Banner Bawah

Ajus Linggih Soroti Pelanggaran DAS di Bali, Harusnya Otomatis Kewajiban Satpol PP Provinsi

Admin - atnews

2025-10-04
Bagikan :
Dokumentasi dari - Ajus Linggih Soroti Pelanggaran DAS di Bali, Harusnya Otomatis Kewajiban Satpol PP Provinsi
Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih dikenal Ajus Linggih yang juga mewakili Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali meminta evaluasi menyeluruh kinerja Satpol PP Bali dalam menegakkan pelanggaran Daerah Aliran Sungai (DAS) di Bali.

Oleh karena, Pansus TRAP DPRD Bali menemukan banyak pelanggaran pembangunan di Pulau Dewata, khususnya daerah DAS.

Pasca terjadinya banjir bandang pada tanggal 10 September 2025 yang menimbulkan korban jiwa (18 meninggal) yang baru ditemukan, kerusakan lingkungan dan kerugian harta benda.

Data BPBD Bali mencatat, banjir pada 10 September lalu melanda di sembilan kabupaten/kota di Bali dengan 159 desa/kelurahan terdampak. Kerusakan yang ditimbulkan meliputi 856 rumah, 133 sarana perekonomian, 88 tempat ibadah, 20 fasilitas umum, 116 jalan, 12 jembatan, 16 jaringan sumber daya air, 24 satuan pendidikan, satu fasilitas kesehatan, dan tiga prasarana lingkungan.  

Apalagi masyarakat terdampak banjir di Banjar Tengading, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem terendam air. 

Hingga kini, genangan belum sepenuhnya surut sehingga warga terpaksa tinggal di pengungsian lebih dari 20 hari.

Bencana itu pun ditinjau langsung oleh Presiden Prabowo, Sabtu (13/9) dan Wapres Gibran, Jumat (12/9). Pada kesempatan itu, hadir Menteri Lingkungan Hidup (LH) sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq dan Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana.

Menurutnya, Menteri LH Hanif Faisol telah mengungkapkan kondisi kawasan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung, Bali mengalami perubahan drastis sejak 2015.

Mirisnya lagi, saat ini hutan DAS Ayung tersisa sekitar 1.500 hektare yang masih ditumbuhi pepohonan, atau sekitar 3 persen dari total luas sekitar 49.500 hektare hutan. Kondisi itupun membuat Gubernur Bali Wayan Koster merasa kaget sebagaimana ungkapan Menteri LH Hanif Faisol.

Dari total 49.500 hektar lahan, setidaknya 30 persen perlu ditanami kembali sebagai kawasan hutan. Selain itu, perlu dipadukan dengan perkebunan bernilai ekonomis sesuai tipologi masyarakat. “Kalau memang diperlukan penertiban dan penegakan aturan, harus dilakukan tanpa pandang bulu. Ini untuk generasi mendatang,” kata Menteri LH Hanif Faisol.

"Saya juga kaget ada Pansus TRAP DPRD Bali temukan banyak pelanggaran. Saya pun bangga dengan senior - senior DPRD Bali mau melakukan sidak ke lapangan. Dengan adanya Pansus TRAP berarti rapor merah pada Satpol PP," kata Ajus Linggih yang juga Ketua HIPMI Bali.

Hal itu disampaikan ketika DPRD Bali menggelar rapat koordinasi lintas instansi di Ruang Rapat Gabungan Lantai III, Gedung DPRD Provinsi Bali, Rabu (1/10).

Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, didampingi Wakil Ketua I, I Wayan Disel Astawa. Hadir pula Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama, Ketua Komisi II Agung Bagus Pratiksa Linggih, Ketua Komisi III I Nyoman Suyasa, Ketua Komisi IV I Nyoman Suwirta, serta Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali sekaligus anggota Komisi I, I Gede Harja Astawa.

Seharusnya Satpol PP melakukan penindakan segala bentuk pelanggaran tanla pandang bulu. Dimana tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. 

Satpol PP juga membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan, melakukan pengawasan terhadap pelanggaran Perda dan peraturan daerah lainnya, serta dapat melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah. 

Mengingat kewenangan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia berada pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat dan dunia usaha. 

Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) menetapkan kebijakan umum, sementara Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melaksanakannya sesuai kewenangan masing-masing, seperti yang diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah. 

