Oleh I Gde Sudibya
Data harian kasus terkonfirmasi Covid-19 tetap tinggi setelah 22 hari PPKM Darurat Jawa - Bali dilakukan. Data harian kasusnya sbb: Bali, 22 Juli 1.250, 23 Juli 1.407 dan 24 Juli 1.057. Sedangkan data nasional pada urutan tanggal yang sama: 45.508, 49.073, 45.416.
Diberitakan dan diulas secara luas di media arus utama dan juga di medsos, sejumlah RS kolaps : kekurangan pasokan oksigen, IGD penuh, kapasitas isolasi mandiri juga penuh, sehingga banyak warga terpapar isolasi mandiri di rumah dan atau ditempat-tempat swadaya masyarakat dengan perawatan minimal. Akibatnya angka korban kematian terus menaik.
Rangkaian berita duka yang datang silih berganti, kematian warga akibat kurangnya pasokan oksigen, menunggu antrean di fasilitas IGD dan juga kematian di tempat isolasi mandiri sebagaimana dilansir oleh LSM Covid - 19, Kawal Covid-19, datang silih berganti. Puluhan kematian di sebuah RS di Jogyakarta, akibat keterbatasan oksigen, menarik perhatian luas masyarakat yang punya empati.
Di tengah-tengah kondisi krisis kehidupan ini sudah semestinya pemimpin hadir di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana ucapan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan: keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi.
Dari perspektif krisis manajemen, kehadiran pemimpin sebut saja di dua level: pertama, kehadiran fisik (sudah tentu dengan prokes ketat, se tingkat "blusukan") untuk menyemati warga yang terkena Covid dan keluarganya, membangun empati dan memotivasi seluruh petugas lapangan yang sudah sangat kelelahan menjalankan tugasnya selama 16 bulan terakhir.
Kedua, di tingkat teknokrasi kebijakan, berupa: emergency exit program, program untuk keluar dari kondisi kedaruratan, antara lain (a) Pengadaan pasokan oksigen, yang target hitungganya detik, karena menyangkut risiko keselamatan manusia pada kondisinya yang amat sangat riskan. (b) Penambahan kapasitas RS, untuk meminimalkan antrean pasien yang terus berdatangan, yang targetnya hitungan jam. (c) Pembuatan RS Darurat yang hitungannya hari, untuk menghidari kolaps RS ke posisi yang lebih kritis. (d) Pembenahan mekanisme kerja untuk pelayanan kesehatan bagi warga yang melakukan isolasi mandiri di rumahnya masing-masing. (e) Mobilisasi sumber daya nasional, untuk menekan risiko terjadinya kelaparan warga.
Ke semuanya ini dilakukan at all cost, sesuai amanat konstitusi, negara bertanggung-jawab terhadap keselamatan warganya.
Dalam konteks ini, prinsip yang dipegang teguh putra Minang HA.Salim, salah seorang Bapak Pendiri Bangsa: pemimpin harus siap menderita untuk rakyatnya, menjadi penting dan sangat relevan.
Pembangunan RS Darurat menjadi tuntutan kebutuhan, karena cakupan penelusuran, tracing ditingkatkan, sehingga secara epidemiologi, angka kasus akan diperkirakan tetap tinggi.
*) I Gde Sudibya, konsultan strategi manajemen dan pengamat kebijakan publik.