Badung , 20/5 (Atnews). Di tengah semakin menyusutnya lahan sawah di desa Canggu khususnya, beternak itik dengan cara pengembalaan di sawah masih dilakoni oleh sebagian warga setempat. Ini disebabkan antara lain tetap tingginya harga telur itik di pasaran, sehingga peluang usaha semakin terbuka. Permintaan telur itik banyak dari perajin telur asin (bekasem) selain untuk keperluan upacara keagamaan (Hindu).
I Wayan Sadiawan pengembala itik asal Banjar Babakan Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung , Senin (20/5) mengaku, sejatinya beternak itik, dengan cara pengembalaan di sawah lebih efektif dan efisien. Terutama dari segi makanannya bisa menghemat.
"Sisa padi (gabah) di sawah usai di panen (musim panen) menjadi makanan pokok, sehingga dari beaya makanan dapat dihemat," terang Sadiawan sambil menambahkan, saat ini jumlah peliharaan itiknya jauh berkurang hanya 250 ekor. Pada hal pada musim panen sebelumnya sebanyak 1.000 ekor.
"Air pengairan subak berkurang belakangan ini menjadi kendala utama beternak itik dengam cara mengembala di sawah, " ucap Sadiawan.
Sadiawan menyebutkan, harga telur itik saat ini mencapai Rp 2.000 per butir. Artinya harga yang berlaku saat ini masih tergolong lumayan, iapun masih bisa memperoleh keuntungan dari usahanya, kendati tidak banyak. Ramainya permintaan mata dagangan ini antara lain dikarenakan tingginya produksi usaha telur asin di daerah ini. (Mur/ika).