27 Sekolah Tutup, Bali Desak Moratorium Pendirian Sekolah Negeri di Munas BMPS
Admin 2 - atnews
2025-11-26
Bagikan :
Munas XII 2025 (its/Atnews)
Jakarta (Atnews) - Musyawarah Nasional (Munas) XII Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) resmi dibuka di Jakarta, pada 24 November 2025.
Ditengah konsolidasi besar yayasan pendidikan swasta se-Indonesia, delegasi BMPS Provinsi Bali yang dipimpin Ketua Umum BMPS Bali, Gd.Ngurah Ambara Putra SH., hadir dengan membawa misi penting, yakni menyuarakan kondisi Darurat Sekolah Swasta, yang semakin mengkhawatirkan di Pulau Dewata.
Delegasi Bali menegaskan bahwa ekosistem pendidikan di daerah saat ini berada dalam situasi tidak sehat. Mereka menilai terjadi distorsi kebijakan pada level pemerintah daerah, yang sekolah-sekolah swasta, yang selama ini menjadi mitra strategis pemerintah, terpinggirkan oleh ekspansi sekolah negeri yang disebut tidak memperhatikan kebutuhan riil.
Ekspansi Sekolah Negeri Dinilai Tanpa Kendali
Dalam forum nasional tersebut, BMPS Bali memaparkan fakta lapangan mengenai krisis murid yang melanda sekolah-sekolah swasta. Mereka menyoroti langkah pemerintah daerah yang terus membangun sekolah negeri baru di zona yang sudah penuh, bahkan berdampingan dengan sekolah swasta dan sekolah negeri lain.
"Kami di Bali sedang menghadapi situasi yang kami sebut sebagai 'distorsi ekosistem pendidikan'. Pemerintah daerah membangun sekolah negeri baru berdekatan dengan sekolah swasta yang sudah ada, bahkan berdekatan dengan sekolah negeri lain. Akibatnya terjadi over-supply bangku," ungkap Ambara Putra disela-sela acara pembukaan.
Data tahun 2022 menunjukkan 27 sekolah swasta setingkat SMA di Bali terpaksa tutup. Situasi ini diperburuk oleh persaingan tidak seimbang antara sekolah swasta berbiaya operasional mandiri dan sekolah negeri dengan layanan pendidikan "gratis".
Menepis Narasi "Kurang Inovasi"
BMPS Bali juga membantah narasi yang sering digunakan sebagai alasan minimnya minat masyarakat terhadap sekolah swasta.
"Meminta sekolah swasta bersaing lewat inovasi melawan sekolah negeri yang 'gratis', ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit saat ini, adalah permintaan yang tidak realistis. Bagi sebagian besar masyarakat, label 'gratis' seringkali mengalahkan inovasi berbayar. Ini bukan kompetisi kualitas, ini kompetisi harga yang didistorsi oleh subsidi negara yang tidak tepat sasaran," tegas Ngurah Ambara.
Menurut mereka, persoalan utama bukanlah inovasi, tetapi ketidaksetaraan ruang kompetisi yang disebabkan kebijakan daerah.
Tuntutan Bali: Moratorium dan Penegakan Aturan
BMPS Bali berharap Munas XII dapat menghasilkan rekomendasi kuat kepada Pemerintah Pusat untuk menertibkan kebijakan daerah yang berpotensi merusak keberlangsungan pendidikan swasta. Beberapa tuntutan yang mereka bawa meliputi:
Moratorium pendirian sekolah negeri baru di wilayah yang sebenarnya masih dapat ditopang oleh sekolah swasta.
Penegakan batas maksimal Rombongan Belajar (Rombel) di sekolah negeri, yang kerap dilanggar di lapangan.
Model kolaborasi yang lebih adil antara sekolah negeri dan swasta dalam ekosistem pendidikan daerah.
"Kami berharap Munas ini menjadi titik balik. Negara harus hadir menyelamatkan sekolah swasta sebagai mitranya, bukan justru membiarkannya mati perlahan akibat kebijakan yang tidak berkeadilan. Menyelamatkan sekolah swasta adalah menyelamatkan keberagaman dan kualitas pendidikan bangsa," pungkas Ambara Putra. (WIG/002)