Badung (Atnews) - Permasalahan tembok pembatas Garuda Wisnu Kencana (GWK) belum tuntas. Meski tembok pembatas sudah dibongkar GWK, namun Prajuru Adat dan Dinas Desa Ungasan serta Warga Desa Adat Ungasan merasa tidak puas, karena tidak dilibatkan, saat pertemuan Manajemen GWK, Gubernur Bali Wayan Koster dan Bapati Badung I Wayan Adi Arnawa pada tanggal 30 September 2025.
Kemudian, Prajuru Adat dan Dinas Desa Ungasan menggelar pertemuan di Madya Mandala Pura Dalem, Desa Adat Ungasan, Kabupaten Badung, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Badung, Wayan Sugita Putra (WSP) menyatakan dirinya sebagai perwakilan rakyat di DPRD Badung menampung segala aspirasi dan keluhan masyarakat terkait Jalan Magada yang berada di belakang tulisan GWK, berdasarkan Hasil Rapat atau Parum Desa Adat Ungasan.
"Hari ini, kami sudah melaksanakan sembahyang bersama, yang kemudian turun hujan, mudah-mudahan hal ini ciri bagus, agar masyarakat kita mendapatkan suatu berkah bersama-sama dengan Pemerintah dan juga pihak GWK," kata Wayan Sugita Putra yang akrab disapa WSP.
Menurutnya, Jalan Magada hendak ditutup permanen. Padahal, Jalan Magada merupakan tanah warga yang disumbangkan untuk kepentingan umum.
Kemudian, Wayan Sugita Putra membeberkan keberadaan Jalan Magada, yang memang sudah ada, sejak turun temurun, hampir puluhan tahun lalu.
"Saat ini, saya berumur 50 tahun berarti jalan itu sudah ada sebelum 50 tahun yang lalu," terangnya.
Mengawal aspirasi masyarakat dikorelasikan dengan Rekomendasi DPRD Kabupaten Badung, maka Wayan Sugita Putra (WSP) mendorong, agar Gubernur Bali dan Bupati Badung segera menuntaskan aspirasi masyarakat mengenai keberadaan Jalan Magada di Fase Kesatu ini, yang hingga kini masih belum tuntas.
Hal tersebut diakibatkan adanya usulan pengalihan jalan yang tidak ke Jalan Utama, yang kemudian dialihkan ke Jalan Lingkungan Masyarakat, yang saat ini ditolak oleh Krama Adat Banjar Giri Dharma, Desa Adat Ungasan.
"Seyogyanya Bapak Bupati Badung dan Bapak Gubernur Bali agar bisa membantu masyarakat kita terkait jalan tersebut tetap dibuka. Itupun sudah sesuai dengan Hasil Rekomendasi DPRD Bali dan Paruman Desa Adat Ungasan," paparnya.
Setelah Jalan Magada, lanjutnya ada lagi Jalan Lingkar Timur sebagai Fase Kedua yang seutuhnya digunakan warga masyarakat sebagai jalan pengganti Rurung Agung.
Kemudian, Jalan Lingkar Timur itu difungsikan oleh warga yang berada di Banjar Giri Dharma dan Celagi Basur yang ada di bawah, untuk kegiatan adat dan Upacara Yadnya Ngaben atau kematian.
"Setelah di Jalan Magada selesai, biar dilanjutkan pengerjaan pergeseran tembok atau persiapan badan jalan atau persiapan jalan oleh GWK kepada warga masyarakat kami, jelas nanti berstatus hukum yang tetap," tegasnya.
Hal tersebut dilakukan, untuk mengantisipasi pertanyaan kembali pada era kedepan, agar terjalin keharmonisan antara Desa Dinas, Banjar Giri Dharma dan Warga Desa Adat Ungasan secara umum.
Hal-hal berkaitan dengan sisi ekonomi yang ada di Desa Ungasan khususnya, kemudian Kabupaten Badung dan Provinsi Bali, karena sebutannya Taman Budaya GWK, maka dipandang perlu tetap terjalin harmonisasi dan tidak ada hal-hal yang perlu diperdebatkan lagi.
