Banner Bawah

Kesepakatan Perlindungan Tarian Sakral Bali Ditandatangani

Atmadja - atnews

2019-09-18
Bagikan :
Dokumentasi dari - Kesepakatan Perlindungan Tarian Sakral Bali Ditandatangani
Slider 1

Denpasar - Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan bahwa seni budaya yang ada di Bali bukan seni biasa, tapi berakar dari karya yang diciptakan untuk kepentingan upakara. Kepentingan agama dan upakara agama dijalankan dengan satu tradisi adat istiadat serta diisi dengan unsur seni. "Itulah kelebihan kita di Bali, ada gamelan serta tarian. Tariannya bersifat sakral karena dipentaskan pada saat ada upacara agama,” kata Gubernur Koster di hadapan awak media seusai acara  Penandatanganan Keputusan Bersama Tentang Penguatan dan Perlindungan Tari Sakral Bali di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jayasabha, Denpasar, pada Selasa (17/9) pagi.
Dewasa ini, Gubernur Koster melanjutkan,  banyak seni tari sakral yang bergeser dan mulai dipentaskan untuk kepentingan komersialisasi. Tarian tersebut dipentaskan di sembarang tempat bahkan dijadikan alat untuk mendapatkan penghargaan seperti dari Museum Rekor Indonesia. “Kondisi ini kami anggap desakralisasi yang akan menurunkan kesakralan, menggeser, dan merusak tatanan seni budaya yang diwariskan leluhur. Untuk itulah dalam rangka menguatkan adat dan kebudayaan lokal, saya pandang penting untuk memprioritaskan,  menjaga, melestarikan, dan memelihara tatanan seni tradisional yang kita punyai, khususnya tari sakral,”  ujar Gubernur kelahiran Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng tersebut.
Gubernur menegaskan bahwa masyarakat juga perlu memahami pentingnya pemeliharaan itu. Mereka harus menjaga bersama kesakralan tari sakral sebagai suatu karya kreatif yang diciptakan untuk upakara keagamaan, adat, agama, dan budaya sekaligus.
 Namun, Gubernur yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali tak menampik bahwa banyak seniman yang mendapat inspirasi untuk mengembangkan suatu tarian baru dari tarian-tarian sakral tersebut.  Langkah ini sama sekali bukan untuk mengekang kreativitas seniman, sanggar seni, serta sekaa  (kelompok) yang ada di Bali. "Silahkan berkreasi dengan berbasis kepada seni tradisi sakral, namun tentu dibedakan dari garapan dan kemasannya. Namanya pun beda. Ini semata-mata untuk kepentingan penguatan kesakralan tari tradisional kita agar kita punya ‘pagar’ untuk mengontrol. Mudah-mudahan ini jadi langkah penting kita untuk memajukan kebudayaan di Bali, ” Gubernur menambahkan.
 Pada kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace)  juga menyampaikan apresiasinya terhadap kesepakatan yang ditandatangani oleh berbagai pihak dan lembaga yang berkepentingan. "Jika saya mengambil sudut pandang seniman akan sangat berbeda orientasinya bila kita membawakan tarian yang sakral. Ini karena orientasinya 100 persen adalah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan untuk menghibur apalagi komersil. Kalau demikian sudah menyimpang namanya,” ujar pria yang juga seniman tari itu.
 Sementara itu, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof.  I Gede Arya Sugiartha menyebutkan bahwa daftar tarian yang disakralkan tersebut sudah melalui kajian.  Tim pengkaji melibatkan ISI Denpasar, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, serta Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan Provinsi Bali. “Kesepakatan ini tentu akan diteruskan dengan sosialisasi lebih lanjut ke masyarakat agar tidak terjadi kesalahpemahaman. Sekali lagi, ini bukan mengekang kreativitas, namun upaya untuk mendudukkan seni sakral ini di tempat yang semestinya. Unsur nilainya bisa berkembang lagi di masyarakat,” ia menguraikan.
 Pada kesempatan tersebut juga, budayawan Prof. Dr. Made Bandem mengungkapkan bahwa pendataan tarian sakral yang disusun tersebut berdasarkan pada rumusan tahun 1971 dengan klasifikasi bertajuk Wali (sakral), Bebali  (upacara) dan Bali-Balihan (upacara). “Tari wali dan bebali dapat dipentaskan di tempat dan waktu tertentu. Tari wali dipentaskan di halaman bagian dalam pura dan tari bebali di halaman tengah (jaba tengah, red) sehingga dapat dikategorikan sebagai tarian sakral. Sedangkan tari balih-balihan ditarikan di halaman luar pura (jaba sisi, red) dalam acara yang bersifat hiburan, lebih ditekankan kepada sisi artistiknya dan bisa dipentaskan di tempat lain untuk pariwisata dan lainnya,” ujar Prof. Bandem.
 Menurut Prof Bandem, dalam data mutakhir yang disusun pada 1992 oleh Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan  Provinsi Bali terdaftar 6.512 kelompok seni di Bali, yang 70 persen di antaranya mengusung tari dengan kategori wali dan bebali.  "Perkembangan seni begitu pesat di Bali dan pada 2015 kita menemukan 10.049 sekaa di Bali dan sebagian besar mereka menekuni wilayah tari wali dan bebali. Ini dasarnya sehingga perlu diproteksi lebih jauh lagi. Apalagi kita ketahui tari-tarian sakral ini adalah sumber dari seni tari di Bali,” ia menambahkan.
 Proteksi ini, menurut Prof Bandem, juga mengacu kepada usulan agar istilah Wali, Bebali dan Bali-Balihan tersebut dienskripsi oleh UNESCO sehingga wajib untuk dilestarikan dan dijaga lebih kuat dari perubahan-perubahan zaman.
 Kepada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan ‘Kun’ Adnyana membacakan kesepakatan tersebut yang menyebutkan bahwa dalam upaya penguatan dan perlindungan kebudayaan Bali sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, maka dibuat Keputusan Bersama tentang Penguatan dan Perlindungan Tari Sakral Bali.  Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia  Provinsi Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana  M.Si; Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet; Ketua Umum Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan Provinsi Bali Prof. Dr. I Made Bandem, MA; Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dr. I Wayan Adnyana, S.Sn., M.Sn; dan Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum. Penandatanganan disaksikan oleh Gubernur Bali Wayan Koster dan Sekretari Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra.
 Jenis tari  sakral yang dimaksud antara lain Tari Rejang, Tari Sanghyang, Tari Baris Gede, Wayang Lemah, Topeng Sidakarya dan jumlah  total tarian 127 jenis. “Namun tidak menutup kemungkinan bisa bertambah lagi, dengan melihat aspirasi dan usulan masyarakat,” ujar Adnyana.
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Siswa Harus Berani Memulai Menulis Buku

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

ADVERTISING JAGIR
Official Youtube Channel

#Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

ADVERTISING JAGIR Official Youtube Channel #Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

Danantara Dukung Pembanguan Waste to Energy di Bali, KMHDI Bali: Harus Lulus Uji Emisi

Danantara Dukung Pembanguan Waste to Energy di Bali, KMHDI Bali: Harus Lulus Uji Emisi