoming Dinner G20 pada November 2022 serta Welcoming Dinner World Water Forum (WWF) pada bulan Mei 2024.

GWK Cultural Park merupakan sebuah wisata taman budaya seluas ± 60ha yang terletak di Ungasan, Kabupaten Badung, sekitar 10-15 menit dari Bandara Internasional Ngurah Rai. 

Sejak tahun 2012, dibawah manajemen PT Alam Sutera Realty Tbk, GWK hadir dengan berbagai peremajaan fasilitas. 

Pembenahan sarana dan prasarana di kawasan utama GWK Cultural Park seperti di Plaza Wisnu, Lotus Pond, Festival Park, Amphitheater, Taman Indraloka, Tirta Agung dan lain sebagainya dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung.

Pada tahun 2018 Patung GWK yang menjadi ikon Indonesia diresmikan oleh Bpk Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo. Kawasan GWK Cultural Park terdiri dari beberapa venue antara lain Plaza Wisnu, Lotus Pond, Festival Park yang memiliki luas area hingga 5.000 meter persegi dan kerap menjadi venue pelaksanaan event besar berskala nasional maupun internasional.

Amphitheater yang menjadi venue pertunjukan seni dan budaya memiliki daya tampung hingga 500 tempat duduk. Sebagai salah satu destinasi pariwisata abad ke-21, GWK saat ini berkembang menjadi taman budaya yang menyuguhkan berbagai acara yang meliputi pertunjukkan budaya, atraksi hiburan, beragam karya seni patung dan juga seni lansekap tebing-tebing kapur yang unik.

Selain itu GWK juga menawarkan destinasi wisata kuliner dengan pesona Bukit Ungasan di Jendela Bali dan Beranda Resto. Bermacam cinderamata unik dan menarik tersedia di Kencana Souvenir. (GAB/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : BPR Kanti Luncurkan Kredit Berbunga Tiga Persen Per Tahun

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

POM MIGO KAORI

POM MIGO KAORI

Desa Wisata Pemuteran, Mengenang Sang Perintis AA Prana (alm) Seorang Social Entrepreuner

Desa Wisata Pemuteran, Mengenang Sang Perintis AA Prana (alm) Seorang Social Entrepreuner

Kenapa Umat Hindu Etnis Indonesia Tak Merayakan Diwali?

Kenapa Umat Hindu Etnis Indonesia Tak Merayakan Diwali?

Festival Bahari di Laut Bondalem, Keren dan Menyejarah

Festival Bahari di Laut Bondalem, Keren dan Menyejarah