Oleh Dewi Uma, Joni Suhartawan, Putu Suasta
Seringkali, kita menyangka waktu adalah sesuatu yang linear, maju dari detik ke menit, lalu ke jam, dan seterusnya. Kita menganggapnya sebagai pengukur, sebuah garis lurus yang tak bisa kita ubah. Namun, bagaimana jika waktu jauh lebih dari itu? Bagaimana jika waktu adalah cerminan dari diri kita, sebuah siklus yang menawarkan pelajaran, pertumbuhan, dan keselarasan?
Buku Wariga: Cermin Kehidupan ini mengajak kita untuk merenungkan kembali pemahaman kita tentang waktu, tidak melalui kacamata barat yang sering kita gunakan, melainkan melalui kearifan lokal yang kaya dari Nusantara, khususnya Bali. Inilah sebuah perjalanan ke dalam ilmu pengetahuan kuno yang telah diwariskan secara turun-temurun, yang melihat waktu sebagai denyut nadi semesta, terhubung langsung dengan denyut nadi kita sebagai pribadi.
Rujukan dari buku ini adalah beberapa referensi tentang wariga, di antaranya adalah Wariga Belog, penemuan Ida Pedanda Nyoman Temuku, yang dikristalisasikan oleh Dewi Uma, salah seorang murid langsung beliau, kedalam apa yang ia istilahkan Mirror of Life. Selain itu, buku ini juga menghimpun dan merujuk tulisan para pakar yang ilmunya terkait langsung maupun tidak langsung dengan soal wariga ini. Mulai dari bidang ilmu filologi, antropologi, etno ekologi, techno-science, manajemen hingga ilmu kepariwisataan.
Rujukan tersebut di atas tidak terlepas dari semangat buku ini, yakni turut aktif dalam barisan mengembangkan Wariga sebagai ilmu pengetahuan tentang waktu yang layak berada dalam ekosistem akademis maupun layak juga sebagai terapan yang hidup dan menghidupi masyarakat, khususnya Bali. Wariga tidak lagi terkungkung dalam cangkang sakral warisan leluhur yang “tenget”, tidak boleh mendapat penafsiran atau perspektif “baru”, tetapi juga menjadi cermin kehidupan keseharian yang nyata dan “terpakai”.
Pengetahuan ini memiliki relevansi yang sangat kuat dengan wellness tourism atau pariwisata berbasis kesehatan lahir batin. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang sering membuat kita merasa terputus, Wariga: Cermin Kehidupan menawarkan jembatan kembali ke diri sendiri. Ini bukan hanya tentang mengunjungi tempat-tempat yang indah, tetapi juga tentang pengalaman transformatif yang memulihkan. lebih dari sekadar relaksasi fisik; ia menyentuh esensi spiritual dan mental, membantu kita mencapai keseimbangan sejati.
Kami menghaturkan terimakasih kepada tabik pakulun, Ida Pedanda Nyoman Temuku, yang di masa hidup beliau, memberi motivasi Dewi Uma untuk tekun dan ikhlas meneruskan dan mengembangkan Ilmu Wariga yang khas ini. Terimakasih tak terhingga juga kami haturkan kepada para sujana yang menyumbangkan pemikiran, pandangan bahkan tulisan sehingga buku ini memperoleh kedalaman yang komprehensif.
Beberapa pemikiran para sujana baik hati ini, kami sarikan dari tulisan mereka yang telah ada dengan tetap mencantumkan nama mereka sebagai sumber utama, sehingga buku yang memang diniatkan hanya untuk kalangan internal saja ini dapat terwujud. Para sujana yang berkenan memberikan tulisan untuk buku ini dan kami haturkan terimakasih, adalah: Sugi Lanus, pakar filologi dan budayawan, tokoh internasional dari Bali, Prof. I Gede Sutarya dari UHN IB Sugriwa, Prof, Suryadarma pakar etno-ekologi, Ida Ayu Diah Kencana Dewi, putri menantu sekaligus murid langsung Ida Pedanda Nyoman Temuku, yang menjadikan Wariga Belog sebagai tesis magisternya di UNHI, Ida Ayu Rahyuni, magister UNHI yang juga mengusung Wariga Belog sebagai tesis, aktivis sosial budaya Ir. Astana dan Putu Suasta, cendekiawan muda I Gde Agus Darma Putra, yang pada saat buku ini disusun sedang menempuh pendidikan doktornya di Sorbonne Prancis, Sadwika Salain, akademisi muda Bali sekaligus Founder the Nusantara Brain and Consciousness Reseach Centre serta I Gede Wiwin Suyasa, pengusung Vanaprastha Institute yang bersedia mengisi bagian epilog.
Buku ini juga tidak akan mungkin terwujud tanpa dukungan, dan kepercayaan dari banyak pihak. Rasa terima kasih yang terdalam kami haturkan kepada : Heru Lelono, Ben Subrata, Prof Ngurah Bagus, Prof DG Palguna, Prof Hildred Gertz, Prof Adrian Vickers, Ida Rsi Putra Manuaba, Michael White/ Made Wijaya, teman-teman AMPIK, Kt Ngastawa, Agus Maha Usada, Prof Nitya, Baskara, Dr Donder, Dr Sayoga, Dwija, Wiratmaja, Gde Sudibya, Made Suardhana, Artaya, wartawan Ace, Jais Darga, Agus Waworuntu, Pringgo, Gung Alit, Ngurah Santika, Agung Rai Arma, Goenawan Mohammad, Warih wisatsana, Dr Jean Couteau,Tatik Inten, Rocky Gerung, Valentino Barus, Dr Mildawani, Suryo Susilo, Alexander Effendi, Demer, Putu Leong, Nyoman Dhamantra, Arik Kalender, Moh Oemar, Wesaka Puja, Dewa Muka, Joni Suhartawan, Ary Dwipayana,Yudha Bantono, Bre Redana, Hotmaraja Penjaitan, Nusron Wahid, Dr Fadli Zon, Prajaniti, Forum Merah Putih, Mabes Bangsal, Ashram Gandhi santisena, Sandhi Murti, LSM Jarak, Group WA Bali lebih baik, Satu Pena Bali, Wira Satya, Laksmi, Wisnu Wijaya, Kt Suerti, Group WA Cipanas, Group WA Kagama, Yayasan Sudamala Bumi Insani.
Buku ini sekaligus undangan untuk kembali ke akar, menemukan kebijaksanaan yang telah lama terpendam, dan menggunakannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih sadar dan bermakna. Wariga: Cermin Kehidupan bukan hanya buku untuk dibaca, melainkan cermin untuk direnungkan. Biarlah setiap halaman menjadi pantulan yang membimbing kita menuju keharmonisan, baik dengan diri sendiri maupun dengan alam semesta. Jayalah ilmu pengetahuan Nusantara Jayalah Indonesia negeri tercinta.
*) Penyusun, Dewi Uma, Joni Suhartawan, Putu Suasta