Payangan 10/7 (Atnews) - Setiap Hari Rabu Umanis Julungwangi, adalah Hari Odalan di Pura Dalem Agung Tua, di Banjar Pekraman Sema Desa Melinggih Kaja, Payangan Gianyar.
Tata letak Pura Dalem ini sesuai namanya semakin ke tengah (Jroan) semakin turun "dalem" sehingga pelinggih yang ada di jroan letaknya di dalem.
Kondisi Pura berundag-undag semakin ke dalam semakin turun, di sekelilingnya (utara dan barat) wilayah kuburan untuk Dess Adat Payangan tempo dulu.
Pura Delem Tua ini tidak ada duanya di tanah Bali, karena berhubungan langsung dengan di Pure Dalem Puri yang ada di Besakih, Karangasem, tutur almarhum Pan Suma sebagai Bendesa kala itu.
Ada pun sedikit cuplikan Sejarah Pura ini yang dikutip dari beberapa sumber adalah sebagai berikut:
Salah satu Kahyangan Dalem Tua/Pura Dalem Kuno di wilayah Payangan adalah Pura Dalem Agung Payangan di Banjar Sema, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan mengenai asal-usul berdirinya pura keramat dan tertua ini adalah sebagai Parahyangan ida Bhatari lingsir yang bergelar Bhatari Durga sakti dari Dewa Siwa (Bhatara Guru) dan mengapa dikatakan lingsir karena Pura Dalem Agung ini yang pertama kali ada di Jagat Payangan dan juga sebagai satu-satunya Pura Dalem tertua di Bali sehingga masyarakat pada umumnya khususnya Payangan sering menyebutnya Dalem tua.
Pura Dalem Agung Payangan ini sangat erat kaitannya dengan Pura Murwa Bumi dan pada jaman dahulu penyebutan Pura belum di kenal yang ada hanya Kahyangan. Seperti menurut beberapa penglingsir Desa adat Sema, Payangan yang menyebutkan Pura Dalem Agung ini dulunya juga sering di sebut Kahyangan Dalem Purwa Bumi yang keberadaannya sebagai pendamping Pradana dari Kahyangan Murwa Bumi sebagai Purusa yang terletak di banjar pengaji dan dengan adanya bukti-bukti lain seperti lontar Markandeya Purana Tatwa yang saat ini tersimpan di Pura Penataran Agung Besakih.
Hal itu menyebutkan bahwa ada setelah Rsi Markandeya membangun Kahyangan Amurwa Bumi (Murwa Bumi) ring Parahyangan setelah itu juga kembali Rsi Markandeya membangun Kahyangan Dalem Purwa (Purwa Bumi) ring Parahyangan, sehingga keberadaan kedua Pura ini di Bali adalah sebagai salah satu dasar kekuatan spiritual di Pulau Bali khususnya wilayah Bali tengah yang di perlambangkan sebagai simbol Bhuwana Agung yaitu kekuatan Tuhan sebagai Purusa/Sang Hyang Angkasa dan Pradana/Sang Hyang Pertiwi (ngadeg ring Bumi).
Pada saat Rsi Markandeya kembali ke Gunung Raung di Jawa timur untuk mencapai moksa, Kahyangan Dalem Purwa (Purwa Bumi) oleh para pengikut Rsi Markandeya yang sempat tinggal sementara di bumi parahyangan digunakan sebagai tempat pemujaan utama sekte Bhairawa untuk memuliakan Dewa Siwa dan saktinya Durga Bhairawa sehingga keberadaan Tegik Pemuwunan Agung saat ini masih ada di Pura Dalem Agung Payangan membuktikan dahulu tegik tersebut digunakan sebagai salah satu sarana utama pemujaan sekte Bhairawa di Bali khususnya Payangan dan pemujaan sekte Bhairawa sudah berkembang pesat sejak pertengahan abad ke-8 di jaman kerajaan Bedahulu dan ajaran Bhairawa sangat populer di Bali hingga saat ini.
Adanya kerajaan pemerintahan Bali Dwipa Dinasti Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa yang saat itu menjadi pusat kerajaan yang bernuansa Hindu khususnya Siwa-Budha saat kedatangan seorang Brahmana Pandita Budha Mahayana dari Daha Kediri Jawa Timur.