Undang-undang (UU) utama yang mengatur Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang menjadi dasar untuk pengelolaan sumber daya air secara terintegrasi, termasuk DAS. 

Beberapa peraturan lain juga terkait, seperti UU No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air dan peraturan pemerintah pendukung seperti PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 

Sedangkan, peraturan yang mengatur penetapan batas DAS, misalnya melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. 511/Menhut-V/2011 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4 Tahun 2015. 

Sedangkan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) di Bali. DAS dikelola oleh BPDAS Unda Anyar yang bertanggung jawab atas 235 DAS di pulau tersebut. 

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Gubernur memang memiliki dua fungsi utama: sebagai kepala daerah otonom yang memimpin provinsi, dan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk membantu Presiden dalam pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. 

Peran ganda itu memastikan hubungan dan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam menjalankan kebijakan dan pengawasan. 

"Secara umum, wewenang pemerintah provinsi dalam pembangunan berfokus pada skala yang lebih besar dan lintas batas kabupaten/kota, sementara pemerintah kabupaten/kota lebih berfokus pada skala lokal. Maka Tugasnya Satpol PP Provinsi yang harusnya menertibkan pelanggaran DAS," tegasnya.

Sebagaimana telah terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu Provinsi Bali. Perda itu ada sejak kepemimpinan Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Aturan spesifik dan mendasar mengenai DAS di Bali. Perda ini mengatur secara komprehensif tentang pengelolaan DAS Terpadu: Meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

Upaya komservasi untuk melindungi DAS dari kerusakan, termasuk dengan menjaga vegetasi dan lahan. Rehabilitasi dalam upaya untuk memulihkan fungsi DAS yang rusak, misalnya melalui reboisasi.

Pengendalian daya rusak air, pencegahan terhadap banjir dan longsor akibat kerusakan DAS.

Begitu juga, Perda Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 secara spesifik mengatur zonasi dan kawasan lindung, termasuk sempadan sungai, yang bertujuan untuk membatasi dan melarang pembangunan di area-area yang berfungsi lindung, yang secara tidak langsung mengatur dan melindungi Daerah Aliran Sungai (DAS). 

Salah satu jenis kawasan lindung yang diatur adalah sempadan sungai, yang memiliki aturan khusus untuk mencegah kerusakan lingkungan. 

Dengan adanya aturan zonasi dan kawasan lindung, pembangunan di area-area yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung akan dibatasi atau bahkan dilarang, termasuk di sempadan sungai. 

"Pembatasan pembangunan di area-area lindung, seperti di sekitar sungai, secara tidak langsung berkontribusi pada pengelolaan dan perlindungan DAS, menjaga fungsi ekologisnya," bebernya.

Disamping itu, Gubernur Bali Wayan Koster juga telah menerbitkan Peraturan Gubernur Bali No. 24 Tahun 2020 tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut. 

Aturan itu mengatur berbagai aspek, termasuk penetapan batas DAS, pemantauan, serta program-program perlindungan dan konservasi untuk menjaga keberlanjutan sumber daya air. 

Mengacu pada data dan peta batas DAS yang dibuat berdasarkan analisis spasial hidrologi untuk mengetahui aliran sungai. 

Ada pula pelaporan kegiatan perlindungan oleh perangkat daerah kepada Gubernur.  Penghargaan kepada Desa Adat yang berkomitmen dalam upaya perlindungan sumber daya air. Fasilitasi alih usaha masyarakat dari keramba jaring apung ke usaha lain untuk menjaga ekosistem sungai. 

Pengumpulan dan pengelolaan data dan informasi tentang batas DAS dan jaringan sungai untuk menjadi dasar penetapan dan pemantauan. 

Bali juga memiliki sistem hukum adat yang disebut Awig-Awig, yang mengatur kehidupan masyarakat untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan.

Hukum adat ini dapat memberikan sanksi tambahan bagi pelanggaran ketentuan perlindungan sumber daya air, selain sanksi administratif yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan.

Ajus Linggih mendapatkan informasi dari Ketua Pansus TRAP Bali, dimana Satpol PP Bali mencoba menghalangi kegiatan penertiban usaha Ecocrate di Kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai beberapa waktu lalu. Kejadian itu menimbulkan adu mulut antara Pansus TRAP DPRD Bali dengan Satpol PP Bali.

