Denpasar, 29/7 (Atnews) - Paramahamsa Goura Dasa sebagai guru Gurukul Bhaktivedanta Academy, Mayapur India mengharapkan kedepannya ada pengembangan gurukula.
Dalam memberikan pendidikan gurukula anak-anak. Dengan demikian diharapkan mendapatkan dukungan dari para bhakta (penyembah).
Upaya itu dalam melatih anak-anak yang mandiri, bertanggungjawab dan hormat kepada guru kerohanian maupun kepada kedua orang tuanya.
Pendidikan yang ditempuh idealnya selama 18 tahun hingga umur 25 tahun.
“Anak-anak agar mengenyam pendidikan Gurukula sedini mungkin, mereka akan diperhatikan seperti putranya sendiri oleh guru kerohaniannya,” ujar Goura Dasa di Denpasar, Senin (29/7).
Hubungan dan kedekatan guru dan anak didik tentunya berbeda dengan sekolah pada umumnya.
Gurukula tersebut merupakan rumah guru dan cara pengajarannya menerapkan budaya Veda yang dijalankan sejak lampau.
Dengan sistem pendidikan tersebut diajarkan anak-anak agar selalu tunduk hati dan berserah diri kepada guru kerohanian.
Serta ditumbuhkan keinginan yang kuat untuk belajar dan melayani.
Untuk itu, anak-anak gurukula sungguh-sungguh dilatih cara hidup yang benar sesuai dengan Kesadaran Krshna mulai bangun pagi jam 02.30 hingga tidur kembali pukul 19.00.
Selain pengetahuan rohani, anak juga dibekali pengetahuan akademik seperti pendidikan pada umumnya termasuk aktivitas olahraga.
Bahkan anak-anak gurukula dibekali pengetahuan bahasa sansekerta. Hal itu dalam memantapkan pemahamannya terhadap pengetahuan rohani yang dipelajari.
“Wajib bisa membaca dan menulis Sansekerta,” tegasnya.
Sementara gurukula menerima anak-anak pria saja sedangkan anak wanita sebaiknya tetap tinggal di rumah agar mendapatkan bimbingan dari orang tuanya sehingga menjadi calon ibu yang baik.
Ia didampingi Prahlada Nrsimha Dasa menegaskan, wanita agar selalu mendapatkan perlindungan dari orang tua ketika masih kecil, dari suami ketika berumah tangga dan ketika memasuki usia lanjut mendpatkan perlindungan dari anaknya.
Namun disayangkan pada kehidupan moderen, wanita berkeinginan hidup mandiri.
Hal itu merupakan tindakan yang keliru akibat kaum pria tidak mampu menenuhi semua kebutuhan wanita.
Pemberlakukan itu mengingat peranan vital seorang wanita untuk menyiapkan generasi mendatang, masa depan anak-anak tergantung kualitas wawasan dari wanita.
“Putra bisa hancur karena sikap ibu kandung memberikan kasih sayang berlebihan sehingga tidak mandiri,” ungkapnya. (ART/02)