Banner Bawah

Habiskan Rp3 T Lebih untuk Garuda Wisnu Kencana, Suwisma Ungkap Pemerintah Minta Izin GWKPermohonan Buka Akses Jalan Warga

Admin - atnews

2025-10-16
Bagikan :
Dokumentasi dari - Habiskan Rp3 T Lebih untuk Garuda Wisnu Kencana, Suwisma Ungkap Pemerintah Minta Izin GWKPermohonan Buka Akses Jalan Warga
Mayjen TNI (Purn) Sang Nyoman Suwisma (ist/Atnews)

Denpasar (Atnews) - Mayjen TNI (Purn) Sang Nyoman Suwisma selaku Komisaris Utama PT. Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN) menegaskan  Garuda Wisnu Kencana (GWK) bukan sekedar destinasi wisata, tapi juga monumen perjuangan sebagai simbol semangat nasionalisme dan bukti komitmen panjang yang melampaui hitungan bisnis biasa. 

Kisah dibalik berdirinya patung GWK adalah cerita tentang dedikasi yang tak kenal lelah dari sosok The Ning King (Harjanto Tirtohadiguno) pemilik Alam Sutera saat itu muncul menyatakan komitmen membangun patung GWK sampai selesai.

Komitmen itu bukan main-main. Bahkan, lebih dari Rp 3 trilyun dikucurkan hanya untuk membeli dan membangun GWK. Sebuah angka fantastis untuk proyek yang diyakini banyak kalangan tidak akan menguntungkan. 

Dalam benaknya tidak terbersit untuk Return of Investment, tapi murni semangat nasionalisme.

Pada saat itu, Garuda Wisnu Kencana (GWK) hanya bisa melakukan pembelian lahan seluas 60,7 hektar di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.

Mengingat, harga tanah semakin tinggi di Kawasan GWK  membuat masyarakat Desa Ungasan, Kabupaten Badung tidak menjual tanah lagi, yang 
seharusnya ada lahan seluas 100 meter persegi yang bisa dibebaskan.

Pernyataan tersebut ditegaskan Mayjen TNI (Purn) Sang Nyoman Suwisma selaku Komisaris Utama PT. Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN) atau Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Denpasar, Rabu, 15 Oktober 2025.

Menurutnya, lahan seluas 60, 7 hektar sepenuhnya milik GWK, termasuk lahan yang dipermasalahkan itu merupakan tanah milik GWK sendiri bukan punya Pemerintah Daerah (Pemda).

"Diluar itu, ada memang tanah Pemda, tapi diluar 60,7 hektar yang milik GWK. Dulu ditawarkan kepada GWK untuk dijadikan bagian saham, tapi kita tidak minta, karena PT Alam Sutera berkomitmen tidak menawarkan saham, kecuali BTDC saat itu punya saham 18 persen, yang sebetulnya saham itu diberikan oleh pak Nyoman Nuarta sesuai hasil negosiasi," kata Sang Nyoman Suwisma.

Untuk itu, Sang Nyoman Suwisma menegaskan 
tanah hibah ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung itu merupakan jalan diluar milik GWK seluas 60, 7 hektar.

"Lahan yang dihibahkan resmi itu adalah jalan dari parkir GWK sampai dengan jalan menuju tempat parkir waktu G20. Itu semua jalan hibah dari GWK kepada Pemkab Badung," kata Sang Nyoman Suwisma.

Terkait tembok pembatas, sebetulnya  diminta oleh Panitia G20  yang komplain atas keberadaan Villa yang tidak mau ditutup jalannya.

"Tapi, waktu itu ada pak Luhut, kita laporin, kemudian Panitia G20 memanggil yang bersangkutan, karena ada warga Angkatan Laut dan satu orang asing diberikan penjelasan, akhirnya mereka mengerti, bahwa  lebih jauh demi kepentingan internasional dan dunia, karena waktu itu ada G20 demi kepentingan keamanan, makanya ditutup jalannya. Mereka keluar lewat jalan yang memang disiapkan untuk villa itu. Jadi, tidak melalui jalan GWK,"  kata Sang Nyoman Suwisma.

Sesuai informasi, Sang Nyoman Suwisma menyatakan warga yang bertempat tinggal disana hanya  berjumlah 15 KK. Menariknya, GWK tidak ada kepentingan untuk membuat tembok pembatas, tapi Panitia G20 yang berkepentingan atas tembok pembatas demi faktor keamanan event internasional.

"Itu yang 15 KK, saudaranya tokoh masyarakat setempat. Jadi, tidak ada berita yang menyebutkan 600 KK disana. Kebetulan yang menembok itu adalah orang tuanya tokoh masyarakat itu sendiri," kata Sang Nyoman Suwisma.

Bahkan, Sang Nyoman Suwisma sangat mengapresiasi Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Badung Wayan Adi Arnawa yang dinilai sangat bertanggung jawab, menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa Ungasan terkait akses jalan di Kawasan GWK.

Oleh karenanya, Gubernur Bali dan Bupati Badung langsung menandatangani kesepakatan bersama GWK.