Beliau adalah Mpu Kuturan/Dang Hyang Rajakertha datang ke Bali Isaka 923 atau tahun 1001 Masehi beliau bersama dengan lima Brahmana bersaudara dari Panca Rsi (Panca Tirta) dari Jawa dan beliau ditugaskan oleh Raja Daha Kediri Prabu Airlangga agar membantu kedua orang tuanya sebagai Raja Bali Dwipa karena di Bali saat itu dalam keadaan mengkhawatirkan karena sering terjadi kekacauan dimana-mana hampir seluruh desa yang ada di Bali.
Hal itu disebabkan oleh kelompok masyarakat pemuja dari sekte-sekte yang berkembang seperti sekte Brahma, Wisnu, Ganapati, Sora, Indra dan Budha di tambah lagi adanya sekte Siwa yang telah ada terlebih dahulu berkembang di Bali seperti Siwa sidantha, Pasupata, Bhairawa, Kalamukha, Sambhu dan Linggayat sehingga saat itu tercatat tiga belas sekte yang berkembang di Bali, dengan pemahaman masyarakat yang kurang baik dan menimbulkan konflik berkepanjangan di dalam masyarakat oleh karena itu Mpu Kuturan datang ke Bali sebagai Purohita atau Pendeta utama kerajaan Bali Dwipa dengan dibawah pimpinan Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa yang memperintahkan agar Mpu Kuturan merubah sistem sekte aliran kepercayaan di Bali yang sudah ada maupun sekte-sekte yang baru dan mempersatukan seluruh sekte-sekte yang ada termasuk salah satunya adalah Sekte Siwa Shidantha dan Bhairawa sebagai sekte yang paling besar di Bali, agar dari sekte itu terlahirlah menjadi satu kesatuan yaitu Tri Murti Kahyangan tiga/kekuatan tuhan yang utama Brahma, Wisnu, Siwa dan sekte Bhairawa dan Siwa Sidantha beralih fungsi menjadi Pura Dalem yang memuja kesaktian khusus dari Dewa Siwa dan Dewi Durga.
Adanya perubahan sistem pada Kahyangan tua di Bali maka setiap desa di seluruh pulau Bali termasuk desa Melinggih Parahyangan/Payangan saat itu dengan kahyangan utamanya Dalem Purwa (Purwa Bumi) diubah menjadi bagian sistem Mpu Kuturan pada era zaman kerajaan Bali Dwipa yaitu Dalem Kahyangan tiga lan setra Payangan dimana Pura inilah dahulu di sungsung oleh seluruh masyarakat Payangan khususnya desa Melinggih.
Kemudian saat kerajaan Bedahulu jatuh ke tangan kerajaan Majapahit beberapa abad kemudian datanglah keturunan Raja Bali Majapahit generasi Ida I Dewa Agung Pemayun dari Gelgel Klungkung yang bertugas sebagai penguasa daerah Payangan dikarenakan saat itu bumi payangan belum ada raja sebagai pemimpin yang mengurus seluruh desa-desa di Payangan termasuk Pura Dang Kahyangan dan Kahyangan Tiga Payangan karena Desa Payangan saat itu sudah menyungsung Pura Dalem Purwa sebagai pura dalem tertua yang pertama kali ada di Payangan maka dari pihak Puri Payangan tidak perlu lagi membangun Pura Dalem Kahyangan dan hanya membangun Pura kawitan Dalem Tengaling sebagai simbol keturunan kerajaan kelungkung di Bali keturunan Ida I Dewa Agung Pemayun di Klungkung.
Desa Melinggih Payangan dan Kerajaan Puri Payangan merupakan pengabih sekaligus penyungsung utama Ida Bhatari Dalem lingsir sehingga Kahyangan Dalem Purwa (Purwa Bumi) yang kemudian hari berubah nama dan statusnya menjadi Pura Dalem Agung Payangan yang berarti Pura Dalem yang utama dan terbesar serta sebagai pusat maupun induk dari seluruh Pura Dalem Kahyangan Tiga di setiap desa pekraman di Payangan.
Pura Dalem Agung ini terdapat berbagai peninggalan berupa arca pralingga dewa dengan berbagai bentuk dan ukuran yang terbuat dari batu padas sehingga terlihat jelas kesederhanaan dalam pembuatan arca patung tersebut pada masa lampau seperti arca bedogol. (02)