Sayangkan Kanoroyang di Sanur, Prof Sutarya : Padahal Republik Desa Kuno Hargai Pendapat Setiap Orang
Admin - atnews
2025-10-08
Bagikan :
Akademisi Prof. I Gede Sutarya (ist/Atnews)
Denpasar (Atnews) - Akademisi Prof. I Gede Sutarya menyayangkan warga Banjar Adat Dangin Peken, Sanur, I Wayan Dharma Yudha yang juga suami dari Sri Sutari, dijatuhi sanksi adat terberat kanoroyang setelah memasang baliho dua calon Klian Adat.
Padahal, masyarakat adat Bali adalah republik desa kuno. Republik desa sangat menghargai pendapat setiap orang, walaupun tidak semua pendapat digunakan.
Karena itu, setiap perbedaan seharusnya bisa dijembatani. Kalau ternyata tidak bisa maka artinya ada nilai yang hilang di desa adat, yaitu nilai kebersamaan.
"Secara historis, nilai kebersamaan ini memudar karena feodalisme yang membangun kasta yang melemahkan solidaritas masyarakat," kata Prof Gede Sutarya yang juga Dosen UHN IGB Sugriwa di Denpasar, Rabu (8/10).
Berikutnya pada era kapitalisme, kesenjangan ekonomi melunturkan solidaritas masyarakat. Feodalisme dan kapitalisme adalah fenomena di luar desa adat yang tidak bisa dikendalikan.
Menghadapi itu, desa adat hanya bisa mengendalikan dirinya. Yaitu teguh pada swadharmanya mengurus agama dan adat.
Hal-hal di luar itu misalnya simpan pinjam dan lainnya hendaknya berada di luar adat. Selain itu, program-program pemerintah sebaiknya di luar adat.
"Saran saya desa adat fokus pada swadharmanya. Urus agama dan adat. Berhenti menerima tumpangan pemerintah di luar urusan itu," bebernya.
Bukankah dalam Bhagavad Gita dinyatakan lebih baik menekuni kewajiban sendiri. "Bhagavad Gita berkata melaksanakan tugas sendiri jauh lebih mulia daripada melaksanakan tugas gubernur walaupun tugas gubernur sangat mulia," pungkasnya. (Gab/001)