Intinya, akses jalan milik GWK di Kawasan GWK  itu, istilah Gubernur Bali dan Bupati Badung itu memohon izin kepada GWK untuk digunakan oleh masyarakat Desa Ungasan.

"Jadi, Gubernur Bali dan Bupati Badung memohon izin kepada GWK untuk diberikan jalan itu dimanfaatkan untuk aktivitas masyarakat Desa Ungasan," kata Sang Nyoman Suwisma.

Kemudian, pihak GWK sendiri menyetujui permohonan izin Pemerintah. Hal tersebut berarti kesepakatan bersama antara GWK dengan Pemerintah, dalam hal ini Gubernur Bali dan Bupati Badung bukan GWK dengan masyarakat Desa Ungasan.

Ditegaskan lagi, bahwa GWK membuka akses jalan atas permintaan izin dari Pemerintah,  maka  jalan itu dimanfaatkan untuk aktivitas masyarakat. 

"Jadi, jalan itu tidak mungkin dihibahkan, karena pasti pemegang saham GWK tidak mungkin memberikan. Jangankan memberikan hibah, sebenarnya GWK menuntut lahan 100 hektar, sedangkan kita dapatnya 60, 7 hektar. Itu tidak mungkin Manajemen GWK memberikan orang lain lagi, sementara kewajibannya harus 100 hektar," tambah Sang Nyoman Suwisma.

Meski demikian, Sang Nyoman Suwisma berkomitmen menjaga kearifan lokal Bali dan menjaga esensi ikon Bali sebagai pariwisata  dunia, dengan meminta saran dari tokoh-tokoh spiritual Bali. 

"Jangan sampai dari 100 hektar lahan hak milik GWK itu,  sudah beberapa kali dihibahkan hingga saat ini menjadi 60,7 hektar. Jadi, GWK itu bukan alasan tempat pemujaan, dengan menyalahkan Dewa Wisnu di posisi Selatan, tapi GWK adalah ikonik kultur Bali dengan fokus Garuda Wisnu Kencana (GWK) bukan tempat pemujaan Dewa Wisnu," tegasnya.

Menanggapi aksi demo, Desa Adat Ungasan yang bakal memblokir pintu gerbang GWK,  pihaknya meyakini tidak mungkin terjadi demo dari masyarakat Desa Adat Ungasan. "Kalau benar ada demo, saya ingin tanya terkait izin, saya yakin tidak ada  demo," tandasnya.

Patut diketahui, bahwa Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park merupakan sebuah Taman Wisata Budaya seluas 60,7 hektar  berlokasi di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. 

Keberadaan GWK telah ada, saat Ida Bagus Oka menjabat sebagai Gubernur Bali, pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto dengan Menteri Pariwisata Joop Ave dan Mentamben Sujana.

Awalnya, Gubernur Bali saat itu berkeinginan membuat patung di areal Bandara I Gusti Ngurah Rai setinggi 5 meter. Kemudian, direspons Nyoman Nuarta dengan membuat patung yang besar dan disetujui oleh Presiden Soeharto.

Dalam perjalanannya diterpa krisis moneter, pembangunan GWK sempat mandeg.

Kemudian, Nyoman Nuarta mencari investor, untuk bisa melanjutkan pembangunan GWK itu sendiri. 

Pada waktu itulah, Nyoman Nuarta bertemu  The Ning King sebagai Pemilik Alam Sutera bersedia menjadi  penyandang dana sekaligus membeli GWK pada tahun 2012 dan mendatangi Sang Nyoman Suwisma untuk ditempatkan sebagai Presiden Komisaris (Preskom).

Dengan rasa nasionalisme yang tinggi, akhirnya dibangun GWK hingga selesai sesuai komitmen bersama para pematung dibawah arahan Nyoman Nuarta.

Pada waktu itu, struktur patung ditangani oleh TATA, yang saat itu mencari 60 tukang patung, yang berkomitmen menyelesaikan GWK dibawah arahan dan gagasan Nyoman Nuarta.

Meski TATA belum pernah membuat suatu landasan bangunan berumur 100 tahun, tapi TATA berupaya mengerjakan patung  GWK, dengan catatan, suhu  cor itu harus sama dan dibantu dengan es, agar pondasi patung dijamin berumur 100 tahun kekuatan cor.

Kemudian, Ida Pedanda dari Griya Sangeh bertugas memuput Karya Rsi Gana, sehingga pelaksanaan kegiatan berjalan lancar.

Sejak tahun 2012, GWK hadir dengan berbagai peremajaan fasilitas. Pembenahan sarana dan prasarana di kawasan utama GWK Cultural Park, seperti di Plaza Wisnu, Lotus Pond, Festival Park, Amphitheater, Taman Indraloka, Tirta Agung dan lokasi lainnya dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung.

Hingga akhirnya patung GWK yang menjadi ikon Indonesia diresmikan oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo, pada tahun 2018. (WIG/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Repnas Yakin Jokowi Amin Menang 80 Persen di Bali

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Undangan

Undangan

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif