Oleh I Gde Sudibya
Di tengah dinamika sosial masyarakat Bali dewasa ini, yang begitu " riuh rendah " di medsos, dan sekaligus memberikan penggambaran bobot pengetahuan dan kematangan kepribadian netizen.
Dalam konteks ini, menarik disimak pernyataan dan pertanyaan reflektif dari Bapak Made Astana tokoh Hindu yang peduli, yang aktif dalam berbagai kegiatan keumatan.
Ini Pikiran Berandai Andai
Seandainya, semua Sampradaya yang bernafaskan Hindu yang import dari India seperti Hare Krishna, Sai Baba, Ananda Marga, Brahma Kumaris, The Art of Living, Chinmayananda, Chinmoi, Transedental Meditation dr Maha Rsi Mahesh Yogi, Devine Live Society dr Swami Sivananda, Theosofi, dll *sukses* dilarang di Bali/Nusantara.
Kemudian diberitakan di seluruh dunia, terus organisasi-organisasi tersebut dan organisasi Hindu Dunia menyatakan bahwa Hindu Bali itu bukan Hindu.
Ya mungkin bisa berdampak pada Pemerintah yang memutuskan untuk menghapus agama Hindu di Indonesia, termasuk tidak ada Dirjen Bimas Hindu, yang ada hanyak aliran kepercayaan dan masuk Kementrian Pendidikan, bagaimana ya?
Kita tidak perlu berandai-andai seperti itu Pak De, karena tidak berpijak dari realitas, realitas yang berangkat dari perjalanan sejarah "datangnya" Agama Hindu ke bumi Nusantara, untuk sederhananya ke Bali.
Agama, peradaban dan kebudayaan Bali yang dikenal sekarang, terikat, melekat dengan kedatangan Rsi Markendya dari Kalingga India, sekarang kotanya bernama Orissha, India.
Keberangkatan Sang Rsi ke Bumi Nusantara dan juga Bali, sampai hari ini dirayakan oleh masyarakat Orissha dengan upacara "Bali Yatra".
Kedatangan Sang Rsi pertama di Tanah Jawa, di pegunungan Dieng baca Adi Hyang dan perjalanan lanjutan ke Timur menuju Gunung Raung dan kemudian menyeberang ke Bali, telah menjadi realitas sejarah dan melekat dengan keyakinan masyarakatnya.
Prasasti Sukawana, prasasti tertua di Bali berangka tahun 704 Saka, merupakan bukti dari kedatangan Rsi besar ini.
Sistem pertanian Kasuwakan yang kemudian dikenal sebagai sistem subak sebagai living monument dari Sang Rsi.
Pemendemman Panca Datu, diperkirakan Icaka 723, yang kemudian disebut ring Ambal-ambal Basukian, sekarang " mecihna " Pura Basukihan, luuring Bencingah Agung, yang sekarang kita mengenalnya sebagai jejer kemiri pura ring sawewengkon Pura Besakih.
Kasukawakan yang berelasi dengan Tani, Wanua, Banua, yg.kemudian oleh sebut saja reformer sosial Bali pada zamannya: Pakira-kira I Jro Mekabehan Mpu Kuturan Raja Kertha sebagai Desa Pakraman dgn.Kahyangan Tiga Nya. Goresan sejarah penting di era kepemimpinan raja istri-suami: Gunapriya Dharmapatni - Udayana Warmadewa.
Kemudian dilanjutkan dengan tafsir cerdas, manut Desa, Kala, Patra, ruang, waktu, manusia dan lingkungannya di era Ida Dalem Waturenggong (raja yang nama aslinya tidak lagi dikenal, sebutan untuk pemimpin Bali yang selalu " tangkil " ke Batur dimana ada batu yang bergerak), pemuja Tuhan Wisnu. Akuratnya: segara danu tanpa tepi, ring purwaning Danu Batur.
Kalau kita menafikan sejarah ini, atau memberikan tafsir baru dengan motif yang ndak terlalu jelas, dan masyarakat luas menerimanya,yaa barangkali ini merupakan "sandya kalaning" peradaban Bali.
*) Jro Gde Sudibya, pengasuh Dharma Sala " Bali Werdhi Budaya ", Rsi Markandya Ashram, Br.Pasek, Ds.Tajun, Den Bukit, Bali Utara.