Banner Bawah

Perang Pandan, Dedikasi Warga Tenganan Untuk Dewa Perang Indra.

Atmadja - atnews

2019-06-24
Bagikan :
Dokumentasi dari - Perang Pandan, Dedikasi Warga Tenganan Untuk Dewa Perang Indra.
Slider 1

Karangasem, 24/6 (Atnews) - Desa Tenganan termasuk ke dalam Desa Bali Aga atau Warga Asli Bali Sebelum Masuknya Kerajaan Majapahit Ke Bali. Desa Tenganan juga masih mempertahankan pola hidup yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka.
Masyarakat di Desa Tenganan menganut agama Hindu Indra. Pemeluk agama Hindu Indra tidak membedakan umatnya dalam kasta. Mereka juga menempatkan Dewa Indra sebagai Dewa tertinggi. 
Salah satu Budaya yang terkenal adalah Usaba Sambah atau Tenganan Festival, acara digelar setahun sekali sesuai kalender Desa Pakraman Tenganan Dauh Tukad. Tenganan Festival masuk dalam 100 Top Calender of Event (CoE) Kementerian Pariwisata.
Kegiatan ini rutin diadakan setiap bulan kelima atau sasih kalima dalam penanggalan Desa Tenganan puncak acara yang secara rutin bertepatan pada bulan Juni dan Juli.
Para wisatawan baik lokal maupun mancanegara datang ke desa tradisional di Kabupaten Karangasem. Dan yang paling banyak dinanti para wisatawan adalah tradisi perang pandan, yang menjadi puncak acara Ngusaba Sambah. 
Terlihat arena duel khusus didirikan, rumah-rumah desa dihiasi dengan anggun, dan anak perempuan menaiki ayunan kayu besar sebagai bagian dari perayaan tersebut ayunan merupakan salah satu acara adat yang dilaksanakan warga menjelang dan pada upacara tradisi perang pandan yang rutin
Alat yang digunakan pada perang pandan, yakni daun pandan berduri yang digunakan sebagai senjata untuk berperang. Pandan berduri itu diikat, sehingga berbentuk seperti gada. Peserta kemudian diberikan tameng untuk menghalau sabetan pandan berduri. Ende (Tameng) yang digunakan terbuat dari anyaman rotan
Diawali dengan bunyi gong serta diiringi oleh musik gamelan seloding, yakni alat musik daerah Tenganan yang hanya boleh dimainkan oleh orang yang disucikan. perang pandan ini adalah untuk ngayah (berbakti) kepada desa dan leluhur. Peserta perang pandan diwajibkan menggesek-gesekkan duri pandan ke bagian badan lawan hingga keluar darah.
Tak hanya kalangan remaja dan orang tua yang berpartisipasi dalam tradisi perang pandan, beberapa anak kecil di bawah umur tak mau kalah.”Nggak terlalu sakit kena goresan duri pandan. Soalnya sudah biasa, nanti saja lukanya hilang,” ungkap Satya.
Setelah perang pandan selesai, beberapa peserta yang badannya terluka diolesi obat tradisional yang manfaatnya untuk menghilangkan bekas luka akibat goresan duri pandan.
”Ramuan ini dibuat dari arak, kunyit, lengkuas, serta rempah-rempah lainnya. Perih kena ramuan ini,” ungkap Satya. (Yog/02)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Wagub Cok Ace Minta  Anggota PHRI Bali Implementasikan  Pergub 

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

ADVERTISING JAGIR
Official Youtube Channel

#Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

ADVERTISING JAGIR Official Youtube Channel #Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Gandhi Jayanthi, Tujuh Dosa Sosial, Ekspresi Masyarakat di Titik Nadir Etika dan Moralitas

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Perlindungan Sapi, Selamatkan Lingkungan

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif

Pemuliaan Sapi, Pendekatan Teologi, Bukti Empirik dari Pendekatan Induktif