Banner Bawah

Kekeringan di Bali, Ada Apa ?

Atmadja - atnews

2019-12-12
Bagikan :
Dokumentasi dari - Kekeringan di Bali, Ada Apa ?
Slider 1

Oleh : Wayan Windia
​Tahun ini, diramalkan musim kemarau akan berakhir akhir Nopember atau awal Desember. Biasanya hujan sudah mulai turun pada bulan September atau Oktober. Tetapi menjelang pertengahan bulan Desember, hujan belum juga turun secara merata di Bali. BMKG hanya melaporkan bahwa hujan terjadi di kawasan sepanjang Bali bagian Tengah.
Karena hujan hanya di bagian tengah dan angin laut masih panas, maka penduduk di bagian selatan dan di utara Bali menjadi sangat gerah (Bali : melekpek). Banyak yang sangat mengeluh. Tapi mau apa lagi? Semua ini adalah karunia Tuhan. Sebuah Takdir Tuhan. Harus dijalani dan bahkan disyukuri. Syukur kita belum mati kepanasan, sebagaimana terjadi belahan lain di dunia ini. Syukur kita masih bisa minum air putih. Kita tidak mati kehausan sebagaimana terjadi di belahan dunia lainnya. Hanya dengan mengucapkan rasa syukur maka hawa panas akan dapat diredam. Namun semuanya itu adalah langkah dan tatacara spiritual. Lalu bagaimana dengan fakta lapangan ?
​Iklim yang ekstrim menandakan bahwa bumi telah kehilangan keseimbangannya. Menurut Undang-Undang, kawasan hutan seharusnya minimal 30% dari kawasan bumi. Di Bali kawasan hutan ditaksir sekitar 20%. Maka wajar saja kita sekarang menjadi bingung ke kepanasan. Sungai hanya mengalirkan air sepanjang musim sekitar 65%. Sungai yang mengalir airnya pada musim hujan sekitar 25%. Sisanya sungai di Bali sudah mati. Itulah sebabnya, Gubernur Bali Wayan Koster sedang merancang Peraturan Gubernur untuk penyelamatan hutan, sungai, jurang, dan mata air.
Gubernur Koster juga berharap agar sungai yang mati bisa hidup kembali, dan sungai yang hanya mengalir di musim hujan bisa mengalirkan air sepanjang tahun. Semua itu kuncinya adalah eksistensi kawasan hutan. Sementara itu beberapa wacana mengatakan bahwa ciri awal akan terjadi preline (kiamat) adalah tatkala semua sungai sudah mati.
​Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Kementerian PUPR di Makassar pertengahan tahun yang lalu, dipresentasikan sebuah penelitian. Bahwa kawasan yang hijau lebih cepat mengundang awan dibandingkan kawasan yang tidak hijau/gersang. Hal itu mengindikasikan bahwa kalau ingin ada awan dan kemudian hujan, maka kawasan kita harus hijau. Tapi tidak gampang mengajak penduduk agar kawasan sekitarnya menjadi hijau. Di kawasan Bali Tengah banyak sekali kawasan yang sejak lama dikonversi dari tanaman kopi menjadi tanaman bunga pecah seribu. Tanaman bunga ini jelas tidak bisa menyimpan air. Sebelumnya telah terjadi juga di kawasan itu konversi dari tanaman kopi menjadi cengkeh, dll.
​Itu semua terjadi karena manusia yang serakah. Mahatma Gandhi menyatakan bahwa bumi ini telah menyediakan apa saja yang dibutuhkan oleh manusia. Tetapi bumi ini jelas tidak bisa memenuhi kebutuhan manusia yang rakus. The earth is enough for the all man need, but not for the all man greed. Saat ini manusia sedang rakus-rakusnya. Semua ingin menjadi kaya raya dan hidup senang, sesuai dengan arus materialisme dan hidonisme. Nyaris tidak ada niat untuk memperhatikan lingkungan alam. Kita sudah lama kalah melawan arus globalisasi yang membawa kompetisi yang kuat. Kemudian melahirkan manusia menjadi rakus, materialistis, dan individualistis.
​Karenanya saat ini kita harus siap merasakan balasan dari bumi yang terus mencari keseimbangannya. Caranya dengan melahirkan cuaca ekstrim, banjir bandang, tanah longsor, tanah ambles, air muncrat, dll. Seharusnya, sifat bumi, seperti layaknya manusia (bhuwana alit). Kalau panas, maka mereka akan mandi untuk mendinginkan tubuhnya. Maka bumi (bhuwana agung) kalau panas seharusnya segera turun hujan, untuk mendinginkan dirinya. Tetapi sekarang tidak terjadi logika itu. Panas terik, tetapi tidak ada hujan di bumi. Maka hal ini dapat dianggap, sebagai sebuah  pertanda awal yang jelek umat manusia, yang mendiami bumi.
​Banyak penduduk di Bali kini yang kekurangan air, bahkan untuk minum. Di kawasan Kubu, Kab. Karangasem, penduduk harus membeli air untuk minum, dll. Cubang yang dahulu banyak disumbang oleh Perhimpunan INTI Bali sudah kering kerontang. Tidak ada cadangan air sama sekali di cubang tsb. Kapolres Karangasem, sibuk mencari dukungan agar air untuk penduduk di Kubu bisa tersedia. Karena air semakin rawan, maka pemda harus menjadikan kawasan Bali ini 30% sebagai kawasan hutan. Lakukan moratorium pembangunan hotel dan rentetannya. Karena hotel sangat boros dengan air. Hotel yang kini ada di Bali harus CSR nya digunakan untuk penghijauan. Atau mereka harus dipaksa menanam pohon sesuai air yang dibutuhkan, atau sesuai kamar yang dijual.
Namun menerapkan kebijakan seperti ini kepada kaum kapitalis sama sekali tidak mudah. Karena otak kaum kapitalis hanyalah : untung, efesiensi, dan produktivitas. Kalau tokh Bali nanti sudah rusak dan ambruk, kaum kapitalis dengan cepat bisa lari dari Bali. Maka tinggallah kita yang harus menanggung beban kerusakan lingkungan dan kemiskinan.
 *) Penulis adalah Ketua Puslit Subak Unud dan
Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra di Sukawati.
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Musisi Gus Teja Ikuti Tradisi "Siat Api" Penetral Kekuatan Negarif

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Undangan

Undangan

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

Danantara Dukung Pembanguan Waste to Energy di Bali, KMHDI Bali: Harus Lulus Uji Emisi

Danantara Dukung Pembanguan Waste to Energy di Bali, KMHDI Bali: Harus Lulus Uji Emisi