Peresmian Replika Khusus Prasasti Tembaga Nalanda Muara Jambi, Bukti Kuat Hubungan Sriwijaya dengan India
Admin 2 - atnews
2025-12-25
Bagikan :
Peresmian Replika Khusus Prasasti (ist/Atnews)
Denpasar (Atnews) - Akademisi Prof. I Gede Sutarya menyambut baik peresmian penempatan replika khusus Prasasti Tembaga Nalanda, dihadiahkan oleh Museum Nasional India, di museum baru yang sedang dibangun di Muara Jambi.
Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia menyelenggarakan acara peringatan untuk meresmikan penempatan replika khusus Prasasti Tembaga Nalanda, yang dihadiahkan oleh Museum Nasional India, di museum baru yang sedang dibangun di Muara Jambi.
Pada kesempatan itu, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon , bertindak sebagai Tamu Kehormatan dalam acara tersebut, yang juga dihadiri oleh Duta Besar India untuk Indonesia Sandeep Chakravorty.
Hadir pula Dr. H. Al Haris, Gubernur Jambi; Dr. Restu Gunawan, Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi; serta Endah T. D. Retnoastuti, Direktur Jenderal Diplomasi Kebudayaan.
Pada awal bulan, tepatnya pada 8 Desember 2025, replika dari Prasasti Tembaga Nalanda asli yang saat ini disimpan di Museum Nasional, New Delhi, dihadiahkan oleh India kepada Indonesia di sela-sela Pertemuan Komite Antarpemerintah (IGC) UNESCO untuk Pelindungan Warisan Budaya Takbenda yang diselenggarakan di New Delhi.
Gestur khusus dari India ini merupakan tindak lanjut atas permintaan Indonesia yang disampaikan dalam kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke India pada Januari 2025.
Permintaan tersebut difasilitasi oleh Kedutaan Besar India di Jakarta, dan Museum Nasional di New Delhi berperan penting dalam pembuatan replika tersebut untuk diserahkan kepada Indonesia.
"Sangat menyambut baik, sebab jejak hubungan itu berlangsung sampai kolonial memasuki Indonesia," kata Sutarya, Kamis (25/12).
Prasasti Tembaga Nalanda, yang berasal dari sekitar tahun 860 Masehi, ditulis dalam aksara Dewanagari dan bahasa Sanskerta, serta diterbitkan atas otoritas Raja Devapaladeva dari Benggala.
Prasasti itu mendokumentasikan pemberian lima desa oleh sang raja kepada Mahavihara Nalanda, sebagai tanggapan atas permohonan Maharaja Balaputra Dewa, penguasa Suvarṇadvīpa (kini Sumatra), untuk mendukung pemeliharaan para bhiksu serta penyalinan manuskrip di biara Nalanda di Bihar, India.
Hubungan Sriwijaya dengan India sangat erat dan multifaset, mencakup diplomasi, perdagangan, dan terutama pertukaran keilmuan serta keagamaan (Buddha), dengan Sriwijaya menjadi pusat pendidikan Buddha di Asia Tenggara yang menjalin kerjasama vital dengan pusat seperti Universitas Nalanda di India, membangun vihara di sana dan mengirim siswa, meskipun pada akhirnya terjadi konflik dengan Kerajaan Chola yang menyerang Sriwijaya pada abad ke-11 Masehi.
Pasca Sriwijaya, hubungan dengan Indiapun sangat tampak. Contohnya adalah Raja Majapahit kedua Jayanegara menggunakan nama Pandya dengan simbol mina Pandya.
Jejak Pandya dari Tanjuvuru juga kelihatan dari nama-nama pejabat Jayanegara seperti Nambhi, Sora, Lawe, dan Wiraraja yang merupakan nama-nama Tamil.
Wiraraja membangun Kota Lumajang yang diberinama Tanjuvuru, yang kemudian disebut Tigangjuru.
Raja setelah Jayanegara yaitu Tribhuwana juga menggunakan nama tungadewi yang merujuk sebuah Sungai Tunga di Karnataka.
"Jejek hubungan itu perlu diteliti lebih jauh, sebab catatan India minim berbeda dengan catatan China. Tetapi jelas, jejak-jejak itu menunjukkan hubungan yang dekat antara Indonesia dengan India," bebernya. GAB/002)