Denpasar, 23/5 (Atnews) - Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali Prof Nyoman Suparta menilai sosialisasi Warisan Budaya Dunia (WBD) Subak Jatiluwih masih minim.
“Pemahaman itu kurang sehingga terjadi pembangunan dalam kawasan WBD yang sudah ditetapkan The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak tahun 2012,” kata Suparta di Denpasar, Kamis (23/5).
Ia mengharapkan, adanya edukasi WBD Jatiluwih yang berkelanjutan sehingga tidak ada pencabutan status dari UNESCO.
Selain itu, adanya langkah nyata dalam melindungi petani baik kesejahteraan maupun keberlanjutan pertaniannya.
Sebaiknya Jatiluwih dapat dijadikan proyek percontohan pertanian organik sesuai dengan wacana Gubernur Koster sebagai implementasi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.
Disamping itu, pentingnya dibangun museum subak di luar kawasan itu sehingga tidak merusak keaslian WBD Jatiluwih.
“Dampak wisatanya yang timbul dari WBD Jatiluwih agar dikontrol dengan baik sehingga tidak merusak kelestarian dan kebudayaan yang ada,” ujarnya.
Untuk itu, penataan dan ketegasan penegak hukum agar dilakukan tanpa tebang pilih. (ART/ika)