Banner Bawah

Musyawarah Tuntaskan Polemik Hare Krishna, MDA Larang Sampradaya yang Tak Sejalan Hindu Dresta Bali

Artaya - atnews

2020-08-06
Bagikan :
Dokumentasi dari - Musyawarah Tuntaskan Polemik Hare Krishna, MDA Larang Sampradaya yang Tak Sejalan Hindu Dresta Bali
Slider 1

Denpasar (Atnews)  - Ketua Pusat Kajian Hindu dan Ketua Forum Penyadaran Dharma (FPD) Denpasar I Gde Sudibya mendukung pemerintah melakukan musyawarah untuk menuntaskan polemik Hare Krishna.
Hal itu sesuai dengan AD/ART Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dengan mendialogkan perbedaan ajaran agama Hindu dalam Forum Pesamuan Pendeta PHDI.
Dialog dapat menyangkut filsafat, teologi atau penyelenggaraan ritual/upakara. Dari keputusan tersebut kemudian dijalankan oleh Pengurus Harian PHDI.
"Penyelesaian dialog, bukan demo dan sejenisnya. Pemaksaan kehendak harus dihindari," kata Gde Sudibya di Denpasar, Kamis (6/8).
Semestinya dapat belajar dari mereka terkait  militansi, sikap asketik, keingintahuan yang tinggi tentang pengetahuan dan kemampuan membangun jaringan. 
Apabila ada yang dirasa kurang pas, manut Desa, Kala, Patra, swadharma untuk diluruskan.
Kondisi itu,  jalan tengah membuat peradaban dan kebudayaan Bali menjadi kenyal.
Semestinya dapat terinspirasi dari ucapan R. Tagore waktu mengunjungi Bali, pertengahan tahun 50-an.
"Saya menemukan India di mana-mana, tapi saya tidak lagi mengenalnya," ujarnya. 
Benar, kalau ada ekses berupa Gita yang dimksud menjadi dogma kaku dan mengklaim kebenaran tunggal, ini semestinya diluruskan melalui dialog oleh PHDI.
Krama Bali yang cintai damai, sudah tentu menginginkan Pengurus Harian PHDI segera melakukan Paruman Sulinggih untuk mencari jalan keluar damai dengan mengundang berbagai pihak yang terkait dan punya kompetensi. 
Jalan perdamaian bagi krama Bali yang leluhurnya dan dan juga DNAnya sama.
Sedangkan,  ada agenda besar bersama yang memerlukan antisipasi dan solusinya yakni radikalisme dan missionarisme yang menggerus dan mengancam krama Bali.
Radikalisme yang mengancam NKRI dan Pancasila.
"Mari kita bercermin dengan keadaan yang berlangsung di Suriah, Irak dan juga Mesir," ungkapnya. 
Misionarisme yang sudah berlangsung lama, semenjak tahun 30-an pada masa depresi ekonomi, tetua di Bali menyebutnya zaman meleset, karena sulitnya kehidupan.
Diikuti oleh eksodus pindah agama yang menyertainya.
Bukan sesuatu yang sulit, karena jalan pedang pembebasan adalah penderitaan. Hanya saja sebagian besar orang Bali, tidak siap untuk itu. 
Untuk tidak menjadi salah mengerti, penderitaan bagi bhakta yang vairagya, adalah hal biasa. Contohnya para suci di Bali yang mewariskan ratusan dan bahkan ribuan Pura di Segara - Ukir Bali. 
Dalam sejarah kontemporer bisa menyebut Mahatma Gandhi dan juga Nelson Mandela.
"Ucapan Mandela yang sangat terkenal: selama 28 tahun saya di penjara, saya tidak memupuk dendam, tetapi penjara yang mengkrangkeng saya secara fisik justru membebaskan saya mengembangkan cita-cita pembebasan dan kemanusiaan," ungkapnya. 
Dalam era kebebasan ke depan termasuk kebebasan ekspresi sikap keagamaan , semestinya Desa Adat mempunyai kebijakan penapisan/penyaringan terhadap aneka rupa ekspresi keagamaan yang datang dari luar desa, dengan kriteria yang jelas. 
Tidak untuk menutup diri, tetapi untuk meyakinkan ekspresi yang dimaksud tidak bersifat negatif terhadap tradisi agama dan budaya yang telah mengakar. 
Catatannya tradisi yang pantas dilestarikan sesuai dengan tantangan zamannya.
Keterbukaan konstruktif tidak saja perlu, tetapi juga sangat penting, untuk dinamisasi kehidupan masyarakat adat. 
Karena dalam fakta sejarah, masyarakat yang cerdas merespons perubahan, termasuk perubahan sikap keagamaan konstruktif, yang akan mampu "berselancar " dalam semangat dinamika zamannya. 
Sebaliknya yang menutup diri dan bahkan anti perubahan, punya risiko paling besar untuk mengalami kepunahan.
Ucapan Mahatma Gandhi yang terkenal, berenang dalam tradisi adalah kenikmatan, tetapi ditenggelamkan oleh tradisi adalah keburukan.Pesan moralnya, harus ada sikap kritis terhadap tradisi.
Gejolak Hare Krishna yang terjadi di Bali sebagai daya tarik wisata dunia yang sudah melegenda, sekarang berada pada tekanan pandemi, upaya bersama krama Bali untuk menahan diri menjaga ketenangan dan ketentraman Bali sangat penting untuk merawat image dan trust
Faktor yang sangat penting dalam pengembangan industri pariwisata Bali ke depan di era baru.
Bali yang sangat terkenal sebagai eternal peace of tourist destination, bahkan sangat melegenda, kewajiban bersama untuk menjaga dan merawatnya.