Jika terjadi hal tersebut, WSP menilai masyarakat dipastikan akan mendukung atas program-program yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi di GWK.
"Cara-cara apapun nanti digelar di GWK itu sendiri pasti kita akan secara harmonis juga mendukung secara baik oleh warga masyarakat Desa Ungasan," tambahnya.
Untuk itu, WSP berharap dalam waktu singkat segera berkoordinasi kembali dengan pihak GWK guna menyelesaikan satu titik saja sebetulnya yang harus dibuka, karena Jalan Magada itu sudah ada sejak turun temurun, maka permasalahan Jalan Magada bisa dituntaskan, yang kemudian lanjut ke Jalan Lingkar Timur.
"Sehingga akses jalan dari Bingin Sari, kemudian warga kami disana bisa dibuka akses jalan ataupun misalnya ada penyiapan solusi yang bisa dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah, silakan saja, yang penting warga masyarakat kami disiapkan jalan yang resmi melalui aset daerah Kabupaten Badung dan tidak akan ada terganggu- terganggu lagi," urainya.
Tak hanya itu, WSP juga meminta warga Desa Ungasan bahu membahu untuk bersatu, guna menyelesaikan persolan ini dengan baik, tidak anarkis serta tidak arogan dan tidak merusak hal-hal yang prinsip yang justru menyebabkan diadukan ke hal-hal lainnya.
"Tetap jalankan hal ini secara administrasi dengan baik oleh Jro Bendesa Adat, pak Mekel, kami akan berkoordinasi penuh dengan pak Gubernur Bali dan pak Bupati Badung bersama dengan perangkatnya," kata WSP.
Oleh karena itu, WSP mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Bali, Bupati Badung bersama perangkatnya dan Pimpinan beserta Anggota DPRD Provinsi Bali, terutama Wakil Ketua DPRD Bali, Wayan Disel Astawa, karena saat ini akses warga di Jalan Magada yang tertutup sudah bisa digunakan dan sebagian sudah dibuka.
"Sehingga action lagi sedikit saja masalah Jalan Magada tuntas dan lanjutkan kedepan, buka dan kerjakan selesai sudah masalah Jalan Magada itu," pungkasnya.
Sebelumnya, polemik pemagaran oleh manajemen GWK dinilai menyalahi kesepakatan.
Mantan Kelian Banjar Dinas Giri Dharma yang terlibat langsung sekaligus ikut menandatangani Berita Acara Risalah Rapat Koordinasi tentang Jalan Menuju Pura Pengulapan (lanjutan) pada 30 Oktober 2007, yakni I Wayan Arkanuara menilai pihak GWK ingkar pada sejarah.
Jalan Magada yang hendak ditutup permanen itu ungkapnya merupakan tanah warga yang disumbangkan untuk kepentingan umum.
"Jalan yang diserahkan ke Banjar Dinas Giri Dharma, Desa Ungasan oleh PT. GAIN saat itu diwakili oleh almarhum Anak Agung Rai Dalem bersama Suryatin Lijaya selaku lawyer PT. GAIN adalah di sebelah selatan jalan utama GWK dengan lebar aspal 5 meter kanan-kiri 50 cm, berem jalan dengan panjang sekitar 600 meter pada tanggal 30 Oktober 2007, datanya masih ada," ucapnya.
Arkanuara menambahkan jalan samping GWK sebelah selatan berbatasan dengan tanah milik, Wayan Suara. Masih terlihat sisa sekitar 3 meter jika dilihat gambar situasi tahun 2006.
Arkanuara berharap krama adat Banjar Giri Dharma, Desa Ungasan, dan pejabat terkait dapat mempertahankan jalan yang jelas-jelas sejak awal diperuntukkan untuk umum, khususnya masyarakat setempat.
Surat Kesepakatan Bersama antara PT Garuda Adhimatra dan Dusun Giri Dharma, Ungasan pada Sabtu, 22 April 2000 dan Berita Acara Risalah Rapat Koordinasi tentang Jalan Menuju Pura Pengulapan (lanjutan) tertanggal 30 Oktober 2007 memperkuat pernyataan I Wayan Arkanuara.
