Jakarta, 30/4 (Atnews) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia (RI) akan memperjuangkan warisan budaya dunia (WBD) Kawasan Subak Jatiluwih masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN).
“Upaya ini mencegah kawasan tersebut dicabut dari WBD oleh statusnya oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) karena berubah tidak sesuai dengan keasliannya,” kata Kepala Seksi Pengelolaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI Anton Wibisono ketika dikonfirmasi Atnews di Jakarta, Selasa (30/4).
Ia mengkhawatirkan, pencabutan daftar dari WBD akan menjadi “tamparan keras” bagi bangsa Indonesia, khususnya kepada masyarakat Bali.
Oleh karena sistem pengairan subak yang unik tidak akan lagi diakui dunia karena tidak berhasil menjaganya dengan baik.
Untuk itu pihaknya akan melakukan koordinasi antar kementrian melalui Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, (Kemenko PMK RI) yang akan melakukan penataan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
Dengan demikian pentingnya koordinasi dan perhatian serius Pemerintah Pusat, Daerah Bali, Kabupaten Tabanan dan masyarakat setempat.
Maka dari itu, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali maupun Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Tabanan agar nantinya tidak bertentangan dengan KSN.
Upaya itu dalam memastikan keberlanjutan WBD Kawasan Subak Jatiluwih dan masyatakat setempat mendapatkan manfaat yang optimal.
Ancaman itu memuncak ketika adanya dugaan pembangunan untuk helipad, tetapi Pemerintah Kabupaten Tabanan sudah melakukan klarifikasi terhadap pembangunan itu tidak benar.
Pembangunan yang diduga helipad hanya sebagai pusat informasi kepada wisatawan.
Hal itu disampaikan ketika adanya pertemuan Kemendikbud, Dinas Kebudayaan Tabanan dengan masyarakat setempat di Pura Luhur Batukaru pada tanggal 25 April lalu.
Pada kesempatan itu dihadiri Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemedikbud Dr Nadjamuddin Ramly.
Namun pihaknya tetap menyayangkan maraknya pembangunan parkir dan restoran yang menggunakan lahan petani.
“Semakin banyak restoran dapat nantinya menganggu pengairan sawah ke depannya,” ujarnya.
Selain itu akan memicu pembangunan sepanjang daerah tersebut. (ART/ika)