Ditekankan kembali, PHDI dapat memfasilitasi dialog, langkah yang tepat. 
Semestinya murni dialog, meparo dharma, tidak perlu pendekatan negara legalistik formal. Nanti kembali ke pendekatan orde baru.
Menurutnya melakukan pendekatan keamanan sebuah kemunduruan. Di era demokrasi dan HAM dijamin konstitusi, semestinya pendekatan dialog teoligi filsafat dan juga sosiologi  agama. Sekaligus untuk mengedukasi warga negara.
"Segala macam bentuk kekerasan fisik dan simbolik dihindari," pungkasnya.  
Sementara itu, Bandesa Agung MDA Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet didampingi Panyarikan Agung MDA Bali, I Ketut Sumarta, secara tegas mengeluarkan intruksi kepada seluruh Desa Adat di Bali untuk tidak mengizinkan sampradaya dan secara khusus Hare Krisna melaksanakan kegiatan ritualnya di setiap Pura, fasilitas Pedruwen Desa Adat dan/atau fasilitas umum yang ada di Wewidangan Desa Adat. 
Hal itu didasari oleh pelaksanaan ritualnya, bertentangan dengan Sukreta Tata Parahyangan, Awig-Awig, Pararem, dan/atau Dresta Desa Adat di Bali yang bernafaskan Hindu di Bali. 
Bandesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet dalam keterangan Ida seusai Pasangkepan menegaskan bahwa MDA sebagai Pasikian Desa Adat se-Bali setelah mencermati kondisi psikologis umat Hindu di Bali, akibat adanya berbagai aktivitas yang dilakukan oleh sampradaya Perkumpulan ISKCON, melalui kegiatan kegiatan Hare Krishna menyimpulkan bahwa Hare Krishna memiliki teologi yang sangat berbeda dengan ajaran Hindu sehingga tidak dapat dinyatakan sebagai bagian dari Agama Hindu apalagi Hindu dengan adat istiadat Bali. 
Sesuai tindaklanjut atas kesimpulan tersebut, maka MDA Provinsi Bali sesuai kewenangan yang diberikan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali, Paruman Agung Desa Adat Se-Bali Tahun 2019 dan Anggaran Dasar MDA Bali memberikan intruksi kepada seluruh Desa Adat di Bali untuk tidak mengijinkan kegiatan ritual agama Hindu oleh sampradaya yang tidak sejalan dengan Hindu Dresta Bali, termasuk Hare Krishna,  yang bertentangan dengan Sukreta Tata Parahyangan, Awig-Awig, Perarem serta Dresta Desa Adat di seluruh Desa Adat di Bali. 
Instruksi yang diberikan adalah melarang semua aliran aliran keagamaan Sampradaya yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu Dresta Bali, termasuk Hare Krishna, apabila mereka berkeinginan untuk melaksanakan kegiatan di Pura/Kahyangan yang ada di di wewidangan Desa Adat di masing-masing Desa Adat di Bali; 
Pada poin ini, Desa Adat juga di dorong berkoordinasi dengan pengempon pura Dang Kahyangan atau Kahyangan Jagat di wewidangan Desa Adat masing-masing, untuk melarang kegiatan sebagaimana diatur pada poin kedua tersebut. 
Secara khusus, Desa Adat juga diminta untuk mendata dan menginventarisasi keberadaan sampradaya yang tidak sejalan dengan ajaran agama Hindu (Hindu Bali) termasuk Hare Krishna, yang selanjutnya agar mengingatkan untuk tidak memanfaatkan Pura Kahyangan Desa, Dang Kahyangan, Kahyangan Jagat, fasilitas Padruwen Desa Adat dan fasilitas umum lainnya di wewidangan Desa Adat. 
Selain itu, Desa Adat diarahkan untuk melaporkan keberadaan sampradaya dimaksud kepada MDA Provinsi Bali melalui MDA Kabupaten/Kota masing-masing yang selanjutnya secara bersama-sama memantau, mencegah dan melarang penyebaran ajaran sampradaya yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu Dresta Bali termasuk Hare Krishna di wewidangan Desa Adat;
Intruksi yang sudah berlaku sejak diambilnya keputusan dalam Pasangkepan  tersebut, selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Bandesa Madya diseluruh Kabupaten/Kota untuk kemudian dilaksanakan di seluruh Desa Adat di Bali melalui Bandesa Adat dan Prajuru masing-masing. 
Ia menegaskan bahwa instruksi yang dikeluarkan oleh Majelis Desa Adat (MDA) bertujuan untuk segera menyelesaikan silang pendapat yang terjadi di kalangan umat Hindu di Bali dan selanjutnya dengan keputusan yang diambil dalam Pasangkepan, bisa menjadi dasar bagi seluruh Bandesa Adat untuk bersikap dan bertindak. (RUT/001)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : ORI Bali Apresiasi Sikap Koster Memberantas Pemungutan Liar

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

ADVERTISING JAGIR
Official Youtube Channel

#Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

ADVERTISING JAGIR Official Youtube Channel #Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Sapi, Simbol Sakral Umat Hindu, Wajib Hukumnya Melindungi

Sapi, Simbol Sakral Umat Hindu, Wajib Hukumnya Melindungi