Rencana Proyek LNG di Bali, Bendesa Adat Tanjung Benoa; Pemerintah Harus Mengkaji Komperhensif, Kalau Merugikan Adat atau Berpotensi Rusak Alam, Ya Tolak!
Admin - atnews
2025-10-13
Bagikan :
Bandesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya (ist/Atnews)
Badung (Atnews) - Rencana proyek pembangunan Liquefied Natural Gas (LNG) di Bali kembali menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat Pulau Dewata.
Dengan statemen Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan persetujuan lingkungan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) rencana pembangunan Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di Sidakarya, Denpasar Selatan dari Kementerian Lingkungan Hidup (LH) ditargetkan akan terbit akhir September 2025.
Gubernur Koster mengatakan rencana Terminal LNG akan dibangun di titik berjarak 3,5 kilometer (km) dari pesisir pantai Sidakarya. Gubernur Koster telah bertemu Menteri LH Dr. Hanif Faisol Nurofiq di Jakarta, Selasa 2 September 2025.
Sebelumnya, Sekda Bali Dewa Indra menegaskan pembangunan terminal LNG Sidakarya akan dilanjutkan. Ia mengakui titiknya akan bergeser ke area lepas pantai dari titik semula.
"Akan dilanjutkan. Cuma titiknya dipindahkan ke offshore ya (area lepas pantai,red), jadi ada jarak yang coba ditentukan, titik yang awal dipindahkan,” kata Dewa Indra.
Hal itu muncul pasca rencana pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) atau terminal apung untuk penampungan Liquefied Natural Gas (LNG) Sidakarya di Bali menuai penolakan dari Desa Adat Serangan.
Rencana baru oleh Pemrakasa LNG pun mendapat respon kembali Desa Adat Serangan yang telah menegaskan penolakan terhadap rencana pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) LNG di Denpasar Selatan, pada 15 September 2025 lalu.
Oleh karena, lokasi terminal LNG dipindahkan ke titik 3,5 kilometer dari bibir pantai. Namun, jarak tersebut tetap dianggap terlalu dekat dengan kawasan pemukiman, pura dan aktivitas masyarakat Serangan.
Setelah itu, perwakilan Desa Adat Serangan kembali mendatangi langsung Kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), untuk menyerahkan Surat Kedua di Jakarta, Jumat, 26 September 2025.
Pada saat itu, Sekretaris Desa Adat Serangan/Jero Penyarikan I Wayan Artana bersama Prajuru Desa Adat I Wayan Patut menyerahkan langsung Surat Kedua, yang diterima langsung oleh Deputi Bidang Tata Lingkungan dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan KLH, Sigit Reliantoro.
Dalam Surat Penolakan, Desa Adat Serangan memohon agar KLH menunda bahkan menghentikan penerbitan izin proyek FSRU LNG.
Namun, pada tanggal 2 Oktober 2025 kembali ada pertemuan secara online yang melibatkan wilayah Serangan, Pesanggaran, Sanur, Pedungan, Sidakarya. Sedangkan Desa Adat Tanjung Benoa belum ada dalam pertemuan tersebut.
Hal itu disampaikan I Wayan Patut sebagai Prajuru Desa Adat Serangan. Kepastian titik lokasi LNG belum dapat dipastikan. Pihaknya tetap meminta agar titik digeser tidak dekat dengan pintu masuk Pelabuhan Serangan.
"Tanggal 2 Oktober kita banyak kasi masukan," ungkap Wayan Patut di Denpasar, Jumat (10/10).
Sementara itu, Bandesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya, mengatakan rencana pembangunan terminal LNG untuk kepentingan pembangkit listrik di Bali jangan sampai menjadi permasalahan baru di masyarakat.
Terlebih, sejak dihembuskan pertama kali di tahun 2021, wacana proyek LNG Bali terus mendapat penolakan dari sejumlah desa adat hingga masyarakat, ia melihat adanya ketidaksesuaian antara konsep proyek tersebut dengan nilai-nilai adat di pesisir Bali, selain memicu gesekan sosial keberadaan terminal LNG juga berpotensi menimbulkan bencana dan kerusakan alam Bali di masa depan.
"Kalau secara professional titiang (saya, red) menanggapi (polemik LNG di pesisir Bali, red) itu, sebenarnya tujuan pemerintah itu pada prinsipnya kan baik. Mendorong kemandirian energi, tetapi kita lihat situasinya sekarang, kalau memang tujuannya itu (LNG, red) untuk kepentingan masyarakat banyak sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 dan manfaatnya bisa dirasakan desa adat hingga masyarakat umum, kenapa tidak didukung? Tetapi, kalau itu (Bali Mandiri Energi, red) hanya sekedar kedok saja yang kedepan keberadaannya justru menyisakan bencana dan tidak sesuai dengan nilai-nilai adat di Bali, ya lebih baik tolak!" Tegas Made Wijaya kepada wartawan Bali Politika melalui sambungan telepon, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Lebih lanjut pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Badung itu menambahkan, ia mendorong pemerintah untuk melakukan kajian secara mendalam sebelum melakukan eksekusi terhadap proyek tersebut, memastikan keterlibatan desa adat hingga masyarakat untuk mendukung kemandirian energi melalui pemanfaatan LNG di Bali.
"Pemerintah harus itu melakukan kajian secara komperhensif, dipaparkan dulu itu ke bawah, apa maksudnya pembangunan itu? manfaatnya apa? kalau ada yg merugikan adat atau berpotensi merusak alam, ya tolak!," singgungnya.
Sebelumnya juga, Walikota Denpasar Jaya Negara menegaskan bahwa dirinya mendukung pembangunan terminal LNG asal sesuai dengan aturan tata ruang yang ada.
Jaya Negara menjelaskan, prinsipnya Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar mendukung proyek LNG. Maka dari itu, pihaknya membuat jaringan, tidak hanya di Sidakarya saja, tetapi ada di wilayah Pedungan dan Sesetan. Jaringan-jaringan itu dibuat untuk terminal LNG bisa ditempatkan di kawasan Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III.
Dimama terminal LNG Pelindo Benoa adalah terminal LNG mini pertama di Asia yang berlokasi di Dermaga Selatan Pelabuhan Benoa, Bali, dan dioperasikan oleh Pelindo Energi Logistik (PEL). Terminal ini berfungsi sebagai gerbang penerimaan gas alam cair (LNG) untuk kebutuhan energi bersih di Bali, seperti untuk pembangkit listrik, transportasi, dan industri.
Terminal LNG (Gas Alam Cair) Benoa mulai beroperasi pada tahun 2016, setelah pembangunannya dimulai pada tahun 2014 oleh PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau yang sekarang menjadi bagian dari entitas Pelindo.
Selain itu, Dewan Perwakian Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali sempat melaksankan rapat koordinasi terkait update rencana pembangunan terminal LNG Bali Offshore di wilayah Denpasar Selatan.
Rapat dipimpin langsung Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama didampingi Ketua Komisi IV I Gusti Putu Budiartha berlangsung di ruang rapat gabungan lantai III Gedung DPRD Bali, Senin (11/12/2023) lalu. (GAB/001)