Buleleng (Atnews) - Kapolres Buleleng, AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi,S.I K M.H, menegaskan bahwa kasus yang melibatkan anak-anak di bawah umur menjadi perhatian serius pihak kepolisian.
“Polres Buleleng berkomitmen memberikan perlindungan maksimal kepada kelompok rentan, terutama anak-anak. Tindakan ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat mengganggu n
masa depan generasi muda. Karena itu kami akan memproses hukum secara tegas,” ujar Kapolres dalam keterangan Pers, di Mapolres, Sabtu,(04/10/2025).
Pihaknya mengimbau masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Ia menekankan bahwa kepedulian keluarga dan warga sangat penting agar kasus serupa dapat dicegah sejak awal, serta mendorong masyarakat untuk tidak ragu melapor jika menemukan hal mencurigakan.
Pihak Polres berhasil mengamankan seorang berinisial KPW(34), warga Desa Pelapuan, Kecamatan Busungbiu, atas dugaan tindak pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Kasus ini terungkap setelah adanya laporan polisi tertanggal 23 September 2025.
Kasat Reskrim Polres Buleleng, AKP I Gusti Nyoman Jaya Widura mengatakan korban merupakan anak dibawah umur berusia 15 tahun asal Desa Pelapuan. Tersangka yang diketahui teman dekat kakak korban dan sering berkunjung ke rumah keluarga korban.
AKP Widura menjelaskan bahwa pada hari kejadian Selasa, (23/9/2025), tersangka datang untuk mengambil barang yang tertinggal. Saat korban mencarikan barang tersebut di kamarnya, tersangka diduga mengikuti dan melakukan tindakan yang termasuk kategori pelecehan.
“Berdasarkan hasil penyidikan, tersangka ini merupakan teman kakak kandung korban yang sering berkunjung ke rumah keluarga korban. Peristiwa terjadi pada 23 September 2025, saat tersangka datang untuk mengambil jaket miliknya yang tertinggal di rumah korban,” ujar Jaya Widura.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. Tersangka telah diamankan sejak 2 Oktober 2025 untuk proses hukum lebih lanjut.
Kasus pelecehan juga diungkap Polres Buleleng terkait perbuatan tak senonoh dilakukan seorang ayah terhadap anak kandungnya di sebuah tempat kost di Kelurahan Kaliuntu, Kecamatan Buleleng. Bahkan perbuatan persetubuhan yang dilakukan sang ayah terhadap anakya itu sudah dua kali, hingga pelaku yang tidak lain ayah kandung korban ditahan aparat.
Kasat Reskrim Polres Buleleng, AKP I Gusti Nyoman Jaya Widura saat mendampingi Kapolres Buleleng, AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi bersama Kasi Humas Iptu Yohana Rosalin Diaz, mengatakan, peristiwa persetubuhan yang dilakukan IE (45) yang berasal dari Kelurahan Kampung Kajanan dilakukan pada Minggu, 15 Juni 2025 sekira pukul 22.00 WITA di tempat kost yang dihuni pelaku bersama korban dan adik korban.
“Tersangka tiba-tiba masuk kedalam kamar korban pada saat korban tidak berada di kamarnya, setelah korban kembali ke kamarnya tersangka sudah tidak menggunakan pakaiannya kemudian tersangka langsung menarik tangan korban dan langsung melakukan persetubuhan terhadap korban,” ujar Kasat Reskrim AKP Jaya Widura.
Perbuatan persetubuhan yang dilakukan korban yang masih berusia 14 tahun itu sebanyak dua kali. “Bahwa persetubuhan yang dilakukan oleh tersangka sudah 2 kali terjadi di kost mereka, yang kedua terjadi pada sekira 1 minggu setelah kejadian pertama,” ungkap AKP Jaya Widura.
Perbuatan persetubuhan yang dilakukan IE terhadap anak kandungnya itu juga disertai dengan ancaman dan kekerasan, bahkan adik korban yang berada dalam satu kost tidak mengetahui perbuatan bejat sang ayah.
“Tersangka sebelum melakukan persetubuhan terhadap korban melakukan kekerasan dengan cara memukul korban agar korban mau untuk disetubuhi dan mengancam agar tidak memberitahukan kepada orang lain. Bahkan adik korban tidak mengetahui kejadian tersebut,” ungkap Kasat Reskrim.
Akibat perbuatan yang dilakukan terhadap anak kandungnya itu, IE dijerat dengan pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp 5 miliar.
Perbuatan pelaku juga dikuatkan dengan hasil pemeriksaan saksi-saksi termasuk olah TKP dan juga penyitaan barang bukti, selain itu terhadap korban juga dilakukan visum untuk memastikan alat bukti serta melakukan penahanan terhadap tersangka di rutanPolres Buleleng sejak tanggal 3 Oktober 2025.
Sementara, kasus lain yang terungkap, seorang perempuan penyandang disabilitas tuna rungu dan tuna wicara menjadi korban kebiadaban seorang pria berusia 75 tahun. Ironisnya, korban yang tak berdaya kini tengah hamil tujuh bulan akibat perbuatan bejat pelaku.
Peristiwa pertama kali terjadi pada 28 Maret 2025 di Banjar Delod Peken, Kelurahan Kendran, Kecamatan Buleleng. Saat itu, korban dipaksa1 melakukan persetubuhan di semak-semak, meski berusaha melawan dengan berteriak, keterbatasan fisik membuat suaranya tak terdengar oleh orang lain.
Kapolres Buleleng, AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, menegaskan bahwa pelaku dan korban tinggal di desa yang sama dan tidak memiliki hubungan keluarga.
“Awal mulanya korban sering berbelanja di warung milik tersangka. Dari situ tersangka memanfaatkan situasi hingga empat kali melakukan persetubuhan terhadap korban,” jelasnya.
Kapolres menguraikan bagaimana tindak kekerasan dilakukan berulang kali dengan modus berbeda. Pada kesempatan lain, tersangka mendobrak pintu rumah korban lalu memaksa melakukan persetubuhan. Bahkan, ancaman kekerasan berupa pukulan membuat korban tidak berdaya.
“Perbuatan ini jelas sangat keji, mengingat kondisi korban yang difabel. Kami akan menindak tegas dengan pasal berlapis sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” tegasnya.
Polisi kini telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi, olah TKP, penyitaan barang bukti, hingga visum terhadap korban. Tersangka resmi ditahan sejak 3 Oktober 2025 dan dijerat Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp300 juta.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi masyarakat, bahwa penyandang disabilitas sangat rentan menjadi korban kekerasan seksual. Harapannya, penegakan hukum yang tegas tidak hanya memberi keadilan bagi korban, tetapi juga memberi peringatan keras agar kejahatan serupa tidak kembali terjadi. (WAN)