Banner Bawah

Bali Kehilangan Ribuan Hektare Sawah, Ajus Linggih Usulkan Perda Melindungi Hasil Bumi dan Produk Lokal 

Admin - atnews

2025-10-11
Bagikan :
Dokumentasi dari - Bali Kehilangan Ribuan Hektare Sawah, Ajus Linggih Usulkan Perda Melindungi Hasil Bumi dan Produk Lokal 
Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih dikenal Ajus Linggih memberikan respon soal Bali kehilangan 6.521,81 hektare sawah atau turun 9,19 persen.

Hal itu memperlihatkan bahwa menjadi petani di Bali itu tidak membuat sejahtera, sehingga masyarakat yang memiliki lahan dekat dari kawasan pariwisata, memilih untuk membangun villa, ruko dan sebagainya.

Untuk itu, diperlukan Peraturan Daerah (Perda) dalam melindungi hasil bumi dan produk lokal Bali agar petani, nelayan dan pengusaha lokal mendapat kepastian pembelian.

"Sehingga saya rasa perlu untuk dibuatkan hasil bumi dan produk lokal Bali agar petani, nelayan dan pengusaha lokal mendapat kepastian pembelian Perda yang melindungi hasil bumi dan produk lokal Bali agar petani, nelayan dan pengusaha lokal mendapat kepastian pembelian," kata Ajus Linggih yang juga Ketua HIPMI Bali di Denpasar, Sabtu (11/10). 

Dengan pasar yang pasti, tentu akan memperlambat laju alih fungsi lahan pertanian. Ditambah, sepengetahuan pihaknya jumlah produksi beras kita masih surplus. 

"Setau saya jumlah produksi beras kita masih surplus. Sehingga yang perlu dipertahankan itu sawah di daerah padat penduduk dan dataran rendah agar masih ada resapan air ketika hujan," imbuhnya.

Sementara itu, lingkungan Bali tengah menjadi sorotan publik, karena mengalami kerusakan parah sehingga timbul banjir bandang, Rabu (10/9).

Lahan sawah di Bali terus mengalami penyusutan. Berdasarkan data badan Pertanahan Negara (BPN) Provinsi Bali mencatat, sejak 2019 hingga 2024 Bali kehilangan 6.521,81 hektare sawah atau turun 9,19 persen dengan rata-rata penurunan 1,53 persen setiap tahun. 

Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan pada Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, I Made Herman Susanto, mengungkapkan tren alih fungsi lahan ini sebenarnya masih dalam batas normal, tidak begitu besar seperti yang sering diberitakan di media-media massa. 

“Kalau melihat kecenderungan ini sebenarnya alih fungsi lahan itu tidak terlalu besar seperti yang disampaikan di media. Mungkin kalau pelanggaran terkait dengan itu biasanya mereka melanggar kaitannya mereka tidak punya izin. Karena kalau memohon izin itu pasti melalui mekanisme, salah satunya melalui sistem Online Single Submission (OSS),” jelasnya dalam rapat pansus DPRD Provinsi Bali tentang Penegakan Peraturan Daerah Terkait Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah (Trap) di Ruang Rapat Banmus Lantai III, Gedung DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Rabu (17/9).

Ia menguraikan, dari data rekapannya Denpasar tercatat sebagai wilayah dengan penurunan sawah paling tinggi. Dalam enam tahun, penyusutan mencapai 38,03 persen, atau rata-rata 6,34 persen per tahun. Posisi berikutnya ditempati Gianyar yang kehilangan 14,82 persen lahan sawah, dengan rata-rata 2,47 persen per tahun. Sedangkan penurunan terkecil terjadi di Kabupaten Tabanan, yakni 3,64 persen dalam enam tahun terakhir, atau hanya 0,61 persen per tahun.

Perubahan ini, jelasnya, bisa disebabkan oleh alih fungsi lahan yang juga berkaitan dengan penyesuaian tata ruang. Ia pun mencontohkan lahan di Denpasar yang dalam sepuluh tahun terakhir banyak dikonversi menjadi perencanaan non-sawah. 

