Denpasar, 7/7 (Atnews) - Praktisi Pariwisata Bagus Sudibya mengharapkan rancangan anggaran pemerintah Badung memprioritaskan sektor “hospitality”.
Dengan melakukan terobosan masif, tidak hanya bergantung pada anggaran semata dalam membangun promosi pariwisata menghadapi persaingan digital yang begitu ketat.
Dengan adanya rasionalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung tahun 2019 karena meleset dari target Rp 6,7 triliun.
Diprediksi target diturunkan ke angka Rp 5,18 triliun yang mempengaruhi pemangkasan semua anggaran OPD, termasuk anggaran promosi pariwisata.
“Untuk itu, diharapkan pemerintah cermat menentukan skala prioritas anggaran agar tepat sasaran,” kata Sudibya yang juga Ketua DPD Asosiasi Wisata Agro Indonesia (AWAI) Bali di Denpasar, Minggu (7/7).
Menurutnya, penentuan anggaran itu agar ditinjau melalui analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, and threats).
Untuk itu, Badung yang mengandalkan pendapatan dari sektor pariwisata sudah sepatutnya anggaran dan kebijakan diperuntukkan dalam membangun maupun mengembangkan bidang itu.
Sepatutnya dicarikan solusi atas permasalahan penurunan PAD akibat berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan.
Hal itu diumpamakan seperti Angsa (pariwisata), telur (PAD), pakan (anggaran) dan habitat (lingkungan).
“Jangan sampai fokus hanya menikmati telur saja tanpa memperhatikan kesehatan angsa, kualitas pakan maupun lingkungannya,” tegasnya.
Dimana pakan itu merupakan kebutuhan pokok angsa dan lingkungan yang nyaman agar tetap bertelur.
Dalam menjaga kelangsungan hidup “angsa” dimaksud maka dibutuhkan peran pemerintah.
Regulator sebaiknya mengontrol jumlah pembangunan hotel dan restoran maupun infrastruktur pendukungnya.
Upaya itu menghindari “overload” maupun persaingan harga yang semakin parah dan memperburuk persaingan usaha.
Harga dan standarisasi agar diatur, jangan biarkan pasar membentuk harga. Hal itu akan mematikan pengusaha pemula dan kelas menengah.
Kerugian itu tidak pada industri saja tetapi pemerintah, masyarakat dan citra pariwisata Bali dan Indonesia.
Padahal pembangunan citra pariwisata tidak mudah, kepercayaan sudah sempat diraih harus ada komitmen yang kuat menjaganya.
Maka dari itu, ideologi bangsa (Pancasila) dalam mewujudkan ekonomi yang berkeadilan diimplementasikan.
Upaya itu menghindari adanya perdagangan bebas di tengah penerapan ideologi Pancasila.
Sementara negara yang paham liberal saja, pemerintah tetap ikut campur melakukan proteksi aktivitas para pengusahanya, demikian Sudibya. (ART/02)