Tabanan, 30/4 (Atnews) - Ketua Majelis Utama Subak Provinsi Bali I Gede Ketut Sanjiharta menyayangkan maraknya pembangunan warisan budaya dunia (WBD) Kawasan Subak Jatiluwih terancam tercabut statusnya oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Jatiluwih ditetapkan sebagai warisan dunia (world heritage) sejak tahun 2012 dikhawatirkan sudah berubah sehingga tidak sesuai dengan aslinnya.
“Apabila UNESCO mencabut predikat yang diberikan sejak tujuh tahun lalu, akan merugikan negara, khususnya Pulau Dewata,” kata Sanjiharta di Tabanan, Selasa (30/4).
Hal itu disampaikan usai meninjau dari dekat kondisi WBD Subak Jatiluwih yang terdiri dari 20 subak, sedangkan 14 subak yang masuk WBD (Catur Angga Batukaru).
Sementara yang masuk daya tarik wisata (DTW) hanya Jatiluwih yang kini dikembangkan sebagai lahan parkir, restoran (rumah makan) maupun centre point.
Menurutnya, kondisi itu memprihatinkan akan mengacam keaslian WBD Subak Jatiluwih maupun pertanian itu sendiri.
Ia mengharapkan, pembangunan tidak marak dilakukan yang hanya berorientasi pada ekonomi semata.
Namun agar kembali pada jiwa (roh) subak dalam mengimplementasikan Tri Hita Karana (tiga hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, sesama dan lingkungan).
Menurutnya, petani setempat yang memiliki lahan rata-rata 25-50 are mengharapkan sawah itu berkelanjutan yang dapat diwariskan kepada anak cucunya.
“Masa depan Subak Jatiluwih akan menjadi menarik ditengah gempuran pembangunan dan menyempitnya lahan hijau akibat ulah bertambahnya beton,” ujarnya.
Ia juga menyinggung, agar aparat peneggak hukum, melaksanakan tugasnya karena kawasan tersebut masuk dalam jalur hijau (23.750-24.900 Km) dengan panjang 1.500 m dan kedalaman 1.000 m sesuai papan yang dipasang pada jalan Kawasan Subak Jatiluwih.
Pelarangan pembangunan juga diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tabanan No. tahun 2014 tentang Kawasan Jalur Hijau yang ditetapkan pada 24 Februari 2014.
Untuk itu, pihaknya mengahrapkan Pemerintah Daerah (Pemda) Bali dan Pusat agar memperhatikan secara serius kondisi tersebut.
Dalam menjawab tantangan ke depan mengenai komitmen untuk menjamin kelestarian lansekap Budaya Provinsi Bali yang selaras dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dijelaskan, lima strategis prioritas dalam pengelolaan ke depan yakni perlindungan dan peningkatan mata percaharian hidup masyarakat, koservasi dan promosi jasa ekosistem, konservasi benda budaya, pengembangan terarah pariwisata budaya pendidikan serta pengembangan infrastruktur dan fasilitas.
Dengan demikian pentingnya dibentuk Dewan Pengelola WBD yang bertangung jawab melaksanakan berbagai komponen kebijakan dan kelembagaan.
Oleh karena Bali memiliki empat WBD selain Lansekap Subak Catur Angga Batukaru (Kawasan Jatiluwih) ada pula Pura Ulun Danu Batur, Lansekap Subak Daerah Aliran (DAS) Pakerisan dan Pura Taman Ayun. (ART/ika)