Banner Bawah

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Admin - atnews

2025-10-10
Bagikan :
Dokumentasi dari - Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan
Akademisi Prof. I Gede Sutarya (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Akademisi Prof. I Gede Sutarya mengharapkan sapi sebagai hewan suci yang patut dilindungi.

Sapi juga sebagai penyelamat lingkungan, dihormati sebagai simbol kesuburan, kemakmuran, dan sumber kehidupan yang mendukung alam semesta.

Penghormatan terhadap sapi ini secara tidak langsung mendorong praktik pelestarian lingkungan, karena sapi adalah simbol dari kelangsungan hidup dan kemakmuran yang dibutuhkan oleh bumi dan manusia. 

"Sapi itu penyelemat lingkungan. Berdasarkan penelitian di India, penggunaan tahi sapi sebagai bahan bakar menyelematkan penebangan hutan untuk kayu bakar," kata Prof. Sutarya yang juga Dosen UHN IBG Sugriwa di Denpasar, Jumat (10/10).

Untuk itu, penganut Sanatana Dharma (Veda) melindingi sapi berfungsi untuk kehidupan melalui susunya, membantu kerja dan tainya menyelematkan lingkungan.

"Jadi tak salah, Veda melindungi sapi karena berfungsi untuk kehidupan melalui susunya, membantu kerja dan tainya menyelematkan lingkungan," ujarnya.

Sebelumnya, Intelektual Hindu Jro Gde Sudibya mengatakan, kehidupan yang lebih sekuler Sapi memberikan manfaat kepada keberlanjutan alam dan manusia.

Sebagaimana pesan kebenaran dari sastra Sanatana Dharma (Hindu). 

Menurutnya, Sapi memiliki tempat yang istimewa dalam Sanatana Dharma dan dihormati baik dalam Veda maupun Purana. 

Maknanya tidak hanya religius, tetapi juga budaya dan spiritual. Sejak zaman kuno, sapi telah dianggap sebagai simbol antikekerasan, kemakmuran, dan keibuan. 

Dalam kitab suci Hindu menawarkan wawasan mendalam tentang mengapa sapi diperlakukan dengan begitu hormat, dan penghormatan ini terus memainkan peran penting dalam kehidupan jutaan umat Hindu saat ini.

Dalam agama Hindu, sapi sering disebut sebagai “Gau Mata atau "Induk Sapi". Umat Hindu memiliki kepercayaan bahwa sapi adalah pengasuh, layaknya seorang ibu. 

Pandangan Hindu (Sanatana Dharma), manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai mahluk yang paling sempurna memiliki tujuh jenis ibu:

ātma-mātā guroḥ patnī
brāhmaṇī rāja-patnikā
dhenur dhātrī tathā pṛthvī
saptaitā mātaraḥ smṛtāḥ

Diantaranya Ibu kandung (ātma-mātā), Istri dari guru kerohanian (guru patnī), Istri para brāhmaṇa (brāhmaṇī), Ibu negara atau ratu atau istri dari raja atau kepala pemerintahan (raja-patnī), Sapi (dhenur), Bidan/orang yang membantu melahirkan dan yang merawat (dhātrī) serta Bumi/ibu pertiwi (pṛthivī).
 
Sapi menghasilkan susu, yang merupakan sumber nutrisi penting. Dalam budaya Veda, susu dianggap sebagai makanan lengkap, kaya nutrisi yang meningkatkan kesehatan. 

Sapi tidak hanya menghasilkan susu; kotoran dan urinnya digunakan untuk berbagai keperluan seperti obat-obatan, bahan bakar, dan pupuk.

Begitu juga dalam Kitab Purana, kitab suci Hindu kuno, juga menyoroti peran sapi sebagai penopang kehidupan. Dalam Skanda Purana, sapi digambarkan sebagai anugerah dari para dewa kepada umat manusia, yang dirancang untuk menyediakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup. Sapi dikaitkan dengan penciptaan kekayaan dan kemakmuran, dan kehadirannya di rumah diyakini membawa keberuntungan.

Jro Gde Sudibya menambahkan, limbah sapi berperan besar sebagai pupuk organik yang menjamin keberlanjutan alam dan juga ketersediaan pangan dunia. 

Menurut para ahli, susu Sapi mempunyai kandungan sekitar 98 persen susu Ibu. Menurut Badan Lingkungan Hidup PBB, permukaan bumi (yang produktif) sekitar 56 persen untuk ladang peternakan yang sebagian besar adalah Sapi sebagai pemasok utama konsumsi protein dunia. 

"Sebagai perbandingan, tutupan bumi untuk pemukiman dan industri hanya sekitar 8 persen," ungkap Jro Gde Sudibya di Denpasar, Kamis (4/9).

Pesan Kenabian Sapi adalah Binatang Suci, semestinya menyadarkan manusia untuk mengendalikan keinginannya baca keserakahannya. 

Dalam pandangan Mahatma Gandhi, ekonomi keserakahan (greedy economy) pangkal penyebab kerusakan lingkungan, mendistorsi nilai kemanusiaan, membawa penderitaan. 

Dalam bahasa Gandhiji (greedy into misery). "Ungkapan Gandhi yang sering dikutip banyak orang, bumi yang kita huni sanggup memenuhi kebutuhan dasar manusia penghuninya, tetapi tidak mampu menopang keserakahan manusia penghuninya," bebernya. 

Ekonomi keserakahan "sekali tiga uang" dengan ekonomi perjudian (casino economy) yang menjadi ciri umum ekonomi liberal kapitalistik dewasa ini.

Untuk itu, masyarakat Bali harus menemukan kembali tradisi ekonominya yang sosialistik religius, dengan tolok ukur: respek pada alam, membangun solidaritas ekonomi (paras Paris sarpanaya), ekonomi kebersamaan model pasar Tentene. "Tantangan bagi tuan puan penguasa untuk lebih berbenah bagi Bali dan masa depannya," pungkasnya. (GAB/ART/001)

Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Koster: Wujudkan Bali Bebas Sampah Plastik

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Sewa Pertokoan di Dalung

Sewa Pertokoan di Dalung

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global