Berdasarkan Berita Acara Risalah Rapat Koordinasi tentang Jalan Menuju Pura Pengulapan (lanjutan) tertanggal 30 Oktober 2007 yang dihadiri kepala desa, kelian banjar dinas, kelian adat, warga, pengacara, wakil pemilik tanah, penglingsir, pihak GWK (Anak Agung Gede Rai Dalem dan Made Ardita), Ketua BPD Desa Ungasan, serta warga Banjar Adat Giri Dharma, melahirkan dua buah kesepakatan soal akses jalan yang kini ditembok sepihak oleh Manajemen GWK.
Pertama, pembangunan jalan menuju Pura Pengulapan dengan lebar kurang lebih 5 meter tetap dibuka dan dilanjutkan kembali untuk kepentingan masyarakat Banjar Giri Dharma atau Desa Adat Ungasan dan sekitarnya.
Kedua, PT Garuda Adhimatra Indonesia sanggup dan bersedia membayar atau membeli atau dengan sebutan lain kepada pemilik tanah sesuai luas yang tercantum dalam bukti kepemilikannya dengan batas waktu negosiasi 1 (satu) minggu sejak hari ini (30 Oktober 2007, red).
Tujuh tahun sebelumnya, tepatnya pada Sabtu, 22 April 2000, perihal akses jalan ini juga sudah diberikan bebas kepada masyarakat sebagaimana dimuat dalam Pasal 12 Surat Kesepakatan Bersama antara PT Garuda Adhimatra dan Dusun Giri Dharma, Ungasan pada Sabtu, 22 April 2000.
"Pihak pertama akan tetap memberikan penggunaan jalan yang ada di kawasan kepada masyarakat Dusun Giri Dharma untuk kepentingan upacara keagamaan atau kegiatan sosial lainnya," demikian bunyi pasal dimaksud ditandatangani oleh Direktur Utama PT Garuda Adhimatra, Drs. Nyoman Nuarta.
Ada pun dalam Surat Kesepakatan Bersama antara PT Garuda Adhimatra dan Dusun Giri Dharma, Ungasan pada Sabtu, 22 April 2000 itu, masyarakat Dusun Giri Dharma diwakili oleh I Wayan Sudana (kepala dusun), I Wayan Rapeg (kelian adat), I Made Subur (kelian gandrung/joged), I Wayan Kurma (wakil dusun), I Wayan Windra (wakil dusun), I Made Dana (wakil dusun), I Made Dama (wakil dusun), Drs. Ida Bagus Artha Adnyana, M.Hum (wakil dusun), dan I Putu Eka Suastika, S.TP (Ketua STT Yowana Satya Laksana, Dusun Giri Dharma).
Sebelumnya juga, Bendesa Disel Astawa menegaskan, masyarakat berjuang sesuai data yang dimiliki sesuai perjanjian di Notaris Sugita dan Berita Acara rapat tanggal 30 Oktober 2007 dan keterangan BPN Badung pada tanggal 3 Februari 2025 bahwa disana jalan untuk kepentingan masyarakat untuk masyarakat mohon kepada manajemen GWK iklaskan dibuka jalan sesuai sedia kala dan rekomendasi DPRD Bali kepada Gunernur Bali dan Bupati Badung.
Serta Gubernur Bali sudah jelas memerintahkan kepada Menajemen GWK membuka jalan tersebut seperti semula.
Selain itu, jalan lingkar timur ada masyarakat Ungasan, warga Banjar Santi Karya tidak jalan dan orangnya tersebut sudah pernah mengajukan jalan ke GWK tahun 1997 sampai sekarang juga tidak diberikan sehingga sampai sekarang.
Warga Banjar Santi Karya Ungasan ada di timur tembok GWK tidak dapat jalan orang tersebut tidak bisa bangun rumah tinggal karena jalan tertutup oleh tembok GWK.
Diharapkan polemik GWK dengan masyarakat tentang jalan masyarakat yang terisolir seperti sedia kala selesai dengan penuh kedamaian kerukanan sesuai dengan simbol suci agama Hindu Betara (Dewa) Wisnu berikan kemakmuran di Kawasan Wisata GWK dan kedepan tidak terulang lagi. (GAB/WIG/001)