“Seperti Kota Denpasar, karena memang bukan tanah sawah sehingga bisa digunakan perencanaan pembangunan. Di tata ruangnya kemudian berubah sehingga bisa dilakukan pengurangan untuk LSD (lahan sawah yang dilindungi) itu sendiri,” katanya. Ia menambahkan, data yang digunakan sejak 2019 berasal dari LBS (Luas Baku Sawah), LSD, dan sawah update, sehingga perubahan lahan bisa dilihat lebih terperinci baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Selain persoalan penyusutan sawah, Herman juga menyinggung soal musibah banjir pekan lalu yang terjadi akibat bangunan yang berdiri di sempadan sungai. “Bangunannya memang melewati sempadan sungai sehingga terancam oleh aliran sungai itu sendiri. Kami cek sertifikatnya kayaknya masih berhimpitan, karena bangunan itu kemungkinan sudah terjadi sebelum ada rencana tata ruang 2013 maupun rencana tata ruang terbaru,” tandasnya.

Berdasarkan catatan BPN, secara keseluruhan luas sawah di Bali turun dari 70.995,87 hektare pada 2019 dan menjadi 64.474 hektare pada 2024. Yang paling besar kehilangan luas sawahnya adalah Gianyar. Tahun 2019, sawah di Gianyar masih ada 11.780,80 hektare. Tapi tahun 2024 tinggal 10.035 hektare. Artinya hilang 1.745,80 hektare atau 14,82 persen, dengan rata-rata penyusutan 2,47 persen per tahun.

Kalau bicara persentase, Denpasar yang paling parah. Dari 2.164 hektare sawah pada 2019, sekarang tersisa 1.341 hektare. Penyusutannya 823 hektare atau 38,03 persen. Setiap tahun rata-rata turun 6,34 persen, jauh lebih tinggi dibanding kabupaten lain.

Buleleng juga mencatat penyusutan signifikan, dari 8.860,66 hektare menjadi 8.015 hektare, berkurang 845,66 hektare atau 9,54 persen dengan rata-rata 1,59 persen per tahun. Sementara Badung turun dari 9.072,48 hektare menjadi 8.301 hektare, kehilangan 771,48 hektare atau 8,50 persen, rata-rata 1,42 persen per tahun.

Tabanan yang dikenal sebagai lumbung padi Bali, meskipun luasannya masih terbesar, juga mengalami penurunan dari 19.611,38 hektare pada 2019 menjadi 18.897 hektare pada 2024. Penyusutan tercatat 714,38 hektare atau 3,64 persen dengan rata-rata 0,61 persen per tahun, yang menjadikan Tabanan sebagai daerah dengan penurunan terkecil di Bali.

Jembrana mencatat penurunan dari 7.139,68 hektare menjadi 6.691 hektare, berkurang 448,68 hektare atau 6,28 persen dengan rata-rata 1,05 persen per tahun. Karangasem turun dari 6.584,14 hektare menjadi 5.976 hektare, kehilangan 608,14 hektare atau 9,24 persen dengan rata-rata 1,54 persen per tahun.

Bangli juga menyusut dari 2.210,45 hektare menjadi 1.967 hektare, kehilangan 243,45 hektare atau 11,01 persen dengan rata-rata 1,84 persen per tahun. Sementara Klungkung mengalami penurunan dari 3.572,22 hektare menjadi 3.251 hektare, berkurang 321,22 hektare atau 8,99 persen dengan rata-rata 1,50 persen per tahun. (GAB/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Smartdesa C@shless No.1

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Sewa Pertokoan di Dalung

Sewa Pertokoan di Dalung

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Sapi, Simbol Sakral Umat Hindu, Wajib Hukumnya Melindungi

Sapi, Simbol Sakral Umat Hindu, Wajib Hukumnya Melindungi