Bangli, 29/8 (Atnews) ---Jumlah Polisi Hutan (Polhut) dan tenaga Penyuluh Kehutanan kian langka dan terancan punah. UPTD Kesatuan Hutan (KPH) Bali Timur kini mengaku kewalahan melakukan pengamanan kawasan hutan. Pihaknya dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dan menjaga kelestarian hutan, menggencarkan patroli kolaborasi dengan melibatkan unsur TNI/Polri dan tokoh masyarakat untuk melakukan penyuluhan.
Menurut I Ketut Parwata Staf Teknis UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Timur saat ditemui di Polsek Kintamani mengawal laporan pencurian kayu hutan yang terjadi di Munduk Mesehan Gunung Catur, Kintamani, Rabu (28/08/2019) menyebutkan, UPTD KPH Bali Timur mewilayahi kawasan hutan di dua Kabupaten, yakni, Kabupaten Bangli dan Karangasem.
Untuk di Bangli, luas wilayah hutan khususnya di Kintamani 9.341 hektar yang terdiri dari hutan wisata 2.649 ha dan hutan lindung serta Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 6.239 ha. “Dari sisi luas, kawasan hutan di Bangli memang masih sedikit, namun untuk pengamanannya selama ini agak kewalahan, karena kurangnya personil” sebutnya
Disampaikan pula, karena personil pengamanan yang dimiliki terbatas tidak sebanding dengan luas hutan yan ada. “Dalam satu RPH, hanya ada satu atau dua personil. Jumlah personil pengamanan kita selama ini memang sangat terbatas,” jelas Ketut Parwata didampingi salah seoarang Polhut RPH Kintamani Barat, I Wayan Sulastra.
Kondisi tersebut, diperparah karena banyak tenaga pengamanan yang juga telah memasuki masa pensiun. “ Selain Polhut, staf teknis dan tenaga penyuluhan juga terbatas. Karena itu, untuk pencegahan pencurian, kita upayakan melalui program patroli kolaborasi dengan melibatkan unsur TNI/Polri dan masyarakat itu sendiri, termasuk juga saat terjadi kebakaran hutan” jelasnya.
Secara rinci, dijelaskan, untuk Polhut yang bertugas di Kabupaten Bangli dibagi menjadi tiga Resort Polisi Hutan (RPH). Yakni RPH Kintamani Timur dengan jumlah 2 personil, RPH Kintamani Barat dengan 2 personil dan RPH Penelokan terdapat 2 personil. Hanya saja, saat ini salah satunya sudah pensiun.
“Dengan jumlah Polhut yang ada itu, sangat tidak ideal,” tegasnya. Menurutnya, idialnya secara aturan memang tidak ada. “Tapi setidaknya, dulu pernah dibuat perbandingan dengan luas hutan per 1.000 hektar, idealnya ada 5 hingga 10 personil yang melakukan pengamanan” ungkapnya.
Dijelaskan kembali, kebutuhan pegawai untuk tenaga pengamanan hutan memang kurang dari sejak lama. “Kekurangan personil pengamanan hutan telah terjadi sejak urusan kehutanan diserahkan ke Provinsi. Kebanyakan staf teknis. Tapi saat ini, itu juga sudah berkurang. Bahkan tahun ini, rasanya sudah hampir punah personil dari penyuluh kehutanan.
Sementara untuk perekrutan tenaga pengamanan kehutanan dan penyuluhan kehutanan, lanjut dia, saat ini terkendala adanya kebijakan moratorium. Yang mana, penerimaan pegawai diprioritaskan untuk tenaga kesehatan, pendidikan. “Untuk rekrutmen tenaga teknis kehutanan yang terdiri dari Polhut dan Penyuluh hanya bisa melalui program infasing yakni alih fungsi. Misalnya staf biasa, menjadi Polhut atau Penyuluh sesuai kapasitas yang telah dimiliki,” jelasnya
Meski demikian, pihaknya mengklaim pencurian atau pembalakan hutan di Kintamani relative sangat minim terjadi. Bahkan untuk kasus pencurian kayu hutan di Munduk Mesehan Gunug Catur yang saat ini ditangani, disebutkan baru pertama kali terjadi. “Ini berkat pencegahan dan penyuluhan yang kita lakukan terhadap masyarakat, sehingga kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian hutan sudah semakin meningkat” katanya (Anggi/02)