Oleh I Gde Sudibya
"Konsepsi Mpu Kuturan tentang Desa Pakraman", kami dari Yayasan Mpu Kuturan Dharma Budaya yang menelusuri dan kemudian berbagi tentang pemikiran beliau selama 4 dasa warsa, dapat diberikan catatan yakni sebagai berikut:
(1) Mpu Kuturan atau lebih tepatnya Pakira-kira I Jro Mekabehan Mpu Kuturan Raja Kertha, adalah nama jabatan, yang menurut rekan senior ahli lontar Guru Ketut Soebandi adalah jabatan setingkat Ketua DPRD di era kepemimpinan raja istri-suami: Gunapriya Dharmapatni - Udayana Warmadewa. Menginjakkan kaki di Bali, ring raina Buda Kliwon Pahang Isaka 923 dari Singasari, Jawa Timur.
(2) Jejak kesejarahan Mpu Kuturan dalam era kepemimpinan Bali di masa pertengahan:
a. Memimpin persidangan di Samuan Tiga, sekarang ring Madyanang Pura Samuan Tiga, yang anggota persidangannya adalah mayoritas perbekel ring sawewengkon jagat Bali yang lazim disebut Mekele Gede. Yang perlu dicatat dalam persidangan-persidangan tersebut, menurut tafsir kami, setelah menyimak lontar-lontar yang ada, kepemihakan serius Sang Mpu terhadap kepentingan rakyat.
b. Perjalanannya ke desa-desa seizin raja, terutama Gunapriya Dharma Patni, untuk melakukan " semacam rekonsiliasi " di antara 6 paksa yang ada: Sad Paksa: Bhairawa, Ciwa, Waisnawa dan 3 paksa lainnya, yang kemudian dirumuskan sebagai ajaran Tri Murti ring sowang-sowang Desa Pakraman sawewengkon jagat Bali Dwipa. Ajaran ini, mendapat izin dari raja, untuk sastranya dari Raja Udayana Warmadewa, sedangkan untuk penegakan aturan di masyarakat seizin raja Gunapriya Dharmapatni.
c. Diksi Desa Pakraman: semua orang di desa bersaudara dari Sang Mpu, merupakan lanjutan dari diksi: Wanua, Banua, Tani yang diwariskan oleh Ida Rsi Markandya, yang penataanya dilakukan apik di era kepemimpinan Bali di masa awal: raja besar Bali Cri Aji Jayapangus. Design kebijakan oleh raja istri suami ydm.semua Desa Pakraman adalah pasraman.
Desa pakraman adalah pasraman, sampai hari ini jejaknya masih tampak terutama di desa-desa Bali pegunungan (Bali Mula).
Dalam perspektif berpikir holistik waktu Tri Semaya: Atitha (masa lalu), Nagatha (masa depan), dan Warta mana (masa kini), jejak pemikiran dan juga kepemimpinan Mpu Kuturan dalam konteks menjawab tantangan ke kinian: pertama, kelenturan dalam penerapan ajaran agama, tetapi konsepsi Ketuhanan Tri Murti dengan Kahyangan Tiga Nya di masing-masing Desa Pakraman berjalan. Kedua, pemimpin yang dekat di hati rakyatnya, melalui proses pengambilan keputusan yang memihak rakyat serta diawasi pelaksanaannya di masing-masing Desa Pakraman. Simbolik pelinggih Menjangan Sluang, tepatnya Menjangan A Saka Luang, pemujaan keesaan Tuhan melalui simbolik Menjangan, dalam tradisi sosiologi agama masyarakat Bali memberikan bukti "kehadiran " kepemimpinan Sang Mpu.
Ketiga, kepemimpinan menjadi batu penjuru masa depan bagi rakyat. Kualifikasi ini mempersyaratkan: integritas , peran sebagai panutan melalui karya-karya nyata yang metaksu.
*) I Gde Sudibya, salah seorang pendiri dan sekretaris Yayasan Mpu Kuturan Dharma Budaya.