Pansus TRAP melalukan pengawasan pelaksanaan Perda, dimana OPD yang mengeluarkan izin - izin dan Satpol PP Bali bertindak sebagai OPD penegak Perda dan Perkada.

Jika aturan itu tidak dilaksanakan, maka sama dengan tidak aturan. Padahal aturan itu dibuat dalam memdukung Program Nangun Sat Kertih Loka Bali, mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Maka dari itu, soal kewenangan DAS, saat ini tidak lagi "saling kaden" atau saling tuding. Karena regulasinya sudah jelas. Pelanggaran DAS, Satpol PP mesti bertindak tegas.

"Ini dasar aturan Perda Provinsi Bali maupun Pergub. Otomatis menjadi kewajiban Satpol PP Provinsi," pungkasnya. 

Sebelumnya, Kepala Satpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan proses penegakan aturan harus melalui tahapan administrasi, validasi, sebelum akhirnya dilakukan eksekusi. 

Pernyataan itu disampaikan Dharmadi menanggapi kritik DPD Partai Golkar Bali dan Komisi II DPRD Bali yang menuding aparat penegak Perda itu mandul dalam mengawal tata ruang hingga memperparah bencana banjir.

Sebelumnya, Golkar menilai banjir yang melanda Denpasar dan sejumlah wilayah bukan hanya akibat curah hujan tinggi, melainkan cermin dari ketumpulan pengawasan Satpol PP terhadap bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).

Terhadap hal itu, Dharmadi mengatakan pihaknya menanggapi santai kritik tersebut. Menurutnya, banyak hal yang sudah dilakukan Satpol PP, meski tidak semua terekspos ke media. “Apa yang disampaikan oleh Komisi II DPRD Bali melalui Fraksi Golkar, ya, saya menanggapi santai saja, karena apa yang sudah kita kerjakan, kan yang tahu banyak itu di Komisi I sebenarnya. Dan banyak hal yang kita kerjakan juga tidak semua kita ekspos di media. Nah, walaupun ada di ekspos di media, apakah terbaca oleh beliau-beliau, ya saya juga tidak tahu,” ujarnya, Minggu (20/9).

Kata Dharmadi, Satpol PP bekerja di tiga level, yakni provinsi, kabupaten, dan kecamatan. Penanganan persoalan banjir tidak bisa dilepaskan dari faktor alam, namun di sisi lain dia mengakui memang ada potensi bangunan liar mencaplok sempadan sungai atau alih fungsi lahan resapan air yang bisa memperparah keadaan. Karena itu, katanya, pencermatan detail di lapangan mutlak diperlukan.

Untuk itu, ia menegaskan pihaknya tidak berdiam diri. “Kami juga melakukan, meminta data juga kepada kabupaten/kota. Yang tahu kan kabupaten/kota. Kalau ada hal-hal yang memang tenggarai mencaplok sepadan sungai seperti itu atau ada bangunan liar yang berpotensi mengganggu aliran daerah aliran sungai, atau ada penggalian lahan resapan air di lahan-lahan pertanian begitu, Itu memang perlu pencermatan kembali,” katanya.

Satpol PP Provinsi Bali disebutnya bekerja bersama tim terpadu yang terdiri dari berbagai organisasi perangkat daerah teknis di provinsi maupun kabupaten/kota. Mekanisme ini, menurutnya, untuk memastikan validasi data sebelum tindakan penertiban dilakukan. 

Ia juga menyinggung selama ini belum ada laporan resmi terkait bangunan bermasalah di sempadan sungai. “Sehingga baru, karena ada bencana banjir ini, baru ada cerita itu. Ya cerita itu kita juga baru ngeh juga,” ungkapnya.

Dharmadi menekankan luasnya cakupan wilayah pengawasan membuat tidak mungkin semua titik bisa dijangkau sekaligus. Dari hulu sampai hilir sungai melintasi beberapa kabupaten, sehingga dibutuhkan pengalaman lapangan untuk mengetahui secara persis potensi pelanggaran. “Baru setelah itu kita akan tindak lanjut,” tegasnya. (GAB/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : 99 Persen Dana Desa 2018 Terserap

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Sewa Pertokoan di Dalung

Sewa Pertokoan di Dalung

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif