GPS: Investor Asing Abal-Abal & Modus Magnum, Bahaya PMA Fiktif di Bali
Admin - atnews
2025-12-03
Bagikan :
Sidang pidana dengan terdakwa Budiman Tiang (ist/Atnews)
Denpasar (Atnews) - Sidang pidana dengan terdakwa Budiman Tiang (BT) agenda persidangan yang dimulai pukul 18.23 WITA hingga 19.30 WITA berfokus pada pembacaan pledoi pribadi BT serta pledoi dari Penasehat Hukum Berdikari Law Office, Gede Pasek Suardika (GPS), Selasa, 2 Desember 2025.
Sidang turut dihadiri Majelis Hakim, JPU, tim kuasa hukum, keluarga BT, dan pemantau independen.
Dalam pledoinya, GPS menekankan bahwa tidak satu pun unsur Pasal 372 KUHP terpenuhi. Ia menyatakan dakwaan JPU runtuh karena tidak ada bukti BT menguasai barang atau uang secara melawan hukum.
"Tidak ada satu pun bukti persidangan yang menunjukkan BT menguasai barang secara melawan hukum atau menggelapkan uang/barang sebagaimana dituduhkan," kata GPS.
GPS juga mengungkapkan fakta persidangan yang justru menunjukkan bangunan Rp 170 miliar, yang dijadikan dasar tuduhan penggelapan, kini dikuasai pihak lawan, bukan BT.
BT menyoroti ketidakjelasan objek penggelapan dalam dakwaan. Menurutnya, JPU tidak mampu memaparkan apa yang sebenarnya dianggap digelapkan.
Ia menegaskan bahwa tanah dan bangunan yang dipersoalkan merupakan hak miliknya.
"HGB Milik BT Sendiri: Tanah dan bangunan adalah milik sah BT. Yurisprudensi MA: seseorang tidak bisa menggelapkan barang miliknya sendiri. Unsur Pasal 372 gugur," paparnya.
GPS menyoroti bahwa JPU mendasarkan perkara pada pembayaran Rp 20 juta oleh Nicholas Laye, tetapi sosok tersebut tak pernah diperiksa maupun dihadirkan di persidangan.
Tidak ada bukti dana itu dinikmati BT, sehingga dasar kerugian dianggap tidak sah dan tidak dapat diuji secara hukum.
Kuasa hukum menilai klaim kerugian konsumen tidak berdasar karena tidak ada satu pun konsumen yang dihadirkan sebagai saksi.
GPS menyebut klaim kerugian JPU bersumber dari BAP yang telah dipatahkan.
"Bagaimana mungkin menuduh Terdakwa merugikan konsumen, jika tidak ada satu pun konsumen yang dihadirkan di persidangan," tegasnya.
Persidangan mengungkap bahwa duo Rusia, Igor dan Stanislav, memiliki utang Rp 24 miliar kepada BT. Empat SHGB yang digunakan untuk proyek juga tak pernah diganti, sementara mereka disebut menikmati keuntungan proyek.
GPS menilai kondisi ini membuktikan tidak ada niat BT menguntungkan diri sendiri.
Dalam bagian akhir pledoi, GPS menyebut dakwaan dan tuntutan JPU sebagai bentuk kriminalisasi.
"JPU membabi buta hanya berpatokan pada BAP. Tinggal keberanian hakim untuk memilih keadilan, atau takut bayang-bayang orang besar yang bermain di belakang perkara ini," paparnya.
GPS menyinggung bahwa kasus ini menjadi preseden buruk bagi iklim investasi Bali. Proyek yang melibatkan duo Rusia tersebut dinilai bermasalah karena tidak berizin.
Pola serupa, menurutnya, berpotensi melanggar banyak aturan, termasuk UU Penanaman Modal dan peraturan pertanahan.
Selain perkara pidana, BT juga menggugat Kapolda Bali dan Komandan Brimob melalui gugatan PMH Nomor: 1183/Pdt.G/2025/PN.Dps. Sidang terakhir telah berlangsung pada 26 November 2025 dengan agenda penyerahan bukti awal.
Sidang pidana akan berlanjut pada Selasa, 9 Desember 2025 dengan agenda replik JPU atas pledoi Terdakwa.
GPS menyebut bahwa sidang berikutnya akan menjadi momen penting untuk melihat apakah peradilan berpihak pada hukum atau tunduk pada tekanan eksternal. (WIG/001)