Tabanan, 5/12 (Atnews) - Bendesa Agung Majelis Utama Desa Adat (MDA) Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet mengharapkan penggalian kesejarahaan Dalem Balingkang mendekati kebenaran bukan kebanyakan penafsiran.
"Dalem Balingkang erat kaitannya dengan hubungan Tiongkok dan Bali yang kini diwariskan terutama bidang kebudayaan," kata Sukahet di Tabanan.
Hal itu disampaikan usai acara Seminar Balingkang yang mengusung tema "Melalui Kajian Etnografi Balingkang Memperkokoh Hubungan Tionghoa-Bali, Menuju Harmoni Budaya dan Religi" selama dua Hari, 3-4 Desember 2019.
Ia mengatakan, dalam menemukan sejarah yang mendekati kebenaran dengan menggali dan mengimprestasikan prasasti, lontar-lontar dan benda-benda peninggalan yang terjadi pada masa itu sekitar 1600 tahun lalu.
Oleh karena kebanyakan penulisan sejarah tidak jelas dimana presentasenya terdiri dari 30 persen memang diyakini sejarah, 35 persen cerita dan 35 persen masih sebuah misteri, apalagi Dalem Balingkang yang terjadi ribuan lalu.
Begitu juga, pengungkapannya yang berhubungan dengan agama atau Teologi (Ketuhanan) agar dikaitkan dengan Veda bukan mitos-mitos yang ada di Bali.
"Bedakan antara mitos dengan Teologi, karena banyak karya di Bali dimitoskan sehingga kebenarannya tidak dapat diakui," tegasnya.
Upaya itu dalam memperkuat hubungan Tiongkok dengan Bali, bukan sebaliknya hasil dari acara itu justru membingungkan atau membuat konflik baru.
Apalagi pengaruh kebudayaan Tionghoa terhadap sistem religi dan upacara keagamaan di Bali yang dilihat dari adanya pemujaan terhadap Ratu Gede Subandar dan Ratu Ayu Subandar, pemujaan terhadap Ratu Tuan di Desa Renon dan pemujaan terhadap Barong Landung di beberapa desa di Bali Tengah (Badung, Denpasar, dan Gianyar) serta penggunaan pis bolong (uang kepeng) sebagai sarana upacara di Bali.
Bahkan dirinya baru saja datang dari Tiongkok di beberapa daerah menemukan bangunan dan arsitekturnya persis seperti di Bali (Padamasana dan Bedawangnala). (ART/02)